Dualisme Kurikulum
Suatu hari ketika mengikuti kegiatan sebuah seminar disuatu sekolah internasional satu paradigma baru terbentuk dalam pikiran saya. Dalam pemikiran seorang guru sebuah sekolah negeri pada saat itu dalam benak terpikir dari gaya seminarnya pasti secara konvensional, baik langkah maupun sistem dalam kegiatan seminar tersebut. Ternyata jauh dari ekspektasi. Justru wawasan baru saya dapat, kita peserta seminar duduk dengan diberikan nomor urut dengan cara mengambil nomor undian tersebut secara acak. Maka saya dapat nomor 2(middle), dalam satu meja kita duduk berempat yang boleh dibilang satu tim.
Saya mendapat pengalaman baru bahwa ternyata sekolah-sekolah internasional yang kini di Indonesia banyak hadir bak cendawan dimusim hujan ini menggunakan kurikulum internasional baik dari tingkat pre-school sampai tingkat pre-university. Kurikulum yang digunakan rata-rata menggunakan kurikulum cambridge. Sekolah-sekolah yang menggunakan kurikulum ini tentu sekolah yang dikelola oleh pihak swasta. Sedangkan di sekolah negeri, kita memberlakukan kurikulum nasional(K-13) yang ditetapkan pemerintah.
Karakter kurikulum cambridge ini adalah kontekstual dan mendalam, tidak terlalu banyak teori justru lebih aplikatif. Semisal kalau saya sedang mengajar sastra, justru saya tidak akan menjelaskan tentang teori sastra tetapi siswa langsung saya tugaskan membaca cuplikan sebuah novel lalu dibahas secara mendalam. Sedangkan kalau kita mengajar disekolah negeri menurut saya lebih teoretis, meskipun sebagian sekolah negeri sudah menggunakkan kurikulum 2013 yang pada dasarnya siswa dinilai dari empat aspek yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap dan perilaku. Keempat aspek tersebut menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Materi- materi pembelajaran dalam kurikulum 2013 sebenarnya disesuaikan juga dengan materi pembelajaran standar internasional (seperti PISA dan TIMSS) yang tujuannya untuk menyeimbangkan sebuah sistem pendidikan di luar negeri.
Satu hal yang dapat saya uraikan bahwa kurikulum cambridge ditingkat sekolah menengah atas menggunakan level cambridge ICGSE yang setara dengan kelas ix dan x (yang saya perhatikan ini karena saya mengajar di kelas x SMA). IGCSE sendiri singkatan dari International General Certificate of Secondary Education. IGCSE ini merupakan serifikat internasional pendidikan menengah dalam bentuk ujian internasional untuk sekolah menengah. Sistem ini khususkan untuk anak berusia 14-16 tahun.
Dapat saya simpulkan bahwa belajar disekolah internasional kegiatan pembelajarannya lebih sederhana sedangkan dalam pengelolaan peserta didik memang lebih ekstra dan responsif sedangkan di sekolah negeri kegiatan pembelajaran lebih bersifat homogen, peserta didik lebih banyak menerima materi materi dari guru dan lebih bersikap pasif.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar