AKU DAN MUSEUM DR MOHAMMAD SALEH
AKU DAN MUSEUM DR MOHAMAD SALEH
Eny Soraya
Pertama kali aku datang di Kota Probolinggo kesan yang kutangkap adalah “panas”. Satu kata bisa menjelaskan semua makna dari sebuah kota. Mataku menatap di sebuah gedung yang terletak di Jalan Dr. Mochammad Saleh. Dug….. perasaan takut dan kaget menyapaku. Aku heran mengapa hatiku terjerat untuk mendatangi gedung itu. “Ah serem….” Pikirku…. Akupun berbalik untuk meninggalkan gedung itu.
Sebagai warga baru aku termasuk orang yang ingin tahu banyak tentang kota baruku ini. Karena aku tak menyangka pimpinan perusahaanku menempatkan aku di sebuah kota yang begitu asing dan unik di mataku. Yaa kota yang penuh dengan keberagaman budaya dan kota yang ramah bagi pendatang baru seperti diriku. Aku benar-benar terpesona. Andai saja aku bisa menemukan jodohku disini . . . “ kataku dalam hati.
Sudah satu bulan aku menjadi Warga Probolinggo. Setiap sudut kota yang kulewati selalu memberikan senyum khasnya. Gedung Walikota hampIr setiap hari aku lihat.. Banyak spanduk baliho terpampang ucapan selamat. Aku pun senang menyusuri kota dengan sepeda “Polygon ku” yang kubawa dari Kota Solo. Ah meskipun kota ini tak seramai Solo tapi Probolinggo ini cukup menarik dihati seorang dara seperti diriku. Tatanan kotanya yang bagus dan unik membuatku semakin jatuh cinta pada kota yang super panas ini. Tak terkecuali angin yang bertiup dengan kencang seolah mengajakku untuk merasakan dinginnya kota jika musim angin tiba.
Kata temanku di Pobolinggo ini terkenal dengan sebutan “ Angin Gending”. Kalau dalam bahasa jawa gending itu berarti lagu. Mungkin orang Probolinggo suka mendengarkan lagu di tengah-tengah angin berhembus, pikirku.
“Entahlah setiap aku memikirkan kota baruku ini semakin aku tak mengerti mengapa kota ini begitu damai dan sejahtera masyarakatnya. Tempat-tempat ibadah pun tegak berdiri satu sama lain tapi tak pernah ada gesekan. Sungguh kota yang cocok untuk hidup di saat pensiun nanti” kataku dalam hati. Yaa secangkir teh panas dan pisang goreng akan terasa nikmat jika dinikmati di teras rumah bersama sang suami di kota yang cantik ini. Aduduh hobi mengkhayalku kumat lagi. Jangankan minum teh bersama suami tercinta, kekasih saja aku belum dapat. Oh Tuhan apa aku harus membedah kota ini agar kudapatkan kekasih yang baik sebaik kota ini ? keluhku menahan tangis. “Ah andai saja intan permata bisa kutemukan di kota ini!” doaku penuh harap.
Karena setiap hati aku melewati jalan Moch Raden Saleh untuk menuju tempatku bekerja aku pun penasaran dengan gedung itu. Gedung yang semua hampir di cat dengan warna putih sepertinya banyak menyimpan misteri. Kelihatan dari luar memang seperti seram tapi karena aku penasaran aku memberanikan diri untuk berkunjung ke museum itu.
Oh ternyata sangat bagus isinya di Museum Mochammad Raden Saleh. Kita masuk pun gratis hanya menulis nama di buku tamu. Tapi sayangnya kita tidak boleh membawa hp ataupun kamera. Jadi aku pun tak bisa berselfie ria di dalam gedung.
Di dinding yang hamper semua bercat putih itu banyak terpajang foto-foto keluarga Dr.Mochammad Saleh. Oh ternyata Dr.Mochammad Saleh adalah seorang dokter lulusan dari STOVIA perkembangan dari sekolah dokter jawa. Beliau berpindah-pindah tugas hingga akhirnya menetap di Kota Probolinggo.
Dr.Mochammad Saleh memiliki sebelas orang anak. Wow sungguh luar biasa ! Di dinding terpampang silsilah keluarga beliau. Ada keluarga beliau menjadi Pahlawan Nasional seperti Abdurrahman Saleh yang namanya diabadikan menjadi nama Bandara di Malang Bandara Utara Abdurrahman Saleh.
