ENI ERAWATI

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Almamaterku

Almamaterku

Dua puluh delapan tahun yang lalu, pasca berakhir masa Sekolah Dasarku yang telah kutempuh selama enam tahun, aku melanjutkan pendidikanku di salah satu sekolah yang awalnya sama sekali aku ‘nggak’ kenal. Madrasah Tsanawiyah Negeri Surabaya I masa itu aku mengenal namanya. Sebuah sekolah yang jujur, tak pernah muncul terlintas dalam benakku. Mau dikatakan sebuah pelarian, Maybe Yes Maybe No.

Sebuah kekecewaan masih terlintas jelas dalam benak pikiranku. Dengan perolehan NEM yang pas-pasan, aku ingin sekali melanjutkan pendidikan di salah satu SMP Negeri di Kota Surabaya. Tapi apa daya, dengan NEM yang bisa dibilang pas-pasan itu akhirnya cita-cita dan harapan untuk melanjutkan pendidikan di salah satu SMP Negeri di Surabaya tidak kesampaian.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, hingga tahun demi tahun, aku lalui aktivitas pembelajaranku di MTsN Surabaya I. Awal perjalananku di sekolah baruku, MTsN Surabaya I, aku betul-betul tidak nyaman. Tapi lambat laun, seiring berjalannya waktu, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, aku merasa dituntut untuk selalu siap belajar dan berprestasi di manapun dan kapanpun aku berada.

Dua tahun aku menempuh pendididikan di kelas satu dan dua, tepatnya waktu itu MTsN 1 Kota Surabaya masih terletak di Jalan Baratajaya Pasar Burung. Selama dua tahun itu juga sudah mulai muncul rasa suka terhadap satu-dua- bahkan beberapa mata pelajaran yang awalnya tidak pernah tahu, tidak pernah dipelajari di masa-masa SD, terus muncul di jenjang SMP/MTs. Benar-benar sulit dipercaya! Pasti banyak yang tahu bahwa karena MTsN Surabaya I merupakan sekolah yang berbasis madrasah, sehingga ada tambahan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang kalau kita kenal di SMP Negeri hanya dengan porsi dua jam pelajaran, kalau di lembaga MTs malah lebih rinci lagi. Sekadar tahu saja ya, Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di jenjang MTs itu meliputi Mata Pelajaran Fiqih, Al Qur’an Hadist, SKI (Sejarah Kebudayaan Islam), Aqidah Akhlak, dan satu lagi yang pastinya sangat sulit, apalagi bagiku, karena masih terkesan baru dan perlu adaptasi, mapel apa itu? Bahasa Arab.

Pada tahun ketiga masa SMP/MTs, sekolahku berpindah tempat. Memang bagi siswa-siswi kelas satu dan dua MTsN Surabaya I waktu itu sih memang, berada di Jalan Baratajaya Pasar Burung, tapi untuk kelas tiga pindah di MTsN Surabaya I yang berada di Jalan Medokan Semampir Indah, Surabaya. Alhamdulillah, akhirnya aku bisa melampaui pendidikanku di jenjang SMP/MTs selama tiga tahun di MTsN Surabaya I dengan baik dan sukses. Sungguh banyak kenangan indah di masa-masa itu. Dari awal tidak suka menjadi suka, bergelut menjadi satu. Dengan adaptasi yang baik akhirnya diriku menganggap ternyata banyak juga suka dan duka yang kudapat di sini.

Pasca lulus dari jenjang SMP/MTs tepatnya di MTsN Surabaya I pada tahun 1994, aku melanjutkan pendididikan jenjang SMA/MA di Madrasah Aliyah Negeri Surabaya, waktu itu berlokasi di jalan Bendul Merisi Selatan Surabaya. Ada yang unik sih, kalau masa pasca SD aku ingin sekali melanjutkan pendidikan di salah satu SMP Negeri di Surabaya, kali ini tidak. Sama sekali tidak terbersit dalam benak dan pikiranku untuk melanjutkan pendidikan di SMA Negeri yang berada di Surabaya, pastinya. Mungkin karena sudah merasa enjoy dengan tiga tahun masa sekolah dengan jilbabnya, meski pada waktu itu roknya pendek (kedengaran lucu sih, masa’ rok pendek, hem lengan panjang, berjilbab) tapi ya memang begitu kenyataannya. “Sudah, pokoknya aku mau lanjut sekolah ke MAN Surabaya saja”, pintaku kepada kedua orang tuaku. Dan alhamdulillah mereka merespon baik.

