Endang Wahyu Widiasari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Gerakan Literasi Di sekolahku

Gerakan Literasi Di sekolahku

Kebiasaan membaca sudah ditanamkan oleh kedua orang tua saya sejak kecil. Alhamdulillah ibu saya seorang guru Sekolah Dasar dan di rumah kami keberadaan majalah, koran, dan buku-buku bacaan bukan hal yang asing. Walaupun tidak banyak tetapi sudah kami miliki sejak dari kecil. Ibu selalu menyempatkan membeli majalah untuk anak-anaknya.

Ketika sudah berkeluarga, saya menikah dengan suami yang juga senang membaca. Walaupun ketika itu saya masih menjadi tenaga guru kontrak dengan gaji yang di bawah UMR, tetapi allhamdulillah suami sudah menjadi PNS dan selalu menyisihkan uang untuk berlangganan koran dan beberapa majalah. Jika ada uang lebih, kami suka mengajak anak-anak jalan-jalan ke toko buku. Meskipun pada waktu itu belum ada dana sertifikasi seperti sekarang ini, namun saya selalu menyisihkan uang untuk berlangganan koran, majalah, dan juga membeli buku-buku bacaan.

Saya bersyukur karena sekarang ada peningkatan ekonomi bagi guru. Adanya tunjangan sertifikasi membuat kami sekeluarga menjadi leluasa untuk membeli buku. Setiap cair tunjangan sertifikasi, kami sisihkan 10 % untuk belanja buku, selain tentunya untuk zakat kepada yang berhak.

Dengan adanya dana sertifikasi, alhamdulillah suami dan saya sendiri bisa menyelesaikan kuliah S2. Terimakasih untuk pemerintah yang telah memberikan dana sertifikasi buat kami para guru. Insyaa Allah dana itu akan kami pergunakan untuk peningkatan kualitas kehidupan keluarga dan untuk meningkatkan profesionalisme sebagai guru pendidik.

Dari dana sertifikasi, saya leluasa untuk membuat alat-alat peraga pendidikan. Walaupun alat peraga yang dibuat masih sederhana namun itu sebagai upaya melakukan perubahan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di dalam kelas.

Buku di rumah dari hari kehari semakin banyak. Begitu juga koran-koran bekas menumpuk di gudang, yang kalau di jual ke tukang rongsokan satu kilo koran hanya dihargai dengan harga 1000 rupiah.

Ketika itu kebetulan selain saya mengajar di SMPN 2 Cikalong Wetan, saya bersama teman teman juga merintis pendirian SMPN 4 Cikalong Wetan yang ketika itu bernama SMP Terbuka 2 Cikalong Wetan. Jumlah siswa pertama berjumlah 45 orang, namun di tengah perjalan ada yang keluar, ada yang pindah hingga jumlah akhir sampai ke kelas 9 hanya 37 orang. Perlu diketahui, sebelumnya saya mengajar di SMPN 2 Haurwangi Cianjur, sekolah yang banyak memberikan pengalaman yang luar biasa kepada saya dalam bekerja. Terima kasih untuk keluarga besar SMPN 2 Haurwangi disanalah awal mula kelahiran saya sebagai seorang guru hingga menjadi seorang abdi negara PNS.

Karena di sekolah belum ada satupun buku bacaan, akhirnya saya berembuk dengan suami, dan hasil dari diskusi suami mengijinkan saya untuk membawa buku-buku cerita dan koran bekas untuk dibawa ke sekolah. Ketika itu ada 50 buku bacaan yang dibawa dari rumah ke sekolah. Buku tersebut saya simpan di perpustakaan sekolah. Pada mulanya perpustakaan itu adalah gudang yang sudah tidak terpakai dan saya sulap menjadi perpustakaan.

Status kami waktu itu menumpang di SD Cireundeu. Alangkah senangnya pihak SD karena gudang yang kami jadikan perpustakaan juga bisa dipergunakan untuk kegiatan solat, belajar kesenian dll, yah mirip seperti ruang serbaguna. Setiap hari anak-anak sebelum belajar membaca koran atau membaca buku-buku pelajaran, kami menciptakan waktu itu bagaimana anak-anak senang berada di sekolah dan tidak ngantuk karena sekolah sore ditambah jauh dari rumah. Terlihat anak-anak asyik sekali membaca buku, tidak jarang ada anak yang ingin meminjan buku untuk dibawa ke rumah.

