Endang. M. E (eme effendi)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
LIMA MENIT MENGHALUSKAN PERANGAI SISWA

LIMA MENIT MENGHALUSKAN PERANGAI SISWA

Gejala terjadinya krisis moral dalam berbagai bentuk dengan skala yang bervariasi terjadi bukan hanya di kota-kota besar melainkan juga –dalam skala yang lebih rendah—terjadi juga hingga ke peloksok-peloksok pedesaan. Gejala prilaku indisipliner seperti bolos skolah, mangkir dari tugas-tugas guru, ugal-ugalan di jalanan dengan speda motor, perundungan kepada teman dan lain-lain sering terjadi.

Demikian pula gejala-gejala prilaku yang mencerminkan budi pekerti kurang terpuji semakin sering ditunjukkan oleh para siswa. Gejala tersebut antara lain muncul dalam bentuk prilaku tidak sopan, tidak menghargai orang yang lebih tua, melalaikan ibadah, pertengkaran, dan lain-lain. Makin banyak siswa yang nampak tidak menyesal dan tampil tanpa rasa bersalah saat mereka melanggar norma dan tata tertib sekolah.

Karakter seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan hati. Pikiran dan hati yang kotor akan menimbulkan prilaku yang kotor, sebaliknya pikiran dan hati yang bersih akan menimbulkan perbuatan dan karakter yang bersih pula. Satu butir DASA DARMA Pramuka yakni “suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan”. Hati seseorang akan suci bersih manakala senantiasa dihiasi oleh perkataan yang suci. Perkataan yang suci antara lain adalah kalimah-kalimah toyibah yang akan senantiasa terlontar manakala dibiasakan sehingga melekat menjadi karakter seseorang.

Manusia mulai hidup dari nol, berangkat menapaki jalan kehidupan dengan bekal kecerdasan dan fisik (indera) yang sempurna dalam bentuk energi potensial. Dia juga diberi kebebasan memilih dua jalan yang saling bertentangan. Secara eksternal dihadapkan pada malaikat, petunjuk di satu pihak dan juga syetan di lain pihak. Dia melangkah menuju dua titik, keridloan Tuhan dan murka Tuhan. Kemana ia melangkah dipengaruhi oleh apa yang dia jumpai dan dia alami. Nabi menginformasikan bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrahnya (bersaksi bahwa Alloh adalah Tuhannya), orang tuanya (lingkungan yang dia alami) lah yang karakter dia selanjutnya.

Pengalaman hidup itulah yang akan mempengaruhi manusia apakah dia akan mengotori dirinya atau membersihkan dirinya. Untuk itu manusia dalam menapaki jalan kehidupannya senantiasa membutuhkan pertolongan dan bantuan. Di sinilah pendidikan berperan. Pendidikan harus menjadi upaya membantu manusia mengingat kembali perjanjian imani. Pendidikan harus berperan membantu manusia membersihkan dirinya dari karakter jahat dan membantu manusia mengembangkan karakter baik. Nabi sendiri diutus Alloh untuk mendidik manusia membersihkan dirinya (innamal-buitstu liutamimma makarimal-akhlaq).

Untuk membangun kembali konsep dasar Pendidikan karakter (budi pekerti luhur), maka perlu dirumuskan beberapa asumsi dasar mengenai manusia sesuai dengan penciptaanya. Antara lain sebagai berikut:

1. Manusia adalah mahluk beriman yang telah mengikat perjanjian berupa pengakuan bahwa Alloh itulah Tuhan semesta alam. Dengan kata lain manusia memiliki potensi kecerdasan spiritual sebagai pusat gravitasi kehidupannya.( Ary Ginanjar 2003)

2. Manusia dibekali kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektual melalui hati nurani, otak/akal dengan segala kekuatan inderawi sebagai isntrumen berfikir.

3. Dengan bekal kecerdasan emosi dan kecerdasan intelektualnya manusia diberi kemungkinan berkembang ke arah jahat atau ke arah taqwa. Secara eksternal Tuhan menyiapkan petunjuk (Ajaran agama) untuk membantu manusia membersihkan dirinya dan mengembangkan potensi taqwa, dipihak lain Tuhan menyiapkan Syetan yang akan membawa manusia mengkotori dirinya dengan mengembangkan sifat jahat.

