Tantangan hari ke 56

Hari ini jam 13.45, salah satu TV swasta nasional mewawancarai mahasiswa Indonesia yang tinggal di Korea Selatan. Host bertanya tentang penanganan Covid-19 di sana. Ya di negara Korea Selatan maksudnya. Sedikit saja saya kutip penjelasan si mahasiswa Indonesia itu.

Kondisi sekarang lebih terkendali. Berbeda dengan satu dua bulan yang lalu yang sempat terjadi kepanikan membeli. Dimana, beberapa barang kebutuhan, masker dan hand sanitizer langka. Saat ini, pemerintah sudah menyediakan hand sanitizer di tempat umum secara cuma-cuma dan membagikan masker juga secara cuma-cuma. Penyemprotan desinfektan dilakukan dua kali seminggu. Disana tidak diberlakukan lockdown tetapi setiap warga dianjurkan tinggal di rumah. Ketika host bertanya apakah ada sanksi bagi warna yang melanggar anjuran itu, si mahasiswa menjawab: kalau di sini ya masyarakatnya patuh sih.

Saya tidak ingin mengulik terlalu dalam tentang bagaimana sebaiknya menangani Covid-19, karena saya sadar diri bahwa saya bukanlah pakar. Saya juga tidak ingin membahas hal-hal yang akan membuat suasana semakin kisruh, seperti menyalahkan pemerintah atau siapa saja yang kurang sigap dan kurang koordinasi dalam menangani wabah pandemi ini.

Anggap saja wawancara tersebut dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat Indonesia atau pemerintah Indonesia. Host mengangkat topik berita yang (meskipun tidak terang-terangan) membandingkan bagaimana penangan kasus ini di Indonesia dan bagaimana di luar sana. Marilah kita berpikir positif. Kalaupun penangan di luar sana lebih baik dari apa yang kita lakukan, mengapa kita tidak mengadopsinya. Kalau budaya masyarakat di sana lebih baik mengapa kita tidak mengikutinya. Sederhana saja bukan.

Hal semacam itu juga sering kita lakukan di sekolah. Seorang guru seringkali menghadapi kesulitan saat menasehati siswanya. Karakter setiap kelas berbeda. Kelas A misalnya, karakternya bagus. Kompak dan antusias belajar tinggi. Antara satu siswa dengan siswa yang lain saling mendukung dan saling menghargai. Biasanya, guru akan merasa betah dan nyaman mengajar di kelas tersebut. Sebaliknya kelas B tidak. Berbalik 180° atau sangat bertolak belakang. Guru sudah menasehatinya dengan berbagai cara tetapi hasilnya nihil. Nah, cara ini juga, akhirnya. Membandingkan dengan kelas yang lain dan berharap menginspirasi siswa dikelas tersebut. Tetapi ini sebetulnya cara yang salah karena dapat menyakiti mereka. Dibandingkan dengan orang yang lebih baik dari dapat bermakna merendahkan. Tetapi saya berbaik sangka, bahwa seorang guru melakukan ini karena sudah kehilangan cara. Cara-cara yang lebih baik sudah dilakukan tetapi tidak berhasil.

Sama seperti yang dilakukan oleh host dan tim kreatif TV tersebut. Tujuannya baik. Ingin membuka mata semua orang. Ingin memperbaiki situasi. Ingin berkontribusi. Yang berjiwa besar mudah saja menerima sentilan itu. Yang tidak, tentu akan berang dengan melontarkan kata-kata kasar. Tidak mau dibandingkan tetapi tidak juga berkontribusi untuk memperbaiki keadaan.

Guru adalah profesi saat berada di institusi sekolah. Tetapi guru juga anggota masyarakat. Sebagai anggota masyarakat, guru tak ubahnya seperti siswa. Sebagai orang awam kita mendapat edukasi tentang wabah pandemi ini. Bagaimana sikap kita?

Saya percaya, dibalik semua bencana ini pasti ada hikmahnya. Ibarat soal ujian, ini adalah soal yang membutuhkan penalaran dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi. Setiap jawaban akan memunculkan masalah baru. Mungkin serupa puzzle yang sulit ditemukan potongan-potongan yang saling melengkapi. Soal ujian yang tidak bisa diselesaikan secara individu tetapi membutuhkan kolaborasi.

Inilah soal Hots yang sesungguhnya.

#tantangangurusianaharike56