Dari 50 buku yang dibawa bukannya bertambah tapi justru malah berkurang. Ini terjadi karena kami juga belum mempunyai tenaga pustakawan. Akibatnya siapa-siapa yang meminjam buku jadi tidak terkontrol. Sering kali saya dan guru lain mengingatkan anak-anak untuk mengembalikan lagi buku pada sekolah, tetapi susah juga. Akhirnya saya berpikir untuk mengiklaskan saja buku-buku yang hilang. Harapannya mudah-mudahan buku yang tertinggal di rumah siswa, selain dibaca oleh siswa juga dibaca oleh keluarga yang lain. Harapan lain mudah-mudahan kelak disekolah semakin banyak bukunya, meskipun belum tahu sumbernya dari mana.

Untuk yang kedua kalinya saya bawa lagi buku-buku dari rumah untuk disimpan di sekolah. Kali ini bekerja sama dengan guru lain untuk mencatat sirkulasi buku masuk dan buku keluar. Alhamdulillah, siswa mulai tertib ketika meminjam dan mengembalikan buku.

Pada satu kesempatan, setelah selesai membaca buku saya tugaskan anak-anak membuat rangkuman di buku khusus yang di sebut buku harian. Di buku itu juga mereka bebas menulis apapun setiap hari. Saat diperiksa ternyata tulisan anak-anak bagus-bagus walaupun masih sederhana. Memang kalau untuk diperlombakan tentu kualitasnya masih jauh. Dampak yang terasa dari buku harian tersebut kami menjadi semakin tahu tentang keinginan dan keluh kesah mereka. Selain itu, kualitas tulisan mereka pun terlihat ada perkembangan ke arah yang lebih baik.

Kemudian kami berinisiatif tulisan anak-anak yang bagus di tulis ulang. Anak-anak diberi fasilitas kertas HVS dan juga spidol warna warni-untuk dibuatkan karya tulis dan gambarnya. Kemudian untuk memotivasi siswa kami simpan di mading sekolah, yang waktu itu tempatnya di stereopom dan disimpan di ruang serbaguna. Dengan demikian anak-anak semakin senang dan termotivasi untuk membuat karya tulis. Hal ini terlihat dari karya yang masuk dari hari ke hari semakin banyak.

Banyaknya karya siswa menimbulkan inisiatif untuk membuat suatu buletin. Gagasan tentang buletin berkembang menjadi majalah sekolah yang diberi nama CAHAYA (Membaca Sepanjang Hayat). Satu kendala yang kami rasakan yaitu masalah memperbanyak dan sirkulasi majalah tersebut. Maklum kami semua awam tentang dunia majalah. Walaupun demikian hal itu tidak menjadikan kami surut. Langkah awal yang terpenting menyiapkan naskah saja dulu.

Badan terasa lelah sebab semua naskah sampai menjadi majalah sekolah di ketik oleh sendiri. Teman-teman dan juga siswa membuat tulisan dengan tulisan tangan karena tidak ada fasilitas laptop. Walau begitu saya bersyukur karena teman-teman mau memberikan karya tulisnya.

Setelah selesai draft edisi kesatu, rasanya lega sekali. Selanjutnya kami berpikir bagaimana cara memperbanyaknya. Kami berembuk bagaimana kalau di foto copy saja. Saya mencoba membuat satu yang di foto copy, tetapi hasilnya kurang menarik, karena semua hanya hitam putih. Ketika saya mencari informasi tentang foto copy berwarna, ternyata harganya sangat mahal, satu lembar bisa mencapai 2.000 rupiah apalagi cover-nya yang full coulor, wah terbanyang berapa harga majalah satunya. Pada waktu itu dengan 24 halaman harga satuannya bisa memcapai 30 ribu. Kalau dibawa kepercetakan rasanya mustahil, karena harus dicetak banyak minimal 500 eksemplar baru harga bisa murah.

