Enysoraya

Pkbm homeschooling the best...

Selengkapnya
Navigasi Web

PLEASE TATAPLAH MATAKU

Please, Tataplah Mataku

Sedih,sedih banget saat ku baca surat yang diberikan oleh kekasihku lewat sahabatku. Shok banget sich dia. Memangnya aku gak bisa ya cari pengganti elo. “Hallo...” kataku dalam hati untuk menghibur diriku yang sebenarnya hancur seperti rempeyek mak Ijah. Aduch masih mending rempeyek mak Ijah. Meski hancur masih bisa dimakan. Lha kalau hatiku....

Gara-gara surat pink itu hari ini ujian semesterku bakal remidi. Aduch mak... aku gak bisa bayangin nilai apa yang bakal aku dapat. Dapat C alhamdulillah banget... moga-moga saja pokoknya jangan D apalagi E amin-amit. Bisa-bisa mamaku memangkas uang bulananku. “Ya Allah...kasihani lah diriku...bukan mau hamba dapat nilai jelek tapi kekasih hamba yang menulis surat yang membuat nilai hamba jelek jadi berantakan...huhu”, usahaku bernegosiasi dengan Tuhan. Aku yakin Tuhanku Maha Penyayang.

Kekasihku Sony baru saja menitipkan surat putus pada sahabatku untuk diriku. Aku benar-benar hampir tak percaya membaca isi suratnya. Yang membuat duniaku gelap, kecil dan semua jadi buram. Padahal buramnya dunia aku juga tidak tahu seperti apa. Jadi bisa dibayangkan betapa galaunya hatiku. Padahal siang jam 10.00 WIB aku ada ujian manajemen keuangan. Susah payah semalam suntuk aku belajar manajemen keuangan tapi gara-gara surat itu semua jadi kacau. Tiba-tiba saja otakku jadi buntu. Seperti saluran WC yang tersumbat. Semua memory kumpul jadi satu hingga berujung pada satu kata...”EGP ...emang gue pikirin, lu Son...” teriakku di kamar kostku yang amburadul gara-gara semalam aku belajar sistem kebut semalam alias SKS. Aduch...aku tak peduli.

Sejenak aku lupakan kegalauan hatiku. Kutatap langit-langit kamarku yang berwarna putih. Tak ada apa-apa di langit itu. Memang tak kuberi apa-apa di langit-langit itu karena jika kuberi gambar aku takut gambar wajah Sony yang muncul. Alamak ngapain aku teringat dia lagi. Cowok yang mengharu birukan cintaku dan hatiku. Padahal hati ini khan berwarna coklat. Entahlah berubah warna menjadi biru sangat konyol sekali menurutku. Kebanyakan para gadis seperti diriku memang terlalu melebih-lebihkan segala sesuatu yang berbau cinta. Apalagi lagi “broken heart” seperti ini. Rasanya semua ingin dikubur habis di dasar jurang yang paling dalam. Padahal aku sendiri tidak pernah melihat jurang apalagi terjun ke dasar jurang. Amit-amit dech... So pasti aku gak bakal mau karena bagiku menikmati hidup jauh lebih enak daripada mati konyol. Apalagi bunuh diri. Tidak ada kamusnya dalam hidupku. Yaa usiaku masih muda banget. Apalagi ditunjang tinggi badan yang cukup dan wajah yang cantik aku pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dari Sony.....kuburku dalam hati.

Aku sendiri seorang mahasiswi di universitas ternama yang ada di kota bunga Malang. Yach aku memilih kampus di kota bunga Malang karena mama menyuruhku untuk memilih kampus yang tidak terlalu jauh dari kota tempat tinggal mama. Keluargaku yang tinggal di Probolinggo sangat sering sekali berkunjung ke rumah kostku. Apalagi mama.... hampir setiap minggu selalu hadir di kostku. Meskipun hanya sebentar tapi itu cukup melegakan hati mama jika melihat keadaanku baik-baik saja. Padahal di hari Minggu harusnya waktuku bersama pacarku tapi karena seringnya mama datang membuat Sony ekkasihku kecewa karena gak bisa ngobrol berdua denganku. Apalagi mama kadang-kadang mengajak ngobrol Sony. Habis dech waktu “wakuncarnya”. Huh....mama mama...kog yaa... enggak pengertian sich..., gerutuku saat kulihat mama udach asik mengobrol dengan Sony. Sony juga sok pengen kelihatan baik di depan mamaku. Sebel...sebel....sebel....teriakku keras-keras hingga pintu kamarku dibuka sama Santi sohibku.