4. Dengan membawa semua bekal dalam bentuk energi potensial itu, manusia dilahirkan dalam keadaan nol (tidak mengetahui apapun)

5. Perkembangan manusia ke arah mana dia berjalan sangat dipengaruhi oleh apa yang dia alami dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya.

6. Perjalanan manusia dalam kehidupannya di dunia diberi tugas untuk beribadah kepada Alloh dan menjadi khalifah Alloh di muka bumi.

7. Manusia ditantang oleh Alloh agar dia berjalan menuju surga dalam keridloan Alloh.

Berdasarkan asumsi tersebut, dapatlah dibangun pemikiran bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah upaya yang dilakukan secara sengaja, sadar dan terencana untuk membantu manusia mengembangkan sifat taqwa dan membersihkan dirinya dari pengaruh syaitoniah. Secara sederhana dapatlah dirumuskan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya pensucian diri.Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa pendidikan karakter harus mempertimbangkan hal-hal berikut:

Pertama, proses pendidikan harus berisi aktivitas-aktivitas yang mampu membawa peserta didik mengenal Alloh melalui aktivitas fikir dan dzikir dalam setiap keadaan. Dalam hal ini, kemampuan siswa menangkal godaan syaithoniyah bukan hanya dalam bentuk pengajaran dan latihan saja, melainkan lembaga pendidikan harus menciptakan sarana/prasarana serta lingkungan pendidikan yang mampu membentengi siswa dari pengaruh syaithoniyah yang masih berada di atas kemampuan siswa untuk membentenginya sendiri.

Kedua, proses pendidikan karakter berisi kegiatan pembersihan diri siswa dari sifat-sifat jahat dan dalam waktu yang bersamaan mampu mengembangkan sifat-sifat taqwa yang sudah ditanamkan Alloh pada saat penyempurnaan jiwanya. Semua aktivitas pendidikan karakter baik dalam bentuk pengajaran maupun latihan diciptakan sedemikian rupa mengandung unsur pembersihan sifat-sifat fujur dan mengembangkan sifat-sifat taqwa. Proses ini harus masuk ke dalam seluruh unsur pembelajaran baik pada bahan ajar, sekenario pembelajaran maupun pada manajemen kelas. Proses ini juga harus menjadi ruh kurikulum baik dalam real-curiculum maupun dalam bentuk hidden-curiculum.

Salah satunya adalah melalui pembiasaan kalimah toyibah (Laa ilaha illalloh, subhanalloh, astagfirulloh al-‘adzim, allohu akbar, lahaula wala quwata illa billah, dll) seuai tempat, waktu dan situasi yang dihadapi maka hati dan jiwa peserta didik akan menjadi bersih dan senantiasa dekat dengan Tuhannya. Dari hati yang bersih diharapkan terbangunn karakter (budi pekerti) yang baik dan mampu menghindari terjadinya krisis moral pada generasi muda.

Selain kalimah kalimah toyibah yang dibiasakan terlontar secara spontan dalam setiap mengalami berbagai peristiwa untuk menghaluskan budi perangai siswa dapat dibiasakan pula membaca kalimah-kalimah toyibah setiap awal pertemuan pembelajaran. Lima menit cukup setiap awal pertemuan pembelajaran setelah berdo’a, siswa diajak mengumandangkan kalimah-kalimah seperti:

- Subhaanalloh walhamdulillah, walaa ilaaha illallohu Allohu akbar, laa haula walaa quwata illa billaahil aliyil adzim.

- Astagfirulloh robbal barooya, astagfirulloh minal khotoya. Robby zidni ilma nafi’a, wawafi’na amalan maqbula, wawahabli rizqon wasyi’a, watub ‘alaina taubatan nasuuha.

- Dan lain-lain.

Bahan Bacaan

Ary Ginanjar Agustian. (2003). ESQ POWER Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan.Jakarta: Penerbit Arga

Endang Masluh Effendi. (2013). Tazkiyatun-Nafs (Perumusan ulang tentang Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam). Dalam I’TIBAR, Jurnal Ilmiah ilmu-Ilmu Keislaman Vol 01/Nomor 01/November 2013. Bandung:Kopertais wilayah II Jawa Barat dan Banten

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post