Awalnya rumah tersebut di tempati oleh Dr.Mochammad Saleh dan keluarganya Tahun 2013 barulah rumah tersebut berubah menjadi museum setelah putra no sepuluh Bapak Abu Bakar Saleh yang meninggal di Probolinggo 2 Februari 2008 l dan rumah itu dibiarkan kosong hingga tahun 2012. Di museum itu banyak sekali peninggalan yang berkaitan dengan dunia rumah sakit.
Aku jadi tahu tentang peralatan medis zaman dahulu. Iya dulu alat kedokteran pun masih sangan sederhana. Para dokter dengan ikhlas membantu rakyat miskin untuk mendapatkan kesehatan yang layak. Mereka membantu tanpa pamrih semua rakyat di Indonesia. Sungguh mulia hatimu dokter, kataku dalam hati. Andai saja kutemui dokter muda disini. Aduduh hobi mengkhayalku kembali bermain di benakku.
Aku berkeliling museum pagi ini. Kulihat ruang tamu yang penuh dengan foto dan deretan nama-nama para putra putri Dr.Mochammad Saleh. Kulihat juga baju-baju dokter. Tempat tidur para pasien yang semuanya mengingatkan kita pada kehidupan masa lalu. Sungguh Indonesia ini negeri penuh sejarah. Membayangkan kehidupan masa lalu negriku membuat air mata terkuras. Di dinding juga terpampang foto para pemuda-pemuda zaman dulu. Mereka gigih memperjuangkan Indonesia merdeka. Mereka sering menginap di rumah Bapak Mochammad Saleh. Hingga rumah itu juga disebut rumah Bhineka Tunggal Ika. Karena yang menginap dari berbagai penjuru Indonesia.
Tak terasa hampir satu jam aku berkeliling di Rumah Dr.Mochammad Saleh yang sekarang menjadi museum itu. Kakiku sudah terasa pegal dan akupun keluar dari museum. Di teras museum aku duduk di rerumputan sebelum melanjutkan perjalanan keliling kota dengan sepeda polygonku. Tiba-tiba aku terkejut ada seorang yang menyapaku. “ Rayong. . . . . maaf mbak apa mbak namanya Rayong ?” kata seorang pria yang berdiri di depanku. Ya Allah bukankan ini Si Aldy yang kost di sebelah rumahku di Solo? Ya Si Aldy calon dokter dengan kacamata tebalnya yang membuatku hamper jatuh hati.
“I ……..Iya …..kamu Aldy ? kataku kaget hampir tak percaya bisa bertemu dengan si calon dokter yang super “COOOLLL”. Yaa Aldy terkenal sangat dingin bila disapa oleh kami mahasiswi yang kebetulan bertetangga dengan kostnya.
“ Lo kok disini mbak Rayong ? “ kata Aldy sambil terus menatapku. Aduhh tatapan mata seorang dokter benar-benar membuatku mabuk kepayang. Meski matanya tertutup kacamatanya yang tebal tapi sorot matanya terlihat jelas. Sorot mata laki-laki sejati, bathinku. Ya Allah. . . . . mimpi apa aku semalam. . . bisa bertemu Aldy disini. Padahal di Solo aku jarang bertemu kalaupun bertemu hanya bersapa ria sekedar basa-basi agar terhindar dari sebutan “gadis sok”. Yaa kami hanya say “hello” menghindari kekakuan.
Aku yang kaget setengah mati bertemu Aldy disini di Kota Probolinggo jadi salah tingkah. Kaget tapi senang … Mudah-mudahan ini doaku terkabul mendapat jodoh. Tak sia-sia aku datang jauh-jauh ke Kota Mangga untuk mendapat jodoh, kataku dalam hati.
“ Hello. . . . . kok bengong mbak ?”
“ Oh . . . . Aldy . . . . . eh Mas Aldy gak nyangka bisa disini. Mas Aldy sendiri kok disini. Maksud saya kok di Kota Probolinggo?” tanyaku. Aku mulai dapat menguasai diriku. Aldy tersenyum manis padaku. “Mbak Yuk ngopi disana sambil menunjukkan warung kopi dekat museum.” Akupun menurut, Kami berdua berjalan beriringan. Hatiku dag dig dug. Mudah-mudahan detak jantungku tak terdengar oleh Aldy. Kan malu kalau ternyata detak jantungku terdengar lebih cepat dari biasanya. Makhlum Aldy seorang calon dokter. Pasti merasakan detak jantung calon pasiennya , Ihh . . . . calon pasiennya . . . . . aku kan ga sakit ? Tapi kalau sakit cinta memang iya. Aduhhh kok jadi norak sih . . . jeritku
Benar saja Aldy menggandengku saat kami jalan ke warung kopi. Panas dingin aku dibuatnya. Ya Allah mudah-mudahan aku gak pingsan. Oh . . . .tanganku mulai dingin.Mata kami beradu pandang.Aih…mungkin ini magnet cinta di museum.