“Ada apa sich Yong...” tanya Santi sambil duduk disampingku. Aku yang duduk di kasur kelihatan kusut banget. Udach dua hari rambut panjangku tak kusisir. Padahal rambutku adalah salah satu pesona yang ada pada diriku. Bayangin saja dengan rambutku yang panjang dan hitam sedikit bergelombang, mataku yang sedikit sipit bukan karena aku keturunan Tionghoa tapi karena mamaku yang doyan tidur saat hamil dan kulitku yang kuning langsat plus kaca mata minus 1,5 menambah pesona yang khas yang ada pada diriku. Bukannya sombong sich tapi memang begitu kenyataannya, sobat. “San...” kataku sambil menghembuskan nafas panjang. Seperti orang kekurangan uang dan makan. Memang nasib anak kost kurang uang dan makan itu sudah biasa. Bukan anak kos kalau sejahtera...prinsipku. Kulirik Santi sahabatku yang selalu ada disaat aku sedih dan senang. Apalagi kalau mamaku datang dipastikan Santi akan menyambut dengan senang hati karena Santi selalu dapat angpao juga dari mamaku. Kadang aku sempat sewot juga kalau angpao yang diberikan ke Santi lumayan besar. Menurutku mama cukup memberi oleh-oleh mie instan 10 bungkus sudah bagus dan mewah kalau untuk ukuran anak kost. Dasar Santi....sok cari muka kayak Sony...tapi Santi beda dikit dengan Sony. Dia mau mendengarkan keluh kesahku.

“Ngapain kamu kayak gini...bertengkar dengan Sony?” tanya Santi lembut. Dia tahu kalau aku lagi sedich...biasanya aku berdiam diri di kamar dan keadaan kamarku yang amburadul. Aku berikan surat Sony pada Santi yang dititipkan Sony lewat dirinya. “Lho...ini khan surat Sony yang kemarin yang dititipkan aku buat kamu khan Yong,....” tanyanya heran. Santi tak tahu isinya. Ia hanya dititipi surat dari Sony untuk diberikan kepadaku. Itupun waktu kemarin saat Santi secara tak sengaja bertemu Sony di mulut gang jalan menuju kostku.

“Enggak apa-apa San,...baca saja”, jawabku sambil tidur-tiduran di kasur. Kulihat Santi agak ragu membuka amplop warna pink itu. Dengan ragu-ragu Santi membuka dan matanya melotot tanda tak percaya dengan isi surat itu. “Hah.....cuma ini....tulisannya..., pelit banget, tuh Sony. Masak nulis buat pacar cuma dua baris doang mana isinya cuma kata “kita putus dulu...ya yank...” aduch mak yang bener aja nich Sony” kata Santi sambil tertawa berbahak-bahak. “Lho kok kamu ketawa sich San”, kataku jengkel. “Bukannya simpati kek eh malah ngledek...udach paham belum isinya...” kataku sedikit keras. Huh Santi kadang memang menyebalkan. Sahabatku ini memang tergolong kuper. Maklum dia keponakan bapak kost yang punya kost-kost’an termasuk kost’anku. Karena pak kost tinggal diluar kota jadi Santi lah yang dipercaya untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak kost. Peserta kost lain menyebut Santi sebagai ibu kos kw maklum bukan ibu kost yang sesungguhnya. Jadi kita lebih sering memanggil Santi dengan mak kost kw. Sebagai teman satu kampus sobatku Santi memang sungguh baik. Kelewat baik malah menurutku.

