Enysoraya

Pkbm homeschooling the best...

Selengkapnya
Navigasi Web

MEMBUNUH SEPI

Membunuh Sepi

Di trotoar jalan dia duduk. Tak peduli setiap orang menatap padanya. Suara kendaraan yang bersliweran di depan matanya pun dia tak peduli. Pak Jack Tua tetap asyik menghitung receh hasil dari kerjanya sebagai juru parkir legal. Ia tak peduli dengan label juru parkir legal pada pekerjaannya yang penting dia dapat bertahan hidup di kota yang menjadi tumpuan harapannya itu.

Tak banyak yang tahu tentang asal usul si Jack Tua itu. Dari perawakannya yang tinggi besar dengan kulit yang sawo matang serta alisnya yang tebal dan gigi yang rapi membuat orang di sekitar itu tahu bahwa si Jack Tua di waktu mudanya sangat tampan. Entah sudah berapa banyak wanita yang tergiur dengan ketampanan si Jack Tua ini. Dari logat bicaranya pun warga sekitar tahu kalau si Jack berasal dari perantauan. Entahlah yang penting warga merasa bersyukur dengan kehadiran si Jack Tua di daerah mereka.

Masih tampak ketampanan dimasa muda maka warga sekitar daerah Cangkring memanggilnya Pak Jack. Gelar Tua pun dia peroleh karena usianya yang memasuki 65 tahun. Pak Jack Tua merasa beruntung diterima di daerah Cangkring. Meski ada yang menawarinya pekerjaan sebagai satpam di rumah janda bahenol yang kerja di daerah Cangkring di tolaknya karena bagaimanapun Pak Jack merasa dirinya masih punya iman. Karena dia melihat kerlingan mata nakal si janda mengingatkan dirinya akan masa lalunya yang kelam.

Pak Jack Tua lebih memilih tinggal di masjid di wakaf milik Pak Haji Dullah. Pak Haji Dullah memperbolehkan Pak Jack Tua untuk tidur di komplek masjidnya. Pak Haji Dullah yang terkenal baik hati itupun tak tega melihat nasib Pak Jack Tua yang yang hidup sebatang kara.

Setiap pagi Pak Jack Tua rajin menyapu halaman masjid. Meskipun dia tidak dibayar sepeserpun tapi Pak Jack Tua yakin dia dibayar oleh yang mempunyai kehidupan ini Allah SWT. Keikhlasan hatinya sudah bulat untuk menjalankan kehidupan di akhir dengan baik.

Receh demi receh yang ia peroleh dari hasil kerjanya sebagai juru parkir legalpun dia shodaqohkan ke masjid. Yang penting untuk makan setiap hari ada receh yang lain milik Allah. Itu prinsip hidup seorang Pak Jack Tua. Entahlah apa yang membuat Pak Jack Tua berubah menjadi religius. Hari-harinya pun diisi dengan kegiatan di masjid setelah pulang dari pekerjaannya.

Pak Jack Tua pun mulai belajar mengaji dengan Pak Ustadz Rohim. Ustadz Rohim yang usianya masih 20an itupun tak canggung mengajar Pak Jack Tua untuk mengaji. Meski belajar mengaji pada Ustadz Rohim yang lebih pantas jadi cucunya itu Pak Jack Tua pun tak malu. Yang penting ada bekal jika dia nanti menghadap sang Illahi. Itu prinsip hidup baru yang Pak Jack Tua berusaha untuk mematuhinya.

Air mata Pak Jack Tua kadang jatuh manakala dia menghitung receh demi receh. Dia yang dulu gagah perkasa, dengan uang yang banyak dan cewek-cewek cantik disekelilingnya sekarang harus terima kenyataan hidup menghitung uang receh. Kalau ada mobil mewah yang parkir hatinya semakin ngilu bagai disayat pisau. Dulu dia pun pernah duduk dibelakang stir mobil mewah itu. Disebelahnya istrinya yang cantik dan muda membelainya dengan desahan manja. Tapi sayang entah kemana pergi perempuan-perempuan itu. Ditinggalkannya Pak Jack Tua menatap hari tua sendiri sebatang kara. Teman yang dulu sering minum dan berbagi uang haram hilang bagai ditelan bumi. Pak Jack Tua sendiri dengan kesepian yang panjang.