Dari hasil diskusi dengan teman-teman akhirnya saya menemukan ide baru, bagaimana kalau di-print saja satu persatu, kebetulan sekolah belum mempunyai printer maka saya print satu persatu di rumah, dan akhirnya tercetak 40 majalah sekolah hasil print out di rumah. Hasil print out kemudian saya jilid seperti majalah asli, jilid kertas sesuai dengan cover majalah. Yah, akhirnya menyerupai majalah sebenarnya. Alangkah bahagianya kami ketika itu walaupun majalahnya sangat sederhana dan jauh dari sempurna, akan tetapi saya punya prinsip lebih baik berbuat walaupun banyak kekurangan dari pada tidak sama sekali.

Majalah sekolah edisi ke satu akhirnya terbit. Kami mencetak sebanyak 40 eksemplar. Majalah kemudian saya bagikan gratis buat anak-anak dan juga disimpan ruangan guru. Betapa bahagianya ketika itu, hilangkah rasa lelah dan letih melihat majalah sekolah bisa terwujud dan bisa dibagikan gratis buat anak-anak juga. Semoga bisa bermanfaat dan bernilai ibadah juga, Aamiin.

Kaitan dengan lahirnya majalah edisi pertama pernah juga ada yang bertanya, apakah tidak rugi membuat majalah sekolah tanpa dibayar oleh sekolah? Ketika itu saya hanya menjawab, “Biarlah majalah sekolah saya anggap sebagai proyek akhirat, semoga dengan majalah sekolah ini saya bisa berdakwah menyampaikan kebaikan-kebaikan kepada orang lain lewat tulisan, semoga tulisan yang dibuat bisa menginspirasi dan memberikan motivasi”.

Alhamdulillah semangat anak-anak dari hari ke hari semakin baik. Jumlah kolom pun bertambah. Edisi selanjutnya terbit tiga bulan kemudian.

Satu hal yang mengejutkan ketika majalah sekolah kami dibawa oleh Ibu Kepala Bidang SMP ke RAKOR para kepala sekolah. Tentang ini saya baru tahu dari kepala sekolah dan beberapa orang yang mengucapkan selamat di FB. Kami bersyukur dan bertekad bahwa pujian yang datang tidak akan membuat kami terlena bahkan menjadi motivasi untuk berinovasi dengan lebih baik lagi.

Ada prestasi yang membanggakan dari majalah sekolah ini. Tanpa kami ketahui, majalah sekolah tersebut ada yang memberikan ke pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan mendapat penghargaan dari menteri pendidikan dan kebudayaan. Sungguh suatu prestasi yang luar biasa bagi kami dan ini menjadi motivasi untuk terus berkarya menberikan yang terbaik bagi bangsa.

Ternyata dari hal-hal kecil yang dilakukan setiap hari bisa membawa perubahan ke arah yang baik. Walaupun perubahan itu datangnya tidak spektakuler, namun sedikit demi sedikit, tetapi itu sudah membuat kami bahagia.

Pada tahun 2016 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan kegiatan WJLRC. Kebetulan saya ditunjuk oleh Dinas KBB sebagai penggerak WJLRC dengan 5 sekolah binaan. Pada waktu itu sekolah kami belum masuk kedalam sekolah perintis namun berkat upaya-upaya yang dilakukan akhirnya sekolah kami masuk menjadi sekolah perintis WJLRC walaupun belum layak karena jangankan perpustakaan gedung sekolah pun belum kami miliki masih menumpang di SDN Cireundeu.

Dengan adanya gerakan WJLRC membuat kami lebih semangat lagi untuk menggiatkan seluruh warga sekolah mencintai budaya baca. Kami mengadakan kegiatan readhaton yaitu kegiatan membaca selama 40 menit oleh seluruh warga sekolah ditempat terbuka seperti lapang atau halaman kelas setiap sebulan sekali. Selain itu, kami juga bekerja sama dengan seluruh guru untuk melakukan kegiatan membaca selama 15 menit sebelum pembelajaran dimulai.

Untuk membuat anak anak merasa dekat dengan buku, maka kami pun berinisiatip membuat pojok baca kelas. Ini tentunya memerlukan buku yang banyak karena minimalnya di setiap kelas terdapat 35 buku. Kalau dirata-ratakan seorang satu buku, tentunya diperlukan 210 buku untuk disimpan di enam kelas.