Dunia Santi sangat berbeda jauh denganku. Santi type anak yang cerdas dan kutu buku. Sementara aku lebih suka dengan menghabiskan waktuku dengan Sony dan kegiatan kaum anak muda. Apalagi hobbyku di dunia musik membuatku selalu ke karaoke untuk menyalurkan bakat terpendamku. Orang tuaku yang tidak suka dengan hobby yang juga bakat terpendamku membuatku harus masuk fakultas ekonomi yang menurutku sebenarnya tidak menarik. Tapi demi orang tuaku dan aku ingin disebut anak berbakti terpaksa aku turuti juga kemauan orang tuaku. Dengan masuk di fakultas ekonomi ini akhirnya aku bertemu dengan Santi manusia yang super baik tapi juga menjengkelkan.

“Gimana menurutmu San....” kataku sambil mengambil tysu untuk yang terakhir kalinya. Rasanya air mata ini udach kering habis kayak sumur pak kos yang karena airnya sudah habis. Kulihat Santi mengamati kertas warna pink itu dan dahinya pun mengerut. Tanda dia sedang berpikir. Mungkin kasus surat Sony perlu di Mahkamah konstitusikan mengingat ini adalah ketidak adilan. Karena pemutusan hubungan sepihak. Dengan santainya Santi mengambil kertas dari tanganku....

“Udachlah yong.....mendingan diterima aja. Mungkin Sony sudah menemukan gadis baru....” kata Santi sambil menatapku. “Tapi aku khan gak salah. Kok dia mutusin aku sich.... Emangnya aku ini apa?” jawabku setengah berteriak. Tak terasa air mataku kembali bahkan lebih deras mumpung ada Santi yang mau mendengarkan keluh kesahku. Jadi sekalian ajaaku menangis bak artis sinetron. Coba kalau ada sutradara yang lewat pasti dech aku kepilih jadi artis spesialis gadis tersakiti. Alamak masih sempat sempatnya aku berkhayal. Mungkin ini efek patah hati, pikirku.

Santi hanya terdiam. Sepertinya ia iba kepadaku. Dengan gayanya bak orang tua Santi pun mendekatiku dan mengusap rambutku. Aduch mak ini mah udach keterlaluan. Santi berperan seperti seorang ibu yang menasehati putrinya. Dengan lembutnya bak seorang ibu Santi pun menasehatiku. “Sudahlah yong. Lupakan Sony. Toh masih banyak cowok-cowok diluar sana yang mengejarmu.” kata Santi lembut. “Tapi aku hatiku sakit sekali San. Sakitnya tuh disini.” jawabku sambil menirukan gaya Cita Citata penyanyi dangdut yang centil itu. “Ya....sekali-kali kau merasakan patah hati yong”. “Huh....Aku harus bagaimana nich San....Aku harus balas perlakuannya padaku...”. “Setuju...” jawab Santi sambil berdiri mengacungkan tangannya. “Lho...tumben kau setuju dengan usulku....” kataku kaget tidak bisanya Santi setuju dengan usulku yang menurut dia terlalu menghebohkan. Tapi dengan setujunya Santi membuatku yakin memang Sony pantas dihukum. “Tapi bagaimana caranya...San.” kataku serius. “Gampang serahkan padaku pasti beres...” jawab Santi meyakinkan aku. “Tapi San....kau khan enggak pernah pacaran jadi belum pernah patah hati terusbagaimana kau tahu cara membalas dendam orang yang menyakiti kita. Lagian khan biasanya hatimu selembut salju...” kataku pada Santi. “Untuk kasusmu terpaksa aku buang dulu selembut salju hatiku. Karena ini menyangkut harkat martabat seorang wanita...” kata Santi berapi-api seperti para demonstran yang berusaha mengeluarkan aspirasinya.