Sejak pertemuan tak terduga dengan Aldy yang notabene orang Probolinggo asli membuatku semakin rajin menyusuri kota ini.Musium DR Mohammad Saleh menjadi saksi cintaku dengan sang dokter muda Aldy.”Rayong menikahlah denganku dan menetaplah dikota ini bersamaku..aku ingin mengabdi sebagai dokter disini.Aku terlahir disini besar disini kuingin berbuat yang terbaik bagi kotaku .Aku yakin tanganku ini dibutuhkan disini dikotaku sendiri
Aku hanya bisa mengannguk dan tersenyum.Oh Tuhanku akhirnya aku bertemu juga dengan jodohku di museum DR MOHAMMAD SALEH.Ahkirnya Probolinggo menjadi kota terindah di sepanjang hidup kami.
BIOGRAFI PENULIS
Nama saya Eny soraya SE. Saya tinggal dikota Probolinggo tepatnya di jalan Juanda 144 Probolinggo. Saya lahir di kota Ngawi kota paling timur dari propinsi Jawa Timur 45 tahun yang lalu tepatnya tgl 17 April 1973.Masakecil saya dihabiskan dikota saya di NGAWI. Saya mendapatkan gelar s1 dari UNIVERSITAS ISLAM MALANG jurusan ekonomi.Hobyy saya menulis sejak duduk dibangkku sekolah dasar saya terbiasa menulis apa saja. Hobi itu terbawa hingga sekarang. Sering menulis cerpen di blog gurusiana .Oh ya pekerjaanku sehari hari adalah menjadi guru sekaligus pengelola PKBM HOMESCHOOLING THE BEST. Satu satunya homeschooling yang ada dikota Probolinggo. Prestasi yang saya capai idak banyak.Waktu SD aku selalu memenangkan lomba baca puisi di tingkat kota NGAWI maupun di Propinsi.Cerpen saya yang berjudul KIDUNG AKSARA DI TANJUNG TEMBAGA pernah meraihh juara 2 di lomba cerpen DEWAN KESENIAN KOTA PROBOLINGGO dua tahun yang lalu.Bulan April 2018 buku saya yang berjudul PAHAMI AKU AYAH IBU diterbitkan oleh penerbit CV KOTA TUA MALANG sebuah buku motivator untuk ayah bunda dalam mendidik putra putrinya,
AKU DAN MUSEUM DR MOHAMAD SALEH
Eny Soraya
Pertama kali aku datang di Kota Probolinggo kesan yang kutangkap adalah “panas”. Satu kata bisa menjelaskan semua makna dari sebuah kota. Mataku menatap di sebuah gedung yang terletak di Jalan Dr. Mochammad Saleh. Dug….. perasaan takut dan kaget menyapaku. Aku heran mengapa hatiku terjerat untuk mendatangi gedung itu. “Ah serem….” Pikirku…. Akupun berbalik untuk meninggalkan gedung itu.
Sebagai warga baru aku termasuk orang yang ingin tahu banyak tentang kota baruku ini. Karena aku tak menyangka pimpinan perusahaanku menempatkan aku di sebuah kota yang begitu asing dan unik di mataku. Yaa kota yang penuh dengan keberagaman budaya dan kota yang ramah bagi pendatang baru seperti diriku. Aku benar-benar terpesona. Andai saja aku bisa menemukan jodohku disini . . . “ kataku dalam hati.
Sudah satu bulan aku menjadi Warga Probolinggo. Setiap sudut kota yang kulewati selalu memberikan senyum khasnya. Gedung Walikota hampIr setiap hari aku lihat.. Banyak spanduk baliho terpampang ucapan selamat. Aku pun senang menyusuri kota dengan sepeda “Polygon ku” yang kubawa dari Kota Solo. Ah meskipun kota ini tak seramai Solo tapi Probolinggo ini cukup menarik dihati seorang dara seperti diriku. Tatanan kotanya yang bagus dan unik membuatku semakin jatuh cinta pada kota yang super panas ini. Tak terkecuali angin yang bertiup dengan kencang seolah mengajakku untuk merasakan dinginnya kota jika musim angin tiba.
