Arofah Berbisik

Oleh

Enge Rika Lilyana,S.Pd

Aku memang tidak ingin semua.orang tahu persoalan hidupku. Kehidupan yang dilihat sempurna tanpa cela. Seharusnya memang menutup rapat bagian yang tidak seharusnya menjadi konsumsi publik.

Mama dan papa juga Mefa biarlah mengikuti alur hidup yang nanti pasti akan sampai di muara. Sekua oasti baik-baik saja. Ada satu hal yang seharusnya dijalani Mefa yaitu operasi jantung. Namun itu tidak dilakukan oleh orang tuaku. Alasan paling gampang adalah kasihan. Kata itu saja yang terus diucap. Entah bagaimana Mefa biaa kuat hingga.menyelesaikan sekolah dasarnya.

Untuk nilai Mefa tak pernah di bawah rata-rata. Semua menunjukkan kualitas diri Mefa. Dia memang hebat. Meskipun secara fisik dia sangat lemah namun semangat belajarnya selalu kuat. Tak peduli saat bibirnya nampak biru keunguan. Kuku kaki dan tangannya berwarna senada.semua dilewati dengan sabat.

Yang paling sakit bagi aku dan Mefa adalah perpisahan mama dan papa. Tak ada yang bisa kami proteskan. Belajar menerima bahwa keluarga kami tidak utuh. Menyembunyikan air mata dengan harapan tidak ada orang bertanya kenapa begini kenapa begitu.

Kalau aku selalu ditemani Ijon, Mefa memang punya pendamping setia dengan kekuatannya super. Dengan tenaga yang lebih akan menggendong Mefa saat dia capek. Meskipun begiti aku dan Mefa juga pengasuh kami selalu kompak. Mereka baik semuanya.

Apa yang kami butuhkan mereka berdua siap selalu. Dari makan, pakaian, juga belajar selalu tertata rapi dan baik. Salut untuk pengasuh kami. Semua orang pasti bilang, " Enak ya jadi kamu sama Mefa semua sudah tersedia." Aku hanya tersenyum saja. Tak perlu menjelaskan segala hal yang mereka tak paham.

Beranjak di SMP kami tidak satu sekolah. Mefa tetap bersekolah dekat rumah. Aku sengaja memilih sekolah di kota. Sekolah yang menjadi incaran semua orang. Aku lolos. Bisa tembus ke sekolah bagus bagiku adalah mimpi.

#Bersambung#