Sepi dan sunyi di hari tua membuat Pak Jack Tua semakin rajin mengaji. Dihalaunya rasa gundah gulana yang sering hinggap menghantui tidurnya. Di keheningan malam Pak Jack Tua duduk sendiri di sudut masjid. Semakin tertunduk dan rasa malu pun semakin besar manakala dia mengingat dosa-dosanya. Dosanya yang menurutnya sangat besar adalah tak menepati janjinya dengan benar, itu kata hatinya. Entah janji apa yang dibuat Pak Jack Tua dulu hingga membuatnya menangis. “Andai Ku Tahu milik Pasha Ungu” mungkin cocok untuk keadaan Pak Jack Tua sekarang ini. Pak Jack Tua pun sering menyanyikan lagu itu manakala berkumpul dengan para junior tukang parkir di daerah Cangkring. Para junior pun hanya bisa menggelengkan kepala dan sebagian menyanggah tanda setuju dengan lirik lahu itu. Meskipun Pak Jack Tua menyanyikan dengan terisak-isak para junior menjadi maklum. Di parkiran para junior di usia seperti Pak Jack Tua memang wajib sadar dan lebih religius karena kematian diambang mata mereka. Sedangkan bagi Pak Jack Tua lagu itu semakin membuatnya jatuh di dasar karena dosa yang menurutnya sangat memalukan sekali. Entahlah dosa apa yang diperbuat oleh Pak Jack Tua dimasa muda. Cukuplah Pak Jack Tua dan Tuhannya yang tahu.

Karena menurut Pak Jack Tua dosa dan taubat itu tidak perlu diumumkan di depan orang-orang karena akan menimbulkan salah paham. Ini menurut hati nurani Si Pak Jack Tua seorang juru parkir legal. Di usianya yang senja harusnya dia menikmati dengan hidup nyaman dikelilingi anak cucu dan istri yang menemaninya di waktu pagi dengan secangkir teh. Tetapi di hari tua ini justru Pak Jack Tua sendiri dengan rasa sepinya.

Nasib itu memang sudah diatur. Pak Jack Tua pun konsukwen dengan hidupnya yang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Hanya dia menyesali mengapa di masa mudanya Pak Jack Tua terlena dengan glamornya dunia. Yang menurut Pak Jack Tua sangat memabukkan dan menyenangkan tetapi penuh dengan kepalsuan. Semakin dikenang masa mudanya Pak Jack Tua merasa dadanya seperti ditindih batu sebesar gunung. Kalau dirinya saja merasa tersiksa dengan dosanya, apa para penjahat kelas kakap juga merasa seperti dirinya? Pikir Si Jack Tua. Diluar sana juga banyak yang berbuat dosa tapi hanya satu atau dua yang menyesali dan bertaubat. Sedangkan yang lainnya malah semakin bangga dengan tumpukan dosanya. Mungkin menurut mereka dosa itu bisa dihapus dengan satu hari ikut ritual dengan episode menangis sampai sesunggukan. Entahlah menurut Pak Jack Tua itu tidak efektif. Meskipun Pak Jack Tua seorang yang kekurangan tetapi di masa mudanya Pak Jack Tua juga sempat duduk di bangku sekolah. Meskipun tidak mengenyam pendidikan yang tinggi tetapi ijazah SMA bisa diraihnya. Hanya nasib yang membuatnya seperti ini.

