Arofah Berbisik Bagian 49
Arofah Berbisik
Oleh
Enge Rika Lilyana, S.Pd
Aku kadang dak habis berpikir bagaimana seorang Mefa masih bisa terus melakukan banyak hal positif. Padahal secara fisik Mefa kalah jauh dibandingkan aku adiknya. Sering Mefa tak bisa melakukan sesuatu, aku yang menggantikannya. Contohnya hari ini mama meminta aku untuk membawakan termos makan untuk pelajaran keterampilan. Mefa ke sekolah dibonceng sepeda sama si mboknya.
Semua anak diharuskan membawa peralatan masak. Karena Mefa satu kelompok denganku biar aku saja yang membawa. Aku kerap meminta Mefa menyebutkan jenis bantuan apa yang diharapkan . Aku siap untuk membantunya. Aku selalu menjaga Mefa agar tidak terlalu capek.
Entah ilmu apa yang dipunya Mefa. Saat masak dia meracik semua makanan dengan mudah. Dengan komposisi sayur dan buah dicemplang-cemplung enak nian. Kalau ditanya dia pasti akan tersenyum.Dia tak akan menunjukkan bahwa dia itu pinter dalam banyak hal. Mefa memang rendah hati.
Suatu siang yang menggigit nampak bayangan yang sangat mudah diprediksi. Apa lagi dia lengket banget ke simboknya. Bayangan itu pasti Mefa. Dia kalau sudah berjalan 30 meter aja udah ngos-ngosan apalagi sampai jauh ke sekolah. Untungnya saat SMP mefa udah tidak minta gendong. Gimana ya kalau pas simboknya justru gendutnya kalah dari Mefa? Tak bisa dibayangkan lucu pasti lucu.
"Dik, adik kenapa tersenyum sendiri? Memangnya ketemu gost yang bisa bikin ketawa?".Mefa bertanya dengan penuh perasaan. Bahkan dengan pandangan yang penuh selidik Mefa mencari jawaban di mataku. Aku yang sejak tadi bersama Ijon tak tega membiarkan Mefa sendirian di tengah labirin.
Aku memjawab bahwa tadi ada kucing gendong ke ibunya. Namun kucing kucing tadi sudah berhari hari makan daging jadi.intinya kucing juga berhak bahagia. Aku mengalihkan pembicaraan takut kalau Mefa tahu apa yang aku pikirkan. Semoga saja.Mefa tetap semangat. Meskipun klep jantungnya bocor tapi Mefa tetap kakakku yang the best.
"Dik, coba elu pikir kenapa banyak orang masuk ke dalam sana?" Mefa menunjukka ke arah masjid yang ada tak jauh dari rumah. Pertanyaan yang aku tak bisa jawab karena aku juga tak paham kenapa Ijon sering sembahyang di sana. Di sana pasti ada Tuhannya Ijon dan orang-orang yang kerap ke masjid.
Tidak puas dengan diamku, Mefa dan simboknya datang ke rumah orang yang jualan gorengan. Sambil menatap satu per satu orang yang datang ke masjid. Mefa kadang juga sempat bertanya.Kok banyak bapak-bapak yang ke masjid. Apakah ibu-ibu tidak boleh berkunjung ke rumah Tuhannya?
#bersambung#
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mefa kakakku yang rendah hati...semangatnya tak pernah pudar..
Rendah hati adalah sikap terpuji yg harus kita didik pada anak-anak. Keren bund, semangat terus untuk literasi Indonesia. Sehat dan sukses selalu ya!
Ibu Rina pasti berhati mulia..memberi kebaikan lewat tutur dan sikap...semoga Allah memberi kebahagiaan dan kesehatan untuk ibu
di cerita ini penuh penanaman karakter yg disuguhkan pengarang, semoga sukses bu
Cerita keren Bu Rika. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.
Terima kasih Bapak motivator yang baik..semoga bapak selalu sehat...
Mefa sumber inspirasi ternyata . Bisa dijadikan contoh
Untuk mbakku yang baik selalu sehat ya..mbak Sum