Eni Siti Nurhayati

Assalamualaikum Wr.Wb. Tak kenal maka tak sayang, Perkenalkan, sekuntum bunga senja dari ujung timur Jawa Timur menyapa. Sudah sangatlah terlambat tuk ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerpen ke-3 APA GUNA KELUH KESAH (Tantangan Menulis 60 hari Gurusiana - 35)

Apa Guna Keluh Kesah

Apa guna keluh kesah

Apa guna keluh kesah

Pramuka tak pernah bersusah

Apa guna keluh kesah

...

“Eits, stop. Kayaknya kita tersesat, deh,” seru Ambar, wakil ketua regu dari belakang. Spontan aku dan anggota regu regu Mawar lainnya, berhenti. Saling toleh.

“Masak, sih?” kata Naila yang berada di depanku. “Iya, lihat arah peta ini, coba” kata Ambar lagi. Serempak kami berkeliling mengamati.

“Iya, ya. Rasanya belokan terakhir terlalu jauh, deh. Juga...” ucapan Arum terhenti. Arumlah ketua regu Mawar. Dipandangnya berkeliling.

“Kalau melihat penanda kiri kanan ini, seharusnya kiri kanan kita tetap perumahan penduduk. Hla ini,...” lanjut Arum sambil menunjuk ke arah persawahan di sebelah kanan jalan kami.

“juga tidak ada regu lain yang mengikuti kita,” sahut Ambar lagi.

”Aduh, gimana ini..” Wilna mulai menangis. Wilna paling penakut diantara kami.

“Jangan cengeng, ah...” seruku. Tiap kali ada masalah dalam regu Mawar, Wilna dengan tangisnya selalu jadi pemersatu. Tidak jadi bertengkar, maksudnya..hahaha...

“Kan kamu bagian tanda-tanda di jalan. Ayo, tanggung jawab”tunjuk Safira padaku.

“Iya, ini Srikandi. Nggak melakukan tugas dengan baik. Ngobrol saja,” seru Lidya keras sambil melotot kepadaku!

“Ngobrolku kan juga dengan kamu,” jawabku pun tak kalah sengit. Ah, semua teman menyalahkanku, bahkan hanya dengan tatap mata mereka, ku bisa merasakannya. Bagaimana ini? Kutatap Arum dan Ambar yang kembali mengamati peta. Aku merasa bersalah.

Yah, itu kan tugasku? Lalu aku tadi ngapain, ya? Tugas memang sudah dibagi dari awal. Tugasku mengamati tanda-tanda khusus di jalan. Alasan Arum Cuma satu ketika membagi tugas ini padaku. Aku paling tinggi di antara yang lain. Dengan begitu jika ada tanda-tanda di ketinggian aku bisa melihat terlebih dulu, begitu katanya. Ah,...kok jadi begini?

Anganku mengingat –ingat, melayang sekejab.

Setelah menyelesaikan tugas di pos satu paling awal, reguku dengan penuh semangat berjalan paling depan. Kami terus berjalan, sambil bernyanyi diseling cerita-cerita lucu antara kami, terutama dengan Lidya yang berjalan di depanku, ada rasa bangga bisa melaju paling awal, regu lain belum ada satu pun yang terlihat berjalan di belakang regu kami, hingga tiada terasa...

“Coba perhatikan ini, setelah dari pos satu, kita jalan lurus ke timur. Benar. Lalu, ada jalan kecil, kita belok ke utara. Ini, coba lihat kita di persawahan lurus ke timur, belum belok juga dari tadi,” kata Arum yang diiyakan anggota regu lainnya. Aku pun ikut mengangguk-angguk.

“Oke, kita kembali kearah jalan masuk persawahan ini, lalu kita amati tanda-tanda di perempatan sana. Kandi, don’t be sad, ya?” Arum, ketua reguku yang bijaksana memutuskan.

Usia Arum tidak jauh beda dengan kami, paling muda malah kalau dilihat dari bulan lahirnya, tapi...dia selalu mampu mengatasi masalah dalam regu tanpa harus menyakiti anggota lainnya.

Makasih Arum, seruku keras-keras dalam hati.

Benarlah. Saat memasuki persawahan, kami bertemu dengan satu regu lain yang baru saja berbelok ke arah kiri dari arah semula tadi. Yap, pada salah satu pohon kelapa di rumah penduduk terpasang tanda besar belok kiri. Tanda panah bercat putih!

Ya, aku ingat dengan pasti, saat melewati jalan ini tadi aku sedang menceritakan tentang kucingku beranak tiga yang baru saja memboyong anak-anaknya ke rumah semalam pada Lidya dan Wuri. Bahkan masih kulihat si Wuri yang memeragakan rasa geli membayangkan memegang anak kucing.

“Tapi, jangan menyalahkan aku seratus persen. Pohon ini kan tertutup rumah dari arah barat. Makanya tidak....”

“Kelihatan...,” ucap kawan-kawan serempak.

“Aku juga salah, kok. Memaknai arah belok ini ke timur. Harusnya ke arah barat,” ucap Ambar sambil menunjuk gambar rute yang melegakan sedikit rasa bersalahku.

Tahu kan, arah mata angin pada peta berbeda dengan arah sebenarnya. Utara di atas, selatan di bawah,...dan seterusnya..

Hahaha...tawa kami kembali berderai. Meski sekarang kami menjadi regu yang terakhir sampai di pos dua, kami tidak patah semangat. Materi sandi rumput kami selesaikan dengan mudah. Kak Pertiwi tersenyum menyemangati saat melambaikan bendera tanda keberangkatan regu kami menuju pos tiga. Semangat. Jangan suka berkeluh kesah, ya?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post