Ada Asa Dibalik Cita
#TantanganGurusiana Hari ke-43
Arni duduk di samping jendela sambil menatap sepanjang jalanan yang dia lalui. Bis kecil itu melaju cepat meninggalkan cerita manis di belakangnya. Pondok yang ia cintai yang ia tinggal didalamnya selama 7 tahun dengan santri-santri yang manis dan guru-gurunya yang baik. Ia sengaja memutuskan untuk pergi karena ingin mendapatkan pengalaman baru di luar pondok.
Ia dijemput oleh dua orang teman sebutlah namanya Hadi dan Iwan menjemputnya bersama kakaknya untuk menuju Yayasan yang berada di Tangerang menggunakan mobil Mini bus milik yayasan. Arni dan kakaknya semakin yakin jika tawaran mengajar dari teman mereka itu tidak main-main. Hadi dan Iwan sering datang ke Pondoknya di Sukabumi karena adiknya Hadi juga mondok di sana. Itulah sebabnya Arni mempercayai mereka. Bapak mereka pun ikut serta mengantar.
Setibanya di sana, hari sudah malam karena mereka berangkat agak sore. Mereka tidak langsung dibawa ke yayasan namun ke sebuah kontrakan milik Hadi. Menurutnya supaya mereka bertiga bisa istirahat.
Keesokan harinya Arni dan kakaknya diajak ke yayasan sedangkan bapak langsung pulang kembali ke Sukabumi . Di sana mereka di tempatkan di sebuah kamar kecil bersama santri-santri yang lainnya. Mereka tidur layaknya di pengungsian. Entah karena belum ada pembagian kamar santri atau apa. Karena saat itu masih awal tahun ajaran baru.
Satu hari dua hari di yayasan mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan karena dari pihak yayasan tidak ada konfirmasi sama sekali. Malah beredar kabar tak sedap dari penghuni yayasan. Ternyata sebelum Arni datang ke Yayasan tersebut sudah beredar kabar jika Hadi punya pacar orang Sukabumi, yaitu kakaknya. Padahal kakaknya tak tahu apa-apa. Pantas saja orang-orang disana sikapnya berbeda sekali. Ketika ada orang baru di tempat mereka, bukannya disambut dengan baik malah bersikap dingin dan menatap mereka dengan tatapan penuh selidik.
Hari berikutnya, Arni dan kakaknya di panggil ke kantor yayasan. Alhamdulillah, dia pikir mereka ingin mewawancarainya dan menjelaskan tugasnya di yayasan tersebut. Sesampainya disana, Arni melihat kurang lebih lima orang ada di sana. Dia pikir mereka adalah para pengurus yayasan.
Mereka mulai menanyainya. Tapi dia heran dengan pertanyaan mereka yang lebih mirip interogasi dibanding wawancara. Cara mereka bicarapun jauh dari kata sopan kepada tamu. Salah seorang dari mereka yang kelihatannya pali senior bertanya, "sebenarnya apa tujuan kalian datang kemari?" Arni kaget mendengar pertanyaan yang tidak dia duga seperti itu. Lalu dengan berusaha tenang ia menjawab "kami ingin mengabdikan ilmu kami di sini". Wanita itu melanjutkan ucapannya, "jika kalian datang kemari untuk mencari materi, disini bukan tempatnya!" Lalu giliran kakaknya menjawab, "tujuan kami bukan untuk mencari materi. Tujuan kami adalah untuk mengajar"! tegasnya. "Lalu apa hubungan anda dengan Hadi? Anda tahu tidak kalau Hadi itu sudah punya istri?" Dia bertanya dengan nada yang tinggi. "Astagfirullah... Maksud ibu apa? Saya tidak ada hubungan apapun dengan Hadi! Dia hanya mengajak kami untuk sama-sama mengajar di yayasan ini!" jawabnya dengan agak tinggi. Arni dan kakaknya syok tak percaya dengan yang mereka alami hari itu. Dia dan kakaknya tidak pernah menyangka akan diperlakukan seperti itu! Arni berteriak dalam hatinya, "apa salahku? Aku datang kemari karena aku diminta oleh pihak yayasan yang katanya membutuhkan guru. Aku datang kemari untuk mengajar, bukan untuk diperlakukan seperti ini!"