Pernah suatu hari kami menyuruh anak-anak membawa buku bacaan dari rumahnya untuk disimpan di pojok kelas. Akan tetapi hanya ada satu anak saja yang membawa buku. Itupun bukan buku tetapi majalah yang sudah kusam dan kumal. Sewaktu ditanya hampir semua menjawab tidak punya buku bacaan selain buku pelajaran. Kami pun memaklumi. Jangankan untuk membeli buku bacaan untuk membeli buku pelajaran dan buku tulispun sulit sekali karena daerahnya yang terletak di pedesaan. Umumnya perkonomian mereka jauh di bawah standar kehidupan yang layak. Keadaan ini tidak membuat kami gentar, malah semakin tertantang untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada, bukan hanya mengeluh tanpa berbuat apapun juga.

Setiap dapat uang sertifikasi saya sisihkan untuk membeli buku. Sebagian disimpan di rumah dan sebagian lagi disimpan di sekolah. Alangkah senangnya anak-anak kalau saya membawa buku ke sekolah. Mereka berebut satu sama lain. Ada perasaan bahagia melihat anak-anakku mulai suka membaca buku. Sayangnya terkendala ketersediaan buku yang sedikit. Di satu sisi semangat begitu tinggi untuk mengembangkan budaya baca, tetapi terkendala dengan jumlah buku tidak memadai. Saya selalu yakin akan kebesaran Allah SWT, pasti ada jalan keluar dari setiap permasalahan yang muncul.

Suatu ketika Alhamdulillah ada kabar yang sangat menggembirakan. Di Gramedia ada bazzar buku murah. Semua buku harganya hanya Rp. 5.000,00 saja. Ada rasa gembira yang tak terkira walau sedikit bingung karena uang sertifikasi yang cair habis untuk membayar SPP kuliah S2 ketika itu. Allah sungguh Maha Kaya, solusi pun muncul. Dari niat awal hanya akan membeli buku sebesar Rp. 250.000,00 saja akhirnya menjadi Rp. 2.000.00,00. Uang tersebut didapat setelah sekolah kami mendapat sumbangan uang Rp 1.500.000 dan ditambah partisipasi dari teman-teman dan sekolah. Alangkah bahagianya kami ketika itu, bagaikan mendapat durian runtuh. Kami bebas membeli buku apapun yang kami mau dengan harga hanya Rp. 5.000,00 saja. Ketika itu kami mengajak perwakilan siswa WJLRC dan juga perwakilan guru untuk belanja di bazzar buku Gramedia, sekali jalan jalan. Tak lupa kamipun mengunjungi perpustakaan daerah kota bandung yang asri dan sejuk membuat kami yang lelah bisa beristirahat sambil membaca buku.

Alhamdulillah dengan adanya bazzar buku murah, buku-buku menjadi semakin banyak, dan terpenuhilah kebutuhan buku untuk di setiap kelas dan kami simpan pula di perpustakaan sekolah.

Setelah siswa selesai membaca buku, mereka tuliskan di Daun Geulis. Yang ditulis tanggal berapa menyelesaikan membaca buku, apa nama buku dan siapa pengarangnya, dan hikmah membaca buku. Untuk menambah semangat setiap sebulan sekali sekolah memberi penghargaan buat kelas yang paling banyak Daun Geulis-nya, walaupun hadiah yang diberikan kadang hanya berupa selembar piagam saja tetapi sudah membuat anak anak bahagia.

Itulah sekilas pengalaman menumbuhkan minat baca pada seluruh warga sekolah. Pengalaman yang akan diceritakan secara rinci dalam buku ini, walaupun hanya sedikit upaya yang sudah dilakukan namun kami berharap akan perubahan ke arah yang lebih baik, untuk kehidupan yang lebih baik di hari ini, esok dan masa yang akan datang.

Semoga langkah kecil ini bisa bermanfaat untuk kemajuan dunia pendidikan. Salam dari kami SMPN 4 Cikalong Wetan Kab. Bandung Barat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post