HATI YANG LUKA (6) TTG 365-H-297
Malam tenggelam berganti fajar, terdengar sayup-sayup suara azan, koper gedenya yang bagus menarik perhatian orang, karena tidak sesuai dengan penampilannya yang kusut. Risna celingukan mau sholat subuh, biar hatinya hancur, badannya seperti habis digebukin orang sekampung tapi dia ingat Tuhan.
“Sholatlah biar saya jagain kopernya,” Bimo menawarkan, entah kenapa hatinya tersentuh melihat Risna, dia ingat kakak perempuan satu-satunya yang mati gantung diri karena hamil dan ditinggal pacarnya. Hatinya sakit, dia mencari keberadaan lelaki bejat yang menghamili kakaknya dan berniat ingin membunuhnya, tapi belum ketemu sampai sekarang, entah di mana dia, mungin sudah mati ditelan bumi, pikirnya geram. Risna memandangnya ragu, tapi dia pasrah, dia ambil baju ganti, handuk kecil dan sabun lalu ke kamar mandi yang kecil. Tak apalah batinnya, yang penting dia bisa suci dan sholat. Ketika menyabun badan, airmatanya bercucuran, pedih sekujur badan terlebih lagi di dalam sana, sesuatu yang dia jaga sudah dihancurkan manusia laknat. Sakit pedih tak terkira. Dia kenakan celana panjang dan sweater serta kerudung pemberian temannya Menur sahabatnya.
“Kenapa kamu memberikan kerudung, aku kan ga pakai ini,” kata Risna kala itu.
“Udah ga papa, simpan aja, suatu saat kamu akan memerlukannya,” Menur memeluknya yang terakhir kali. Setelah masa pandemi tak sekalipun mereka bisa bertemu, tiba-tiba kabar duka meremukkan hatinya, Menur meninggal karena virus Covid 19. Kini taka da lagi sahabat sebaik Menur, yang menghiburnya dikala sedih, menasehatinya tatkala hatinya rusuh dan marah. Sungguh tak mudah hidup sebagai Risna.
Dia keluar dari kamar kecil yang benar-benar kecil, menuju mushola yang juga kecil, dia menangis dalam sholatnya. Kini dia tidak punya siapa-siapa, sebatang kara di tempat yang juga dia tidak mengenalnya. Segera dia selesaikan sholatnya karena teringat kopernya, dia masih ragu apakah Bimo pemuda baik atau jahat. Bimo terperanjat melihat Risna keluar menggunakan kerudung, tapi dia diam saja.
“Sudah sholatnya, gentian titip ini, aku juga mau sholat,” Bimo menyodorkan ranselnya begitu saja. Entahlah dia kok percaya begitu saja pada wanita yang baru di kenalnya ini, dia seperti membutuhkan pertolongan, dia tak mungkin macam-macam. Risna bahagia, sejenak dia lupakan kesedihannya, dia tersenyum menyambut ransel Bimo yang setengah dilempar. Andai aku punya adik sebesar dia, pasti dia bisa melindungiku, ibuuu … kenapa ibu pergi tak meninggalkan adik buatku, rintihnya. Dia peluk ransel Bimo, sambil memegangi perutnya karena lapar.
#Bersambung
#Depok, 25 Oktober 2022
#EDH#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Dua manusia yang saling membutuhkan. Kkisahnya kereennn. Smg sukses selalu, Bunda
Terimakasih bu Erna, salam sukses kembali
Aduhhh...tabahkan hatimu Risna. Smga Bimo menolongmu dg tulus.
Terimakasih oma, kita nantikan perjalanan mereka ya ...
Ceritanya mengharukan, Keren Bu Endang, sukses selalu
Terimakasih pak Rochadi, salam sukses kembali
Seruu kisahnya, Bu Endang. Dua manusia saling membutuhkan... Salam sukses selalu.
Terimakasih bu Cicik, salam sukses kembali
Kutunghu lanjutannya
Baik, nantikan lanjutannya ya bu
Cerita yang menarik. Ditunggu lanjutannya Bun. Semoga sehat selalu.
Baik bu Nanik, terimakasih sudah setia membaca, salam sukses kembali