endas dasiah

Guru di SDN. Cijulangadeg Kecamatan Cikalong Kab. Tasikmalaya. Aktif dalam Gerakan Pramuka. Hobi menulis ditekuni sejak tahun 2016. Beberapa judul cerpen dan ca...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hai, Namaku Shofia Part 59
Tantangan hari ke-194

Hai, Namaku Shofia Part 59

Udara siang hari begitu menyengat. Keringat mengucur deras. Langkah gontai terus kulakukan menapaki trotoar jalanan kota. Kesialan menimpaku. Sepeda motorku bermasalah. Terpaksa kulakukan aktivitasku tanpanya. Berburu keperluan jualan seblak tak bisa kuelakkan. Ini sebuah konsekwensi dari satu pilihan. Tidak mungkin kukecewakan customerku.

Kegerahan sirna seketika, tatkala kaki ini melangkah di dalam hiruk-pikuk mall tempatku berburu keperluan. Super market mall terbesar di kota ini tempat pertama yang aku tuju. Beberapa keperluan kupilih sesuai catatan. Untunglah lalu-lalang pengunjung tak begitu padat, mungkin karena situasi kurang kondusif efek pandemik yang sedang mewabah.

Semua pengunjung termasuk aku, mengenakan masker. Tepat di pintu masuk, semua pengunjung harus melewati pemeriksaan suhu oleh security mall. Begitu pun antrian di kasir, selalu menjaga jarak. Ada kelegaan melihat semua disiplin melaksanakan protokol kesehatan. “Semoga pandemi segera berakhir,” bisikku.

Tangan kananku menenteng belanjaan. Segera kuhampiri petugas penitipan barang. Masih ada keperluan lain yang harus aku lakukan. Beberapa makanan yang dipesan Riani dan Synta belum aku beli.

Ketika kaki meniti tangga eskalator, mataku menatap tajam pada sosok yang aku rasa tidak asing bagiku. Tubuh atletis lelaki itu berjalan bergandengan tangan menuju outlet makanan yang aku tuju. Sejoli itu berjalan kea rah yang sama denganku.

Kuikuti sosok itu. Aku sangat yakin sosok itu adalah Rendi. Namun siapa wanita yang diagandeng? Syntakah? Oh, bukan. Synta tidak pergi ke mana-mana. Dia bersama Riani menyiapkan semua keperluan usaha yang sedang kami rintis.

Untuk memastikan kalau perempuan yang Rendi gandeng itu bukan Synta, segera kuambil ponsel. Lalu kupanggil Riani. Kutanyakan padanya tentang Synta. Benar dugaanku Synta tidak ke mana-mana. Mereka berdua kompak berbagi tugas seperti biasa. Tentu hal ini menguatkan dugaanku akan niat busuk Rendi.

Kuambil topi dari tas pinggangku. Kupasangkan menutupi jilbab. Masker kuatur sedemikian rupa, sehingga hanya mata dan kening saja yang masih kelihatan. Aku berharap Rendi tidak mengenaliku.

Sumpah, hatiku berdebar sangat kencang. Gemuruhnya melebihi detak jantungku ketika pertama kali Panji menyatakan cinta. Hatiku mulai memanas. Ada belahan hati yang teriris. Aku tidak tahu, apakah hal itu karena Rendi telah mempermainkan hati sahabatku, ataukah karena Rendi masih bersemayam di sudut hatiku? Ah, aku yakin bukan karena hal itu. Rendi adalah masa laluku. Irisan hati yang terasa perih ini, aku yakin karena keterwakilanku atas hati Synta sahabat berasa saudaraku.

Dengan debaran jantung yang bergelora, kulangkahkan kaki di hadapan sejoli itu. Kulihat genggaman tangan Rendi begitu erat berpaut dengan jemari gadis di hadapannya. Sungguh romantisme yang menggairahkan. Menyaksikan adegan itu, kemarahanku membuncah. Ingin kulabrak Si Rendi. Kepalan tanganku sangat gatal untuk memberi pelajaran kepadanya. Namun semua kuurungkan. Sekuat tenaga aku segera menjauh. Kuhampiri outlet makanan yang dipesan Riani dan Synta.

Tetiba ide muncul di benakku.

“Synta, bisa kau cari tahu di mana keberadaan kekasihmu Rendi itu sekarang?” tanyaku kepada Synta via ponsel.

“Emangnya ada apa, Fi?” suara di ujung telpon menjawab tanyaku. Namun segera kujelaskan kepada Synta, untuk tidak menanyakan alasan. Untunglah gadis cantik itu tidak banyak bertanya.

Sejenak pandanganku tidak beralih dari dua sejoli di hadapanku. Mereka sangat mesra. Bahkan kini mereka saling suap makanan. Duh romantisnya!

Kulihat Rendi merogoh ponsel dari saku celananya. Perubahan wajahnya terlihat jelas. Telingaku tidak salah mendengar nama Synta terucap dari bibirnya. Aku sangat yakin kalau sosok lelaki yang sedang kuperhatikan itu adalah benar-benar Rendi. Seketika tubuhku melemas. Kedua tanganku membentuk kepalan. Amarah membuncah. Namun segera aku redam dengan istigfar. “Kasihan Synta,” lirihku dalam hati.

Entah apa yang harus aku katakan kepada sahabatku itu.

Bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

harusnya difoto atau direkam untuk bukti....

24 Oct
Balas



search

New Post