endas dasiah

Guru di SDN. Cijulangadeg Kecamatan Cikalong Kab. Tasikmalaya. Aktif dalam Gerakan Pramuka. Hobi menulis ditekuni sejak tahun 2016. Beberapa judul cerpen dan ca...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tanda Cinta 19
Tantangan hari ke-206

Tanda Cinta 19

Hanifah memeluk Laila penuh kasih. Dibisikkannya beberapa patah kata di telinga gadis itu. Kedua tangan perempuan paruh baya itu tidak berhenti mengelus kepala berbalut jilbab milik Laila. Entah apa yang dibisikan Hanifah, sehingga gadis saliha itu kembali tenang dan tegar.

Perhatian Hanifah, Laila, Umi Sepuh, Alina dan peserta lain tertuju kepada Miftah sang Master Ceremony di atas panggung. Pemuda tampan itu memulai kembali acara lomba tahfiz. Sayup terdengar Miftah memanggil para finalis naik ke atas pentas.

Dengan ditemani Laila, langkah Alina mantap menuju pentas. Tangannya tak lepas memegang lengan gurunya. Sungguh dua orang anak manusia yang sangat menawan. Paras keduanya sangat cantik. Masya Allah, sungguh indah ciptaan-Nya.

Berdiri berdampingan sambil berpegangan tangan, Alina dan Laila menjadi pusat perhatian. Jika sebelumnya Miftah secara lantang menyebutkan kalau keduanya memiliki kemiripan, hal itu kini tidak terbantahkan. Alina dan Laila tak ubahnya dua kakak beradik.

“Anakku…!” bisik Winata. Lelaki berperawakan atletis itu tanpa sadar bergumam hingga mengubah raut wajah Hanifah yang berdiri tidak jauh darinya. Perempuan yang telah membesarkan Alina itu, sontak memandang tajam wajah Winata.

“Siapakah yang anda maksud anakku itu, Pak? Apakah Bapak memendam rahasia besar tentang Alina dan Laila? Bisakah Bapak memberi penjelasan kepadaku?” tanya Hanifah. Suaranya bergetar hebat. Ada kesedihan dan kekhawatiran pada getar suaranya.

“O...e…itu, aku membayangkan anakku bisa seperti Alina anakmu, Han!” ujarnya gagap. Winata berusaha memberikan jawaban meyakinkan kepada Hanifah. Namun, Hanifah sangat cerdas. Tak mudah percaya begitu saja. Perempuan yang pernah jadi buruh cuci itu sangat yakin kalau majikannya itu menyembunyikan sesuatu darinya.

“Pak Winata, jika anda menyimpan suatu kebenaran, ungkapkan sekarang juga. Jangan andasimpan. Jangan main-main dengan masalah hidup dan kehidupan seseorang! Aku ingin anda bicara jujur! Apa maksud ucapan anda tadi!” ucap Umi Sepuh.

Pimpinan Pondok Pesantren Nurussalam itu, tetiba sudah ada diantara Hanifah dan Winata. Rupanya Umi Sepuh mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Winata.

Mendapat semprotan tajam dari wanita berwibawa seperti Umi Sepuh, tubuh Winata gemetar. Dia tertunduk. Rupanya lelaki tampan itu sudah tidak mampu menyimpan rahasia besar yang selama ini dia sembunyikan.

“Setelah lomba selesai, aku tunggu Pak Winata di pesantren!” ujar Umi Sepuh lagi. Tatapannya diapalingkan dari muka Winata. Wanita kharismatik itu tidak mau hanyut dalam kekesalan akan sikap Winata.

“Hadirin yang saya hormati, ditangan saya sudah tertera sang juara lomba tahfiz tahun ini. Tiga nama akan dinobatkan sebagai juara. Juara pertama berhak atas uang pembinaan sebesar lima puluh juta rupian serta tiket umrah untuk tiga orang. Begitu pun juara kedua dan ketiga. Mereka berhak juga membawa uang pembinaan sebesar tiga puluh juta dan dua puluh juta.” Miftah memulai pengumuman kejuaraan.

“Sebelum saya mengumumkan kejuaraan ini, mari kita dengarkan lantunan surat Yusuf ayat 1-20 oleh dua orang anak yang sangat mirip meski mereka datang dari dua keluarga yang berbeda. Inilah Alina dan Laila!”

Gemuruh tepuk tangan hadirin, riuh. Alina dan Laila memulai bacaannya. Suara keduanya sangat merdu. Lagam yang mereka bawakan sungguh menghadirkan getaran iman dalam hati para pendengar. Apalagi keduanya mampu menerjemahkan surat Yusup tersebut.

Surat yang mengisahkan kedekatan seorang anak dengan ayahnya itu sangat menyentuh. Tak sedikit hadirin di ruangan itu menitikkan air mata. Tak terkecuali tamu kehormatan dari Kementrian Agama. Meski dia berusaha menyembunyikan rasa harunya, namun titik air mata tak ayal menggelayut juga di kelopak netranya.

Hal itu tak luput dari perhatian Hanifah dan Umi Sepuh. Mereka saling pandang. Ada sesungging senyum terbentuk di sudut bibir keduanya. Entah apa maknanya.

Bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu

09 Nov
Balas

Makasih kunjungannya

09 Nov

alhamdulillah datang lagi...ku tunggu lanjutannya bu...

09 Nov
Balas

Makasih kunjungannya.

09 Nov



search

New Post