Endang. M. E (eme effendi)

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
PLAK, PLAK,PLAK; PELAJARAN DI BALIK TAMPARAN KEPALA SEKOLAH

PLAK, PLAK,PLAK; PELAJARAN DI BALIK TAMPARAN KEPALA SEKOLAH

Di atas tanah merah, kadang langitpun merah, walau tuk melihat meski tengadah. Di pinggir kuburan itulah tempat saya mengubur berbagai kebodohan, mengubur ketidak tahuan dan kekanak-kanakkan. Tiga tahun lebih 6 bulan saya menyelesaikan SLA di sana. Saat itu Mendikbud Daoed Joesoef menambah tahun pelajaran setengah tahun, oleh karena itu SLA saya menjadi tiga tahun setengah. Dan sejak saat itulah awal tahun pelajaran menjadi bulan Juli. Para pembaca yang kini sudah kepala 5 pasti ingat peristiwa perpanjangan tahun pelajaran itu, tahun 1978.

Ruang-ruang kelas yang jauh dari kemegahan, bahkan beberapa terkesan kumuh bak pabrik kerupuk, berjejer membentuk pola segi empat mengelilingi lapang upacara. Komplek sekolah tanpa benteng, membelakangi kuburan umum hanya terhalang pagar duri yang mudah diterobos anak-anak yang bolos. Sekolah Tenik Menengah (STM) tempat saya menuntut ilmu itu menyimpan berbagai kenangan. Yang indah, yang ceria, bahkan yang terasa pahit, bercampur menjadi catatan perjalan hidup yang membentuk saya seperti sekarang ini. Saat itu STM memiliki ciri unik dan terkadang dipersepsi sebagai sekolah tempat anak-anak sangar dan bandel. Apalagi jurusan yang saya ambil adalah jurusan teknik mesin, siswanya sering dijuluki dengan sebutan “muka besi”. Sebagian besar guru-gurunyapun tegas bahkan tak jarang kerkesan keras.

Selama saya sekolah di tempat ini, ada seseorang yang punya tempat sepesial di hati. Tubuhnya tinggi, gemuk, kulit sawo matang nyaris hitam, wajahnya sedikit sangar. Jika dia bicara serius, kadang giginya terkatup, matanya tajam menatap kawan bicara. Sangat berwibawa. Tidak akan ada siswa yang iseng apalagi bertindak macem-macem di hadapannya. Tapi ia sangat perhatian, hatinya penuh kasih sayang. Bagi saya ia sangat istimewa. Saya menjadi muridnya selama 6 tahun setengah. Lho kok bisa? Ya karena saat saya di Sekolah Teknik (SLP) dialah kepala sekolahnya, saat saya melanjutkan ke STM bersamaan dia juga mutasi ke STM tempat saya melenjutkan sekolah. Oleh katenai itu dia tahu persis karakter dan keadaan saya. Tak jarang dia memberi uang sekedar buat jajan, sesekali menberinya buat bayar SPP. Dialah Kepala sekolah itu.

Ada peristiwa yang memberi kesan sangat mendalam dari bapak kepala sekolah ini. Kejadian yang tak mungkin terlupakan. Pedih, pahit namun mujarab sebagai jamu yang kelak menjadi obat untuk kesehatan mental saya. Pengalaman yang menyedihkan, memalukan bahkan demikian lama menorehkan sesal yang tak kunjung usai. Senin pagi itu, upacara bendera diisi oleh sambutan bapa Kepala Sekolah. Salah satu yang paling ingat adalah saat dia menyampaikan mohon maaf atas kondisinya yang kurang bugar , karena dini hari baru saja pulang rapat dari Jakarta. Di sanalah saya benar-benar tolol dan memalukan. Tiba-tiba, spontan saya mengeluarkan kata-kata yang sungguh tidak sopan kepada Kepala Sekolah. Sialnya, celetukan saya itu bersuara cukup terdengar oleh siswa lain dan juga oleh Kepala Sekolah.

Atas kelakuan saya yang kurang ajar itu, selesai upacara, kelas saya ditahan oleh Bapak Kepala Sekolah, untuk tetap di tempat upacara. Dengan muka yang merah, mata melotot dan giginya sedikit gemertak, saya diminta ke depan. Saat saya tiba di depan tematn-teman, plak...plak...plak. Tangan yang kekar dengan batu cincin akiknya itu mendarat tiga kali di pipi kiri dan kanan. Tamparan yang menimbulkan sakit luar dalam. Sayapun mengalami depresi yang hebat. Tidak ingat lagi apa yang terjadi. Beberapa saat, saya mulai ingat, berada di ruang kelas, dua orang guru olah raga memegang kaki dan tangan. Konon baru saja saya reda dari amukan yang hebat. Alhamdulillah amukan saya dapat diatasi oleh kedua guru olah raga tersebut.