Kata temanku di Pobolinggo ini terkenal dengan sebutan “ Angin Gending”. Kalau dalam bahasa jawa gending itu berarti lagu. Mungkin orang Probolinggo suka mendengarkan lagu di tengah-tengah angin berhembus, pikirku.
“Entahlah setiap aku memikirkan kota baruku ini semakin aku tak mengerti mengapa kota ini begitu damai dan sejahtera masyarakatnya. Tempat-tempat ibadah pun tegak berdiri satu sama lain tapi tak pernah ada gesekan. Sungguh kota yang cocok untuk hidup di saat pensiun nanti” kataku dalam hati. Yaa secangkir teh panas dan pisang goreng akan terasa nikmat jika dinikmati di teras rumah bersama sang suami di kota yang cantik ini. Aduduh hobi mengkhayalku kumat lagi. Jangankan minum teh bersama suami tercinta, kekasih saja aku belum dapat. Oh Tuhan apa aku harus membedah kota ini agar kudapatkan kekasih yang baik sebaik kota ini ? keluhku menahan tangis. “Ah andai saja intan permata bisa kutemukan di kota ini!” doaku penuh harap.
Karena setiap hati aku melewati jalan Moch Raden Saleh untuk menuju tempatku bekerja aku pun penasaran dengan gedung itu. Gedung yang semua hampir di cat dengan warna putih sepertinya banyak menyimpan misteri. Kelihatan dari luar memang seperti seram tapi karena aku penasaran aku memberanikan diri untuk berkunjung ke museum itu.
Oh ternyata sangat bagus isinya di Museum Mochammad Raden Saleh. Kita masuk pun gratis hanya menulis nama di buku tamu. Tapi sayangnya kita tidak boleh membawa hp ataupun kamera. Jadi aku pun tak bisa berselfie ria di dalam gedung.
Di dinding yang hamper semua bercat putih itu banyak terpajang foto-foto keluarga Dr.Mochammad Saleh. Oh ternyata Dr.Mochammad Saleh adalah seorang dokter lulusan dari STOVIA perkembangan dari sekolah dokter jawa. Beliau berpindah-pindah tugas hingga akhirnya menetap di Kota Probolinggo.
Dr.Mochammad Saleh memiliki sebelas orang anak. Wow sungguh luar biasa ! Di dinding terpampang silsilah keluarga beliau. Ada keluarga beliau menjadi Pahlawan Nasional seperti Abdurrahman Saleh yang namanya diabadikan menjadi nama Bandara di Malang Bandara Utara Abdurrahman Saleh.
Awalnya rumah tersebut di tempati oleh Dr.Mochammad Saleh dan keluarganya Tahun 2013 barulah rumah tersebut berubah menjadi museum setelah putra no sepuluh Bapak Abu Bakar Saleh yang meninggal di Probolinggo 2 Februari 2008 l dan rumah itu dibiarkan kosong hingga tahun 2012. Di museum itu banyak sekali peninggalan yang berkaitan dengan dunia rumah sakit.
Aku jadi tahu tentang peralatan medis zaman dahulu. Iya dulu alat kedokteran pun masih sangan sederhana. Para dokter dengan ikhlas membantu rakyat miskin untuk mendapatkan kesehatan yang layak. Mereka membantu tanpa pamrih semua rakyat di Indonesia. Sungguh mulia hatimu dokter, kataku dalam hati. Andai saja kutemui dokter muda disini. Aduduh hobi mengkhayalku kembali bermain di benakku.
Aku berkeliling museum pagi ini. Kulihat ruang tamu yang penuh dengan foto dan deretan nama-nama para putra putri Dr.Mochammad Saleh. Kulihat juga baju-baju dokter. Tempat tidur para pasien yang semuanya mengingatkan kita pada kehidupan masa lalu. Sungguh Indonesia ini negeri penuh sejarah. Membayangkan kehidupan masa lalu negriku membuat air mata terkuras. Di dinding juga terpampang foto para pemuda-pemuda zaman dulu. Mereka gigih memperjuangkan Indonesia merdeka. Mereka sering menginap di rumah Bapak Mochammad Saleh. Hingga rumah itu juga disebut rumah Bhineka Tunggal Ika. Karena yang menginap dari berbagai penjuru Indonesia.