“Caranya...San...”. Santi terdiam sejenak. Kulihat dia menulis surat di selembar kertas. Bolak balik dia mencoret kata dan menggantinya dengan kata yang baru. Lalu diberikannya kepadaku. Aku pun membacanya. Di kertas itu tertulis...

Dear Sony...

Aku sama sekali tak mengira saat membaca suratmu. Meski hanya 5 kata tapi cukup membuatku terjatuh dari jurang yang amat dalam sedalam cintaku padamu. Ku tak bisa berdiri sendiri tanpa kau disampingku. Hari-hariku akan kelabu meski aku yakin tidak ada nama hari kelabu dalam satu minggu tapi percayalah padaku kata putus darimu....membuatku lebih mengerti siapa dirimu sebenarnya....yang jelas kau tetap manusia yang pernah hadir dalam hidupku....

Sony....kekasihku.....suatu saat nanti kau akan tahu betapa kau selalu ku rindu dalam hari-hariku. Kau tak kan pernah percaya sinar cinta di mataku ini hanya untukmu. Please....Sony....tataplah mataku sekali saja. Pasti ada lingkaran hitam yang selalu ada wajah dan senyummu...please I can’t stop loving you....my dear....”

“Hah...bener nich....isi suratnya” kataku tak percaya. Surprise...bagiku karena Santi yang tak pernah pacaran bisa membuat surat cinta seromantis itu. Gila banget menurutku. Waduch berarti aku kalah dong sama Santi. Mungkin Santi punya pacar khayalan, batinku.

“Terus....surat ini diapakan San”. “Ya...dikirim lah....cepat ganti dengan tulisanmu....jangan lupa kau tanda tangani dengan darah sedikit...” kata Santi menerangkan panjang lebar dampak surat itu nanti. “What....pakai darah....amit-amit gak sesintimentil kayak gitu lah San...Lagian darahnya siapa yang mau dipakai tanda tangan”. “Ah gampang itu pak kos baru potong ayam mungkin ada darah sedikit. Teteskan di kertasmu beres. Gitu aja kok repot.” jawab Santi santai. Aduch mak Santi memang manusia teraneh menurutku dengan ide-idenya yang rada gila. Tapi biarlah yang penting aku lihat reaksi Sony atas suratku itu. Moga-moga aja dia mau kembali padaku. Amin, doaku dalam hati.

Surat itupun aku tulis ulang. Tak lupa kutanda tangani dengan tetesan darah ayam agar kelihatan surat cinta sampai mati. Padahal amit-amit dech. Kalau disuruh mati karena cinta mending pilih yang lain aja dech. Uh…Santi…Santi….dikau membuatku deg-deg-an.

Tak terasa sudah satu minggu surat itu diantar Santi ke tempat Sony. Kost ku memang tidak terlalu jauh dari kost Sony. Selama satu minggu aku menunggu reaksi Sony. Oh Tuhan tak ada tanda-tanda Sony kembali padaku. Dunia bagai kiamat….dan aku sangat malu bila mengingat surat yang kutulis buat Sony. Aduch mengapa aku menurut dengan Santi? Coba kuingat ingat kata-kata dalam surat itu. Sepertinya aku sangat mengharapkan cinta Sony…padahal memang iya aku sangat membutuhkan Sony untuk hadir dalam hidupku. Ah biarlah sudah terlanjur toh surat itu tak bisa kutarik lagi. Mungkin memang aku harus melupakan Sony. Malang nian nasibku….untuk urusan cinta memang aku kurang beruntung. Mungkin aku akan ikut kuis yang lain agar nasibku beruntung begitu pikirku.

