Karena kesibukan dan kejar tayang yang lain, tak ada waktu untuk menyapa gurusiana. Ada rasa rindu yang tergayut, ingin segera bisa kembali mewarnai meski hanya dengan tulisan pendek saja. Beberapa kali mencoba membuka, kemudian menuliskan judul. Namun, begitu judul dituliskan, tak ada kata-kata lanjutannnya. Padahal, biasanya setiap kata tertata dengan sendirinya.

Pikiran, konsentrasi, mood, memang sangat besar peranannya. Tanpa itu semua, ide hanya tinggal ide saja. Semua hanya sebatas keinginan tetapi tak akan menjadi tulisan, menjadi teks yang bermakna. Saya tak ingin memaksakan untuk terus menulis. Biarkan ide itu terhenti sementara. Saya yakin, pada saatnya ide itu akan kembali memanggil kemudian menjadi jalinan alur kata yang runtut terstruktur.

Sebuah pertanyaan terlintas, masa menulis beberapa paragraf saja tak bisa. Setelah saya pikir-pikir, saya sebenarnya tetap menulis. Tak ada hari tanpa menulis. Namun, tulisan yang saya buat berbeda. Hasil tulisan akan membekas di tempat yang berbeda. Akan dibaca, tetapi pembacanya berbeda. Tulisan saya akan dikritisi oleh orang yang berbeda. Pakar sebenar-benarnya pakar sehingga persiapannya tak hanya pandai berkata-kata tetapi perlu strategi menjelaskan alasan beserta bukti dan data.

Pengalaman ini mengingatkan saya kepada seorang teman yang “curhat” bahwa ia tak bisa meneruskan tulisannya. “Buntu, Bu”, begitu jawabannya ketika saya bertanya sampai di mana tulisannya. Pada saat itu, saya menyampaikan, “Tulis yang dirasakan, yang dilihat, yang dialami, yang diingini, dan yang lainnya”. Saya biasanya menasihati teman, sekarang saya mengalami seperti yang dialami teman.

Ternyata, kehabisan ide tulisan itu menyakitkan. Sedih, merasa bodoh, merasa tak berdaya. Apa itu pula yang dialami siswa saat diberi tugas untuk menyusun teks? Jika demikian, guru bahasa Indonesia seharusnya bijaksana apabila menemukan sebuah kertas ulangan hanya berisi sebuah judul dan beberapa kalimat yang tak jelas. Untuk menulis memang deperlukan pengetahuan dan keterampilan. Saat tak ada pengetahuan atau ide, keterampilan menulis juga tak akan ada. Oleh karena itu, kita perlu terus-menerus memenuhi pikiran dengan berbagai pengetahuan agar keterampilan menulis segera datang.

Panggilan untuk menulis kembali datang, saya pun menyambut dengan girang. Saya ingin meninggalkan jejak hari ini di gurusiana. Pikiran untuk menulis yang lain saya hentikan karena tak akan mungkin bisa menulis keduanya. Pikiran harus fokus pada satu titik, tak bisa dibagi-bagi. Setelah tulisan ini selesai, saya akan berpindah pada tulisan kejar tayang lainnya. Alhamdulillah, tulisan yang hanya sekadar tulisan ini pun selesai. Ini bukti cinta bahwa saya akan meninggalkan jejak di sini. Terima kasih sudah memanggil. Kembalilah memanggil jika tahu saya tak segera datang.

“Rindu itu berat”, kata Dilan.