Tak terasa hampir satu jam aku berkeliling di Rumah Dr.Mochammad Saleh yang sekarang menjadi museum itu. Kakiku sudah terasa pegal dan akupun keluar dari museum. Di teras museum aku duduk di rerumputan sebelum melanjutkan perjalanan keliling kota dengan sepeda polygonku. Tiba-tiba aku terkejut ada seorang yang menyapaku. “ Rayong. . . . . maaf mbak apa mbak namanya Rayong ?” kata seorang pria yang berdiri di depanku. Ya Allah bukankan ini Si Aldy yang kost di sebelah rumahku di Solo? Ya Si Aldy calon dokter dengan kacamata tebalnya yang membuatku hamper jatuh hati.
“I ……..Iya …..kamu Aldy ? kataku kaget hampir tak percaya bisa bertemu dengan si calon dokter yang super “COOOLLL”. Yaa Aldy terkenal sangat dingin bila disapa oleh kami mahasiswi yang kebetulan bertetangga dengan kostnya.
“ Lo kok disini mbak Rayong ? “ kata Aldy sambil terus menatapku. Aduhh tatapan mata seorang dokter benar-benar membuatku mabuk kepayang. Meski matanya tertutup kacamatanya yang tebal tapi sorot matanya terlihat jelas. Sorot mata laki-laki sejati, bathinku. Ya Allah. . . . . mimpi apa aku semalam. . . bisa bertemu Aldy disini. Padahal di Solo aku jarang bertemu kalaupun bertemu hanya bersapa ria sekedar basa-basi agar terhindar dari sebutan “gadis sok”. Yaa kami hanya say “hello” menghindari kekakuan.
Aku yang kaget setengah mati bertemu Aldy disini di Kota Probolinggo jadi salah tingkah. Kaget tapi senang … Mudah-mudahan ini doaku terkabul mendapat jodoh. Tak sia-sia aku datang jauh-jauh ke Kota Mangga untuk mendapat jodoh, kataku dalam hati.
“ Hello. . . . . kok bengong mbak ?”
“ Oh . . . . Aldy . . . . . eh Mas Aldy gak nyangka bisa disini. Mas Aldy sendiri kok disini. Maksud saya kok di Kota Probolinggo?” tanyaku. Aku mulai dapat menguasai diriku. Aldy tersenyum manis padaku. “Mbak Yuk ngopi disana sambil menunjukkan warung kopi dekat museum.” Akupun menurut, Kami berdua berjalan beriringan. Hatiku dag dig dug. Mudah-mudahan detak jantungku tak terdengar oleh Aldy. Kan malu kalau ternyata detak jantungku terdengar lebih cepat dari biasanya. Makhlum Aldy seorang calon dokter. Pasti merasakan detak jantung calon pasiennya , Ihh . . . . calon pasiennya . . . . . aku kan ga sakit ? Tapi kalau sakit cinta memang iya. Aduhhh kok jadi norak sih . . . jeritku
Benar saja Aldy menggandengku saat kami jalan ke warung kopi. Panas dingin aku dibuatnya. Ya Allah mudah-mudahan aku gak pingsan. Oh . . . .tanganku mulai dingin.Mata kami beradu pandang.Aih…mungkin ini magnet cinta di museum.
Sejak pertemuan tak terduga dengan Aldy yang notabene orang Probolinggo asli membuatku semakin rajin menyusuri kota ini.Musium DR Mohammad Saleh menjadi saksi cintaku dengan sang dokter muda Aldy.”Rayong menikahlah denganku dan menetaplah dikota ini bersamaku..aku ingin mengabdi sebagai dokter disini.Aku terlahir disini besar disini kuingin berbuat yang terbaik bagi kotaku .Aku yakin tanganku ini dibutuhkan disini dikotaku sendiri
Aku hanya bisa mengannguk dan tersenyum.Oh Tuhanku akhirnya aku bertemu juga dengan jodohku di museum DR MOHAMMAD SALEH.Ahkirnya Probolinggo menjadi kota terindah di sepanjang hidup kami.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pengen aku ke musiun ,tulisan yang yeah
Wow, museum sejuta keindahan dibalut cinta. Sukses selalu dan barakallah