Pak Jack Tua tak mau larut dengan kesedihan dan kesendiriannya. Meskipun prestasi hidup tidak bisa diperolehnya setidaknya gelar Khusnul Khotimah harus diraihnya. Ini yang menjadi cita-cita hidup Pak Jack Tua sekarang ini. Tak apalah meski yang diluar sana seusia dia masih getol mengejar gelar dan penghargaan dari manusia yang ujung-ujungnya juga tidak dibawa bila mati, itu pikir Pak Jack Tua. Pak Jack Tua masih beruntung Allah menyadarkannya untuk bertaubat meski di usia senja. Walaupun tidak ada batasan umur untuk bertaubat setidaknya rambut mulai memutih itu salah satu tanda untuk lebih mengingat kematian.

Pak Jack Tua lambat laun mulai mensyukuri semua yang ia nikmati sekarang ini. Ia berusaha untuk membunuh rasa sepinya dengan banyak bergaul dengan para jamaah masjid. Diisi hari-harinya dengan bekerja sebagai tukang parkir legal demi sesuap nasi yang halal dan tidak mengemis dari orang lain. Karena pekerjaan mengemis menurutnya pekerjaan yang hina. Karena selama dia masih kuat pantang baginya untuk mengemis. Dulu waktu dia masih menjadi ketua perkumpulan dia juga mengharamkan anak buahnya untuk mengemis. Meskipun hanya mengemis sebuah tanda tangan. Memang Pak Jack Tua terkenal dengan sifat yang keras namun hatinya yang lembut dihari tuanya.

Jaman di masa mudanya pun sudah berlalu. Yang ada sekarang hidup dengan makna. Simbol makna hidup sudah dibuat oleh Pak Jack Tua. Simbol untuk membunuh rasa sepinya diusia senja. Ibarat matahari yang akan terbenam, usia Pak Jack Tua harus undur diri dari muka bumi. Tapi itu bukan berarti menatap matahari dengan kekosongan jiwa. Karena Pak Jack Tua telah mempersiapkan diri dengan bekal iman hadiah terindah dalam hidupnya dari Sang Illahi.

Hanya rasa sepi yang harus diusirnya sejauh mungkin dari hidupnya. Karena sepi itu tak akan ada ujungnya jika kita menyesali, pikir Pak Jack Tua. Selama dunia sekitarnya masih memberikan senyum pada Pak Jack Tua itu sudah mengubur rasa sepi dan membunuhnya ke jurang dasar. Pak Jack Tua bangga karena dia dapat menghalau sejuta perasaan galau di hari tuanya.

Senyum Pak Jack Tua takkan pudar dan menghiasi daerah Cangkring. Biarkanlah awan putih diatas sana yang akan menyelimuti tidur Pak Jack Tua di masjid wakaf Pak Dullah. Jabat tangan yang ramah dan sikap yang bersahabat para jamaah masjid menemani hari-hari Pak Jack Tua menghalau rasa sepi. Pak Jack Tua yakin dengan kasih sayang dan Rahmat Allah SWT. dia dapat membunuh rasa sepi di hari tuanya itu.

Identitas Diri

Eny Soraya, SE. Jl. Juanda No. 144 Probolinggo 081231119369

Aktifitas sehari-hari sebagai pimpinan di Lembaga Homeschooling dan Bimbel The Best

Nomer rekening 0073-01-015089-53-5 atas nama Eny Soraya SE

Cerpen Jawa Pos !

[email protected]

Data Diri

Nama : Eny Soraya, SE

Tempat/Tanggal Lahir : Ngawi, 17 April 1973

Alamat : Jl. Juanda 144 Probolinggo

Telp : 081231119369

Aktifitas : Pimpinan di Lembaga Homeschooling dan Bimbel The Best

No. Rekening BRI : 0073-01-015089-53-5 atas nama Eny Soraya, SE.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen bu, kalau masih rasa sepi, suruh masuk gurusiana, di sini msh rame, hehehe..

27 Oct
Balas

Siip bu

30 Oct
Balas



search

New Post