Tiga tahun telah terlampaui juga dengan baik. Ketika ada penjurusan di kelas tiga SMA/MA, ada satu jurusan yang dianggap baru kala itu, yakni jurusan bahasa. Jika awalnya di MAN Surabaya terdapat tiga penjurusan: IPA, IPS, dan Agama. Pada masaku ada tambahan penjurusan yaitu bahasa dan jurusan bahasa menjadi pilihanku. E....aku bersyukur telah Allah beri kesempatan padaku untuk mengambil penjurusan bahasa kala itu, karena ternyata pada masaku penjurusan bahasa adalah yang pertama dimulai dan dianggap yang terakhir. Why???? I don’t know that.

Tahun 1997 aku lulus dari MAN Surabaya. Pingin kuliah???? Antara pingin dan tidak. Karena mau ndak mau aku tetap harus melihat bagaimana kondisi orang tuaku. Dibilang coba-coba, mungkin iya. Aku jadi ingat semasa SD menjelang lulusan, kita saling sodor buku yang masa itu kita menyebutnya dengan buku “Dyari”, ada banyak tulisan yang kita anggap bisa dijadikan kenangan. Di antara tulisan itu, selain nama sebagai identitas diri, juga ada hobi dan cita-cita. Aku selalu menulis di dyari siapapun kalau aku ingin sekali menjadi guru. Impian dari kecil.

Akhirnya dengan bondo nekat (sekarang lebih tren dengan sebutan bonek) dan hanya bermodalkan doa, aku ikut daftar SBMPTN. Apaan tuh? SBMPTN (istilah kala itu) kepanjangan dari Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang menjadi pilihanku adalah IKIP Negeri Surabaya, dengan dua pilihan, yang pertama Bahasa Inggris dan yang kedua adalah Bahasa Indonesia. Salah satu yang menginspirasi aku ingin sekali menjadi guru Mapel Bahasa Inggris adalah Mam Khosyiati Ulfah, beliau adalah guru yang mengajariku Bahasa Inggris ketika aku mengenyam pendidikan di MTsN Surabaya I.

Tidak cukup sampai di situ. Aku juga daftar tes di Perguruan Tinggi IAIN Sunan Ampel, Surabaya (Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya). Aku mengambil Fakultas Tarbiyah, di pilihan pertama, dan Fakultas Adab, di pilihan kedua. Masih sesuai dengan cita-citaku yang ingin menjadi guru, itulah sebabnya aku pilih Fakultas Tarbiyah di pilihan satu, karena lulusan Fakultas Tarbiyah yang telah mencetak calon-calon guru tepatnya pada Mata Pelajaran Agama Islam.

Kalau sudah rejeki, tak akan ke mana. Peribahasa itu yang sepertinya cocok untuk diungkapkan kala itu. Seleksi lebih dulu yang SBMPTN dibandingkan seleksi IAIN Sunan Ampel Surabaya. Tapi pengumuman bagi yang lolos atau diterima malah yang di IAIN Sunan Ampel Surabaya dulu. Alhamdulillah, senangnya hatiku, karena melihat namaku muncul dalam pengumuman itu. Di saat aku berbaris antre untuk daftar ulang pasca diterima di IAIN Sunan Ampel Surabaya, aku mendapat kabar bahagia lagi. Tak sengaja tetangga rumahku membaca surat kabar yang waktu itu memang jadwalnya pengumuman hasil SBMPTN dan ternyata namaku muncul di pilihan kedua, yaitu Bahasa Indonesia. Subhanllah, aku benar-benar senang dan bersyukur. Tidak pernah kepikiran kalau aku akan lolos di dua seleksi itu, apalagi dengan bondo nekatnya.

Akhirnya kuurungkan niatku untuk daftar ulang di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Aku bergegas pulang untuk berunding aku jadi melanjutkan pendidikanku di mana. Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya pilihan jatuh di pilihan kedua, Bahasa Indonesia IKIP Negeri Surabaya. Pasca daftar ulang, tibalah saatnya kami, para mahasiswa baru ber OMBS, tepatnya di Desa Ngepeh, Loceret, Nganjuk.

Selama empat semester aku mengikuti perkuliahan di IKIP Negeri Surabaya, yang terletak di daerah Ketintang. Pada semester berikutnya nama IKIP Negeri Surabaya berganti nama menjadi Universitas Negeri Surabaya. Juga termasuk ada beberapa fakultas yang dialihkan di UNESA daerah Lidah Wetan, Surabaya. Fakultas-fakultas itu antara lain, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS), Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK).

Aku menyelesaikan pendidikan perkuliahanku selama 4,5 tahun. Tahun 2002 aku diwisuda Strata 1. Alhamdulillah, meski sempat cuti satu semester karena kehamilanku, tapi aku bisa melampaui pendidikanku dengan nilai yang sangat memuaskan.