Semenjak hari itu, kakaknya menangis setiap hari. Ia tidak terima dengan tuduhan keji itu! Setelah satu minggu di yayasan, kakak Arni memutuskan untuk pergi dari yayasan ke rumah uwaknya di Jakarta Utara, tempat ia sekolah dulu. Ia ingin mencari pekerjaan di sana. Karena tidak mungkin mereka kembali ke Pondok pesantren lagi. Sedangkan Arni tidak mau ikut kesana karena dia tidak biasa tinggal di rumah uwak. Jadi dia putuskan untuk tetap tinggal di yayasan tersebut. Untung saja ada Susi yang menjadi teman dekatnya. Mereka bisa dekat mungkin karena mereka sama-sama dari pondok perantren. Dia adalah lulusan pondok pesantren Al Amin Madura. Dia sudah tinggal di yayasan lebih dulu dari Arni. "Tenang saja Ar. Jangan kamu ambil hati omongan mereka. Mereka juga bukan siapa-siapa di sini. Mereka hanya lebih lama tinggal di sini. Yang penting ketua yayasan sudah mengizinkan kita tinggal disini". Susi mencoba menghiburku.
Ajakan kedua orang itu, yang Arni anggap teman, ternyata hanya polesan bibir mereka saja. Ternyata Hadi itu hanya sopir yayasan. Pantas saja dia bisa membawa mobil yayasan untuk menjemputnya. Sedangkan Iwan adalah pengasuh anak-anak di yayasan. Sedangkan pihak yayasan tidak tahu menau tentang kedatangan Arni dan kakaknya dan tidak pernah meminta kepada pihak pondok untuk mengirim pengajar ke yayasan tersebut.
Lalu, kemanakah mereka berdua? Entahlah, pada saat Arni dan kakaknya diperlakukan tidak adil oleh beberapa oknum yayasan, mereka tidak pernah menampakkan diri. Walaupun Arni tahu mereka masih ada di yayasan. "Tapi tak mengapa, " gumam Arni. "Aku harus melanjutkan hidupku. Apapun yang terjadi pasti ada hikmah dibalik semua ini. Aku tidak mungkin kembali ke Pondok, karena itu akan mengecewakan kedua orang tuaku dan juga guruku. Hidup di dunia luar memang tak semudah ketika aku di pondok. Aku yakin bisa melalui semua ini. Ya Allah bantulah aku". Arni berdoa berusaha menguatkan diri dan berdoa di dalam hati.
Pelajaran pertama setelah Arni keluar pondok dan hidup di dunia luar adalah: Jangan mudah mempercayai orang! Kedua, jangan bersikap lemah! Karena jika kita lemah maka kita akan diinjak. Tapi juga jangan bersikap terlalu keras! Karena jika kita keras maka kita akan dipatahkan. Seperti mahfudzot yang sering aku ajarkan kepada santri-santriku di pondok:
لاَ تَكُنْ رَطْباً فَتُعْصَرَ وَلاَ يَابِسًا فَتُكَسَّرَ
Janganlah engkau bersikap lemah, sehingga kamu akan diperas, dan janganlah kamu bersikap keras, sehingga kamu akan dipatahkan.
إذَا صَدَقَ الْعَزْم وَضَعَ السَّبِيْل
Di mana ada kemauan pasti ada jalan
Arni bertekad dalam hatinya, "Inilah saatnya aku buktikan apa yang telah aku ajarkan kepada santri-santriku.
Bersambung...
Gunung Sindur, 27 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar