Entah ini sudah terjadi berapa kali. Mungkin sudah seringkali, tapi kejadian kali ini membuat saya hanya bisa melongo sambil merasakan sakit yang tak terperikan. Di sana, jauh di lubuk hati yang paling dalam.

Ini bukan sesuatu yang langsung berhubungan dengan saya juga sebetulnya. Bahkan bisa dikatakan tidak ada hubungannya sama sekali. Tapi karena kedekatan kami, saya kok jadi baper. Mungkin karena pernah juga merasakan hal yang sama.

Ini kepiluan yang terjadi pada teman baik saya. Ia kehilangan file laporan pembuatan alat peraga. Benar-benar hilang. Saya sudah membantu mencarinya kemana-mana. Saya menjelajah kemana-mana. Menggunakan mesin pencari juga. Bahkan sampai ke tempat sampah. Tapi isi file itu raib. Tinggal namanya yang berisi dengan file lain.

Anggaplah ini sebuah kecelakaan. Meskipun tidak ada yang luka, retak bahkan gegar otak tetapi dampak yang diakibatnya sama-sama menyakitkan. Bayangkan, teman saya itu sudah berhari-hari mengerjakannya. Ia membuat alat peraga pelajaran dan membuat laporan pembuatan alat peraga tersebut. Nantinya alat peraga itu akan disertakn dalam pengajuan angka kredit dari unsur karya inovatif. Ia sudah memperbaikinya beberapa kali sehingga mendapatkan hasil yang ia anggap paling baik. Disaat semua sudah siap, tiba-tiba file itu raib, hanya karena salah klik.

Kejadian seperti ini memang seringkali terjadi. Terjadi pada kami kaum manula yang harus berjibaku menaklukkan teknologi, demi anak bangsa. Meski kelihatannya sangat dimudahkan, tinggal klik sana-sini dan semua serba otomatis tapi faktanya tetap saja bagi kami sering salah klik. Akibatnya kadang bisa diatasi dengan undo tapi tidak jarang pula kami harus mengetik ulang.

Ada pula kejadian yang sering lebih naif dari itu. Berbagai aplikasi yang harus kami akrabi yang masing-masing menuntut kami memiliki akun, kami harus mengingat-ingatnya dengan baik. Padahal memori kami tentu sangat menurun daya ingatnya. Tidak jarang ada teman yang bingun harus menuliskan apa ketika diminta password. Ini ditulis password yang mana? Passwordku apa? O la la. Setelah itu kami tertawa, menertawakan diri sendiri. Password yang serupa kunci rumah sendiri sampai ditanyakan kepada orang lain.

Karena daya ingat yang turun pula, kadang-kadang kami lupa perintah-perintah dan langkah-langkah. Beberapa teman mencatatnya dalam notes kecil, yang selalu dibawa kemana-mana. Bila harus melakukan hal yang sama dan mengalami kendala, buku itu dibuka. Diikuti langkah per langkah. Kalau tidak berhasil juga, mencolek temannya dengan bertanya, gimana ini.

Tapi itulah tantangan. Semua kami nikmati dengan berbesar hati. Meskipun saat kejadian ekspresi kami entah seperti apa, tapi setelah itu kami bangkit lagi. Sebagaimana yang selalu kami sampaikan kepada siswa-siswa kami, jangan menyerah, siap menghadapi tantangan untuk menjadi pemenang. Kalau kami tak bisa meneladankan pada diri kami, bagaimana pesan kami akan sampai pada mereka.

Kalau dikatakan kami gaptek, memang itu kami akui. Tapi sepertinya itu bukan kesalahan kami. Ilmu seperti itu tidak kami dapatkan dibangku kuliah. Dan jaman memang sudah berubah. Kami harus siap menerima perubahan. Kami siap menghadapi perubahan dengan terus belajar.

Bukankah kita semua adalah pembelajar sejati?