Setelah aku mengantongi gelar Sarjana Pendidikanku, aku masih sempat nganggur. Pekerjaanku hanya keluyuran ke sekolah-sekolah yang pernah menjadi tempat aku menimba ilmu. Saat aku bersilaturrahim ke MAN Surabaya, obrolan banyak yang telah aku lakukan dengan mereka, bapak/ibu guru yang pernah mengajariku. Sampailah pada obrolanku dengan Bu Agus, guru atau pengajar Matematika. “Kamu lulusan mana, En, ambil jurusan apa?, begitu tanya Bu Agus padaku. Aku jawab, saya lulusan UNESA, Bu, ambil jurusan Bahasa Indonesia. Bu Agus melanjutkan pernyatannya,” Wah, kalau gitu kamu ke MTsN Surabaya I saja, di sana masih membutuhkan guru atau pengajar Bahasa Indonesia”. “Alhamdulillah”, gumamku dalam hati. Apa ini pertanda baik. Semoga!. Setelah obrolan aku dengan Bu Agus dan para guru lainnya, aku pamit untuk bergegas pulang ke rumah. Dengan naik sepeda onthel yang aku punya waktu itu, tetap dinikmati.

Esok harinya, aku sowan atau silaturrahim ke MTsN Surabaya I yang berada di Jalan Medokan Semampir Indah, Surabaya. Ada banyak yang mengalami perbedaan dengan pada masa sekolahku dulu, mulai dari bangunannya hingga ke Bapak/ibu gurunya. Sama halnya seperti di saat aku bersilaturrahmi di MAN Surabaya, pertanyaan yang sama dilontarkan dari Bapak/ibu guru yang pernah mengajar dan mendidikku di masa SMP/MTs. Almarhumah ibu Sri Wahyuni yang waktu itu ngobrol banyak denganku. Kepada beliau juga aku berani menanyakan info dari Bu Agus, pengajar Matematika di MAN Surabaya. Aku yang datang sudah siap dengan surat lamaran pekerjaan, juga kusampaikan niatku untuk mengamalkan ilmu yang telah kudapat di bangku perkuliahanku. Akhirnya aku diarahkan untuk menemui Bapak Amin Maulani dan juga Bapak Hafiluddin. Mereka adalah para wakil kepala madrasah. Alhamdulillah, surat lamaran pekerjaanku telah diterima. Setelah kurasa cukup untuk bersilaturrahmi di sekolah lamaku, MTsN Surabaya I, aku pun pamit untuk pulang, masih dengan sepeda onthel yang setia menemaniku.

Beberapa minggu kemudian, aku memberanikan diri untuk menanyakan perihal surat lamaran pekerjaanku tempo hari kepada Bapak Hafiluddin. Hasilnya alhamdulillah, lamaran atau permohonanku diterima. Besok paginya aku sudah boleh datang mengabdikan diri di MTsN Surabaya I, tempatku belajar di masa SMP/MTs dulu. Tepatnya di awal tahun pelajaran yakni pada bulan Juli, tahun 2003 aku mulai mengabdikan diriku sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sungguh bahagia yang tak terkira bisa kembali ke almamaterku.

Masa-masa menjalani tugas sebagai Guru Tidak Tetap (GTT) telah kujalani dengan enjoy dan penuh dengan pengalaman, bisa bersosialisasi dengan mereka Bapak/Ibu Guru yang dulu telah mendampingiku, mengajariku, mendidikku, akhirnya mereka menjadi teman dalam pekerjaanku. Kami saling senda gurau, saling bertukar pikiran, saling sharing terutama tentang bagaimana menghadapi siswa-siswi MTsN Surabaya I dengan baik dan maksimal. Betul-betul tak pernah terbayangkan aku akan kembali pada almamaterku.

Alhamdulillah, kesabaran telah berbuah manis. Di tahun 2007 aku resmi diangkat menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pastinya melalui proses yang panjang. Hingga saat ini, sudah enam belas tahun pengabdianku pada negara, tepatnya di salah satu lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama, yakni Madrasah Tsanawiyah Negeri Surabaya I yang saat ini berubah nama menjadi Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kota Surabaya.

Terima kasih almamaterku, MTsN Surabaya I yang telah menjadikanku orang. Seseorang yang telah melampaui beberapa proses yang tidak sebentar pastinya, hingga bisa meraih suksesnya. Terima kasih juga pada orang tuaku, bapak/ibu guruku yang tak akan pernah lelah dan bosan untuk selalu mendampingiku, membimbingku hingga kuraih suksesku. Aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin.

Jayalah selalu MATSANESA, almamterku !!!!!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post