“Ting tong…ting tong….” Suara bel tamu mengagetkan aku. Biasanya jam segini kost sepi-sepinya maklum banyak anak-anak kost yang pulang kampong. “Rayong….dicari” kata temanku Yani yang terkenal suka bawel. Yani memang agak sedikit sirik dengan diriku. Maklum aku banyak penggemarnya. (Alamak kayak artis aja). Dengan sedikit malas aku bangun dari tidur siangku. Uh…siapa sich yang tega bangunin aku?” keluhku dengan sedikit menggerutu. “Cepat yong…ada yang mencari dirimu….spesial tamunya” kata Santi yang tiba-tiba muncul ke kamarku. “Ayolah dandan yang cantik…” kata Santi sambil menyeret diriku ke meja rias. Mau tak mau kusisir rambutku yang panjang. Tak lupa kuikat dengan pita hijau warna kesukaanku. Kusapu wajahku dengan bedak tipis dan kuoles lipstick merah muda di bibirku. “Wow…cantik banget.” Kata Santi memujiku. Kuamati wajah Santi ada semburat senang di wajahnya. “Memangnya siapa yang dating mencariku, San…” kataku lirih hampir tak terdengar. Maklum aku lagi galau karena sudah satu minggu ini Sony tak member jawaban atas suratku. “Turunlah…temui orang yang kau nanti kedatangannya.” jawab Santi lembut. Dia tahu aku lagi sedih selama satu minggu ini. Tanpa banyak kata lagi aku pun turun dari lantai 2. Aku menuju ruang tamu khusus untuk anak kost.

“Sony….abang Sony….” Kataku terbata-bata. Aku tak percaya dengan penglihatanku. Ku cubit lenganku sendiri. “Wow sakit” berarti ini tidak mimpi. Abang Sony beridir tepat di depanku. “Yaa Tuhan….alhamdulillah.” kataku dalam hatiku sambil memejamkan mataku. “Rayong….”

“Abang Sony…menari Rayong,” kataku gugup anech padahal dulu aku tak pernah gugup bila berhadapan dengannya. Ini mungkin yang dinamakan “Cinta Sejati versi abad milinium”. Entahlah yang aku rasakan sekarang ini kaki ringan untuk melangkah. Ingin rasanya aku memeluk Abang Sony…tapi ah…rasa malu lebih mendominan jadinya aku cuma bisa diam berdiri dan menatap wajah ganteng Sony. “Rayong….kok diem saja…duduklah dekat abang. Ciuh…ingin rasanya aku berlari memeluknya dan membenamkan diriku di dadanya yang bidang tapi kayaknya gak mungkin mengingat aku lagi di tempat kost. Ada Yeni, Santi, dan teman kost yang lain yang mungkin megintipku. Ah biarlah suruh siapa mengintip, pikirku. Kamipun duduk berdampingan. Aku tak berani memandang wajah Bang Sony. Ada rasa malu yang menyelimuti wajahku. Wajahku merah seperti kepiting rebus. Digenggamnya tanganku yang dingin. Aduch mak mengapa dingin banget tanganku? “Rayong….dingin banget tanganmu” kata Sony dengan suara lembut seperti biasanya. “Rayong….gugup ya…atau Bang Sony yakin Rayong kangen ama abang?” “Enggak…Cuma sedikit kaget aja abang Sony dating…” kata ku berbohong. Meski aku akui aku gugup plus kangen berat. “Ada apa abang kesini?” mau kasih surat putus lagi ya buat Rayong…” kataku dengan suara memelas.

Sony hanya tertawa dan memandangku. Dia mengeluarkan surat yang kukirim padanya. Aku kaget Sony menyimpan surat itu di sebuah kotak warna hijau, warna favoritku. “Itu suratmu khan buat aku…” kata Sony sambil menunjukkan surat pink itu dan memberikannya padaku. “Iya…iya…benar” kataku terbata-bata. “Kau sadar saat menulis surat ini sayang…” kata Sony lembut. Saat Sony memanggilku dengan sebutan sayang. Rasanya dunia ini milikku dan teman-temanku kost pada diriku. Aduch mak melambung banget kata sayangnya Sony. Bikin baper,…gitu lho. Aku mengangguk perlahan. “Rayong….tataplah abang….abang Sony ini melihat kejujuran dari matamu. Benarkah kau akan selalu mencintai abang?” tanya Sony sambil memegang tanganku. Akupun tak kuasa menahan tangis. Kutatap matanya dan aku pun berkata dengan lirih “Please tataplah mataku. Tak ada dusta di mataku. Aku sungguh mencintai abang Sony sepenuh hatiku.” sambil menetes air mataku. Jujur Rayong ingin hidup dengan abang selamanya.” kataku sambil menatap wajah Sony yang memandangku. Tiba-tiba Sony memelukku dan mengeluarkan kotak hijau dan membukanya. “Wow…bagus banget.” kataku saat kulihat cincin berlian dengan tulisan I Sony. “Abang Sony ingin kau memakainya dan abang pastikan untuk menemui orang tuamu….untuk segera meminangmu” kata suara Sony mantap ditelingaku. “Meminangku bang…” kataku tak percaya. “Iya….meminangmu dan menjadikan kau ibu dari anak-anakku….” jawab Sony sambil memeluk erat diriku.

