endas dasiah

Guru di SDN. Cijulangadeg Kecamatan Cikalong Kab. Tasikmalaya. Aktif dalam Gerakan Pramuka. Hobi menulis ditekuni sejak tahun 2016. Beberapa judul cerpen dan ca...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tanda Cinta 26
Tantangan hari ke-213

Tanda Cinta 26

Jika keterkejutan melanda hati Hanifah, maka terjangan terkejut itu sepuluh kali lebih dahsyat menerjang hati Winata. Lelaki tampan itu seakan tidak percaya akan pendengarannya. Mulutnya menganga. Matanya terbelalak. Winata menjerit histeris.

“Tidaaak! Ini pasti ada kesalahan. Coba anda cek lagi. Saya pasti bisa jadi pendonor untuk anak saya! Saya ayahnya! Alina adalah anak kandung saya!” pekik Winata. Suaranya menderu laksana gemuruh petir menyambar pepohonan tinggi menjulang. Tangan Winata tak berhenti menguncangkan tubuh dua orang petugas laboratorium rumah sakit itu.

Sesekali Winata menjambak rambutnya sendiri sambil tak henti menyebut nama Nety. Tatapannya nanar. Selaksa kebencian menggurat dalam sorot matanya. Winata baru sadar kalau dia sudah dihianati Nety.

Tangan Winata membentuk kepalan. Suara gigi yang saling beradu bergemeretak. Begitulah Winata mengekspresikan kebenciannya atas penghianatan Nety yang baru diasadari. “Perempuan licik!” gumam Winata.

“Maafkan kami, Pak. Ini sudah berkali-kali kami cek. Darah Bapak tidak cocok dengan golongan darah pasien Alina.” Petugas lab itu berlalu dari hadapan Winata dan Hanifah.

Perempuan yang membesarkan Alina itu tidak tega melihat keadaan Winata. Dia syok berat dengan fakta yang diterimanya. Winata terguncang. Tubuhnya lunglai terduduk di lantai. Kedua tangannya meremas rambut hitam legamnya. Dia sesenggukkan meratapi kepiluan hatinya.

Melihat kondisi Winata, Hanifah kelabakan dibuatnya. Wanita paruh baya itu mencoba menenangkan Winata. Kedua tangannya mengusap-ngusap punggung Winata.

“Sabar, Pak. Ini takdir Tuhan yang harus Bapak alami. Tiada jalan lain kecuali harus bertemu dengan Ibunya Alina. Demi keselamatan Alina, saya pun rela andai harus menyerahkan Alina kepadanya,” lirih Hanifah. Getar suaranya pertanda kesedihan memenuhi palung kalbunya.

“Jangan lakukan hal itu. Tetaplah menjadi Ibu untuk Alina. Perempuan itu tak pantas dipanggil ibu oleh anak sesaliha seperti Alina. Dia perempuan jahat. Aku tidak mengizinkan Alina dalam asuhannya. Tolong Hani, kau harus tetap mendampingi Alina sampai dia dewasa kelak!” ujar Winata penuh kecemasan.

Netra Hanifah menyaksikan Winata menangis. Genangan air mata yang memenuhi kelopak mata legamnya, pertanda bahwa lelaki itu begitu menderita.

Hanifah terlarut dalam kesedihan majikannya. Perempuan berhati emas itu tidak mampu membendung lelehan air bening yang terus-menerus membanjiri pipinya. Hanifah memapah Winata menuju ruang perawatan Alina.

“Anakku, apa pun keadaanmu dan siapa pun engkau adanya, aku tetap menyayangimu. Kau tetap anakku yang selama ini aku cari,” gumaman Winta membangunkan Alina.

“Om Baik, Om ada di sini? Om, nunggui Alin, ya? Kok, Om nangis sih, kenapa? Alin ngga kenapa-napa kok, Om. Senyum dong!” Alina merengek manja. Mendengar ucapannya, Winata mencoba tersenyum. Meski terasa kecut, lelaki itu berusaha menampilkan senyuman terindah demi anak yang selama ini sudah mencuri hatinya.

“Sayang, meski Om berurai air mata, ini adalah air mata bahagia. Om, senang lihat Alin sudah bangun. Alin harus kuat, ya! Om, akan menemani Alin di sini. Om, tidak akan meninggalkan Alin,” ujar Winata sambil mendekap tubuh Alina.

Winata dan Hanifah sungguh tidak tega melihat tubuh Alina yang lemah. Sekujur tubuh anak itu, kelihatan pucat pasi. Alina seolah tidak memiliki tenaga untuk menggerakkan seluruh anggota tubuhnya.

“Ibu, Bapak, ada informasi baik dari PMI. Golongan darah yang dibutuhkan Alina, kini sudah tersedia. Ayolah ambil ke sana,” ujar salah seorang perawat.

Tanpa menunggu waktu lama, Winata bergegas menuju PMI. Ada secercah harapan untuk kelangsungan hidup Alina. Hanifah sedikit lega. Sesungging senyum manis menghiasi bibirnya.

Bersambung…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ceritanya bagus Bun, sukses selalu, ditunggu sambungannya, salam.

15 Nov
Balas

Terima kasih kunjungannya.

16 Nov

Kepo Bu

16 Nov
Balas

Makasih.

16 Nov



search

New Post