Bacem Tigate Nostalgia
#Menuju365
#HariKe339
Bacem Tigate Nostalgia
Eni Meiniar
Tiga puluh tahun yang lalu saat ingin sekali makan bacem tempe. Waktu itu ada rasa yang menggebu untuk menikmati makanan khas Jawa yang manis-manis gurih rasanya. Ke pasar beli tempe dan bumbunya. Setelah dimasak, bacemnya hanya dimakan satu potong. Puas rasanya setelah memasak bacem satu kuali besar. Bayangkan lima puluh potong tempe hanya dimakan satu potong. Bingung bagaimana cara meghabiskannya.
Keesokan harinya, bacem tempe dibawa ke sekolah. Satu wadah penuh bacem tempe dan segenggam cabe rawit dihidangkan di ruang guru. Alhamdulillah habis tak tersisa. Jadi ingat kisah ngidam bacem tempe. Begitu semangat beli tempe dan memasaknya. Setelah dimasak hanya dimakan satu potong. Ada-ada saja peristiwa yang masih terekam indah di relung jiwa.
Seperti hari ini. Ini bukan karena ngidam ya… Ingin sekali bernostalgia membuat bacem tempe yang dimasak di alat yang terbuat dari gerabah. Pakai anglo arang batok kelapa. Aroma masakannya sudah menendang-nendang untuk segera dikerjakan.
Akhirnya terhidang juga menu bacem tigate (bacem tempe, tahu, telur) yang aroma khasnya menggoda. Ingatan bernostalgia ke masa lalu, saat menu seperti ini terhidang di meja makan. Rebutan tangan-tangan mungil mengambil sepotong bacem tempe kemudian berlari ke halaman. Masuk lagi ke dalam rumah menghampiri meja makan, ambil satu potong lagi kemudian berlari ke halaman. Al-hasil mangkuk yang penuh bacem tempe kosong sebelum acara makan bersama dimulai.
Ingat Mbah Lawie dan Mbah Manie yang mengenalkan adat budaya Jawa kepada cucu-cucunya. Mbah Lawie, panggilan ini tercipta di keluarga kami. Maksudnya Mbah perempuan untuk membedakan dengan Mbah Manie, Mbah laki-laki. Istilah yang berlaku di keluarga kami, padu-padan dua kata yang terdiri atas satu kata istilah Jawa satu kata istilah Rejang.
Saat ini di awal libur akhir tahun. Saat tidak bisa ke mana-mana. Pandemi telah menyekat keinginan untuk berlibur. Di sinilah angan dan hayal yang melanglang buana. Jadi ingat saat-saat indah bersama Mbah. Jadi ingat makanan khas yang tercipta dari tangan terampil Mbah. Tempe tidak pernah beli waktu itu, Mbah Lawie buat sendiri dari kedelai hasil panen Mbah Manie.
Kunikmati bacem tigate di teras rumah. Sore ini hanya berdua saling menatap jauh ke lubuk hati terdalam. Menikmati pelan-pelan, segigit demi segigit ingatan menyeruak masuk ke kisi hati. Andai saja Mbah masih ada pasti Beliau tersenyum kecil sambil menggoda, “ Hayuu mau lari kemana?” tangan-tangan mungil cucu-cucunya rebutan mengambil bacem tempe di meja makan kemudian berlari ke halaman.
Rejang Lebong, 21 Desember 2020
‘satu hari sebelum hari Ibu”


Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bacem Tigate Nostalgia, hmm..yummy
Ya Bund. Makasih.
Bahayo ngidam lagi.
Hehehe...
Aromanya sampai Lombok Bun, heee yummy
Mari Bu, silakan ...