Eni Siti Nurhayati

Assalamualaikum Wr.Wb. Tak kenal maka tak sayang, Perkenalkan, sekuntum bunga senja dari ujung timur Jawa Timur menyapa. Sudah sangatlah terlambat tuk ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerpen ke-2 ROK MERAH BUAT ADINDA (Tantangan Menulis 60 hari Gurusiana - 34)

Rok Merah Buat Adinda

“Dinda, kok rok merah yang kamu pinjam kemarin dulu belum juga kamu kembalikan?” berondong pertanyaanku kepada Adinda. Rok merah plisketanku yang baru dibelikan awal kenaikan kelas kemarin dipinjam Adinda untuk mengikuti lomba paduan suara di kecamatan.

“Anu, Kandi…roknya masih belum dicuci,” jawab Adinda panik.

“Nggak masuk akal deh, Din. Minjemmu kan seminggu yang lalu,” jawabku kesal.

“Itu rok baruku, Din. Aku baru memakainya dua kali. Jangan-jangan rok itu kamu rusakkan, ya?” ucapku lagi.

Sebenarnya aku sudah tidak memperbolehkan rok itu dipinjam Adinda waktu itu. Aku bersikukuh tidak meminjaminya meski kawan lain banyak yang mencelaku.

“Kandi, rok itu kan dibuat untuk mengharumkan nama baik sekolah kita. Kalau masih ada rok anak lain yang bisa dipinjam, nggak mungkinlah rokmu yang dipinjam.”

Aku hanya diam mendengarkan! Andai rok lama yang dia pinjam tidak apa-apa, hla ini rok baru…

Hingga sorenya bu guru menelepon ibuku dan meminjam secara langsung rokku, dengan alasan supaya lomba paduan suara seragam peserta terlihat baru semua. Ya begitulah akhirnya…

Di rumah pun ibu tidak luput menjadi sasaran kejengkelanku.

“Ibu, sih...mau saja meminjamkan rokku. Sekarang, aku malah memakai rok lama terus setiap hari!"

“Kalau rok itu rusak, hilang, bagaimana?”

“Sudahlah tidak usah ribut. Ikhlaskan saja. Ibu belikan lagi, ya?” jawab ibu akhirnya.

Aku hanya diam mendengar ucap ibu. Kuhentakkan kakiku keras-keras sebagai jawabannya!

Esoknya, setelah kulabrak dengan pertanyaan tentang rokku kemarin, Adinda tidak masuk sekolah. Kuberanikan diri untuk menanyakan rokku kepada bu guru.

“Bu, rok yang dipinjam Adinda kok belum dikembalikan? Kan Bu Guru yang menyuruh? Sudah seminggu ini lho…”

Bu guru kaget mendengar ucapku. “Masak?” kata bu guru.

“Baiklah, akan ibu tanyakan langsung ke ibunya. Sabar, ya? Pasti dikembalikan.”

“Bu guru sih, main percaya saja. Adinda kan siswa baru di sini!” ucapku jengkel. Adinda merupakan siswa pindahan dari Jawa Tengah, aku sendiri belum tahu di mana rumahnya.

Kesabaranku rasanya sudah habis. Sepulang sekolah kucari alamat rumah Adinda berdasar keterangan pihak tata usaha yang kutanya di mana alamat rumahnya. Ah, dekat juga, kok!

Bersama Wardah, sohibku, aku menyusuri jalanan yang tertera di alamat itu. Anak baru, kok berani macam-macam denganku, rutukku.

Ternyata alamat itu menunjuk ke sebuah panti asuhan. Ya, panti asuhan “Berdikari” begitu tulisan nama di papan besar depannya.

Setelah bertanya ke satpam, aku langsung ditunjukkan ruang tamu panti. Kulihat kanan kiri sepanjang jalan masuk ruangan.

“Adinda sedang sakit, Mbak. Ini kawan-kawannya, ya? Aduh sayang, Adindanya dibawa ke dokter. Baru saja berangkat,” kata seorang ibu dengan ramah. Beliau memperkenalkan diri sebagai Bu Fatimah, pengasuh panti ini.

“Oh, ya…tolong ya ibu mau nitip bungkusan ini. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah, dia bilang akan mengembalikan rok temannya. Eh, sewaktu sarapan badannya panas sekali. Kontan saja ibu larang dia masuk sekolah."

“Aduh, sampaikan maaf ibu juga, rok ini tertukar saat dicuci. Padahal sudah ditandai nama anak yang punya. Betul, ya?”

Aku dan Wardah hanya mengangguk mendengar ucap ibu kepala panti itu.

Selanjutnya, dengan penuh rasa prihatin beliau menceritakan siapa Adinda. Adinda merupakan anak sebatangkara. Dia dirawat oleh neneknya sejak ibunya berangkat ke luar negeri menjadi TKW dua tahun lalu, hingga neneknya meninggal setengah tahun lalu. Karena tidak memiliki saudara lagi, Adinda dititipkan di panti asuhan ini oleh perangkat desanya, kebetulan masih famili Bu Fatimah, hingga ibunya kembali.

“Bu, rok merah ini kuberikan Adinda saja, ya?” ucapku kepada ibu sesaat setelah ibu memberikan rok merah baru pengganti rok yang dipinjam Adinda. Rok merah yang kubawa dari panti kutunjukkan kepada ibu. Ibu tersenyum dan mengangguk membolehkan.

Paginya di kelas.

“Dinda, rok ini buatmu saja. Aku sudah dibelikan yang baru lagi, kok,” kataku sambil mengangsurkan rok merah yang kuterima kemarin.

“Benarkah? Makasih, ya Kandi. Maaf, aku tidak memberitahu alasan keterlambatan pengembalian rokmu kemarin,” kata Adinda sambil memelukku. Aku tersenyum. Tanganku mengembang memeluknya.

“Jangan sakit lagi, ya?” bisikku. Lalu kami tertawa bersama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Guru merdeka itu saat memiliki waktu dan kesempatan untuk menggoreskan tulisan, cerita ringan pelepas penat setelah bekerja seharian. Bagaimana dengan Anda?

20 Feb
Balas



search

New Post