Setengah jam kemudian, Bapak Kepala Sekolah meminta saya ke ruangannya. Berjalan gontay, tertunduk karena malu dilihat beberapa siswa yang menyembul dari pintu pintu kelas. Sakit pipi, tapi lebih sakit di hati. Sakit oleh kelakukan sendiri. Di ruangannya, Pak Kepsek sudah duduk menanti di kursi tamu. Demi melihat isyarat tangannya mempersilahkan masuk, saya menghapirinya, bersimpuh memeluk kedua kakinya, menangis meminta maaf. Dia rangkul bahu saya, diangkatnya dan mendudukan saya disampingnya, dia mencium kening saya. Singkatnya dia juga meminta maaf. Dia mengungkapkan bahwa dia betul betul marah dengan kelakuan saya. Marah yang sebenarnya sehingga diapun spontan menampar saya dengan tamparan seperti koboy menampar lawannya.

Pak Kepsek itu menjelaskan bahwa dia sangat kecewa dengan prilaku saya yang tak disangka-sangka. Membuat dia betul betul marah hingga diapun lupa diri telah menampar saya dengan tamparan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap siswa yang selama ini dibanggakan dan disayangi. Akhirnya, berbagai nasihat yang sangat berharga saya dapatkan dan, ini yang paling berkesan, dia berdoa buat saya agar kelak saya dapat mencapai sukses.

Sebuah pengalaman yang betul betul berbekas. Walau pahit namun paling tidak kejadian itu memberi saya pelajaran berharga. Pelajaran untuk lebih bijaksana, yang ternyata kelak menjadi bahan renungan dalam menjalankan profesi saya sebagai guru. Pelajaran pertama tentang menjaga mulut, mulutmu harimaumu adalah ungkapam yang benar-benar nyata saya alami. Tak dapat disangkal, kejadian tersebut dipicu oleh mulut saya yang nakal, spontan dan tidak sopan. Saya benar-benar sadar bahwa menjaga mulut dari ujaran yang tidak perlu dapat mengakibatkan hal yang fatal. Salah satu karakter yang harus tetap dibina, dipelihara dan dikendalikan adalah menjaga kata-kata. Pribahasa lidah lebih tajam daripada pedang, sungguh nyata. Bukan hanya dapat melukai orang lain, namun bisa jadi melukai diri sendiri, senjata makan tuan.

Pelajaran kedua, bahwa orang akan selamat jika tahu diri. Tahu, siapa dirinya dan siapa mereka. Tahu di mana dirinya berada, dalam kondisi apa, sebagai apa berperan saat itu. Dalam Basa Sunda ada ukapan bahwa orang yang bijak itu adalah orang yang “ngukur ka kujur, ningali ka diri, nalipak kana awak” (arti singkatnya, ya jadi orang harus tahu diri). Orang yang tahu diri dan pandai membaca situasi dengan kesadaran penuh, akan mampu melakukan tindakan yang tepat. Jika suatu saat, seorang berada pada posisi “biasa” saja di tengah pergaulannya, tapi dia tidak tahu diri sehingga bertindak melebihi posisinya, maka orang lain akan menganggapnya sombong. Sebaliknya jika seseorang suatu saat berada pada posisi “di atas” orang lain, tetapi, karena tidak tahu diri, dia berperan di bawah posisi sebenarnya, maka kelebihannya mubazir dan kurang memberi manfaat, serta akan kehilangan momen yang berharga.

Pelajaran ketiga, ini merupakan pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan profesi saya saat ini adalah bagaimana kekerasan dapat terjadi. Kekerasan fisik senantiasa terjadi karena adanya kemarahan pelakunya. Hal ini demikian penting bagi seorang guru. Hampir semua kekerasan fisik seorang guru terhadap siswanya, terjadi saat guru itu marah. Kemarahan sangat kuat mendorong kekerasan baik verbal maupun fisik. Apapun latar belakang kemarahan itu, baik kemarahan karena benci, karena kecewa, maupun kemarahan karena menyesal.

Banyak orang yang “membela” dan melakukan pembenaran atas kekerasan fisik yang dilakukan guru seperti mencubit, menjewer, menampar dan sebagainya dengan alasan kekerasan dalam rangka mendidik. Konon sebagian membela bahwa kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswa dilakukan karena kasih sayang. Ini memang debatabel. Namun bagi saya, apapun latar belakangnya, pemicu kekerasan fisik yang dilakukan guru pada siswanya lebih banyak terjadi tanpa rencana, melainkan terjadi spontan karena timbul kemarahan, apapun yang memicu kemarahan itu. Alhasil, kekerasan fisik guru terhadap siswa dapat dicegah dengan memelihara kondisi psikologis agar tidak mudah marah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Dahsyat ceita nyatanya inspirasi banget..

11 Oct
Balas



search

New Post