Sementara dari atas aku lihat Santi dan Yani yang tersenyum bahagia ke arahku sambil mengacungkan jempolnya. “Thanks San…” kataku pada Santi.

Please, Tataplah Mataku

Sedih,sedih banget saat ku baca surat yang diberikan oleh kekasihku lewat sahabatku. Shok banget sich dia. Memangnya aku gak bisa ya cari pengganti elo. “Hallo...” kataku dalam hati untuk menghibur diriku yang sebenarnya hancur seperti rempeyek mak Ijah. Aduch masih mending rempeyek mak Ijah. Meski hancur masih bisa dimakan. Lha kalau hatiku....

Gara-gara surat pink itu hari ini ujian semesterku bakal remidi. Aduch mak... aku gak bisa bayangin nilai apa yang bakal aku dapat. Dapat C alhamdulillah banget... moga-moga saja pokoknya jangan D apalagi E amin-amit. Bisa-bisa mamaku memangkas uang bulananku. “Ya Allah...kasihani lah diriku...bukan mau hamba dapat nilai jelek tapi kekasih hamba yang menulis surat yang membuat nilai hamba jelek jadi berantakan...huhu”, usahaku bernegosiasi dengan Tuhan. Aku yakin Tuhanku Maha Penyayang.

Kekasihku Sony baru saja menitipkan surat putus pada sahabatku untuk diriku. Aku benar-benar hampir tak percaya membaca isi suratnya. Yang membuat duniaku gelap, kecil dan semua jadi buram. Padahal buramnya dunia aku juga tidak tahu seperti apa. Jadi bisa dibayangkan betapa galaunya hatiku. Padahal siang jam 10.00 WIB aku ada ujian manajemen keuangan. Susah payah semalam suntuk aku belajar manajemen keuangan tapi gara-gara surat itu semua jadi kacau. Tiba-tiba saja otakku jadi buntu. Seperti saluran WC yang tersumbat. Semua memory kumpul jadi satu hingga berujung pada satu kata...”EGP ...emang gue pikirin, lu Son...” teriakku di kamar kostku yang amburadul gara-gara semalam aku belajar sistem kebut semalam alias SKS. Aduch...aku tak peduli.

Sejenak aku lupakan kegalauan hatiku. Kutatap langit-langit kamarku yang berwarna putih. Tak ada apa-apa di langit itu. Memang tak kuberi apa-apa di langit-langit itu karena jika kuberi gambar aku takut gambar wajah Sony yang muncul. Alamak ngapain aku teringat dia lagi. Cowok yang mengharu birukan cintaku dan hatiku. Padahal hati ini khan berwarna coklat. Entahlah berubah warna menjadi biru sangat konyol sekali menurutku. Kebanyakan para gadis seperti diriku memang terlalu melebih-lebihkan segala sesuatu yang berbau cinta. Apalagi lagi “broken heart” seperti ini. Rasanya semua ingin dikubur habis di dasar jurang yang paling dalam. Padahal aku sendiri tidak pernah melihat jurang apalagi terjun ke dasar jurang. Amit-amit dech... So pasti aku gak bakal mau karena bagiku menikmati hidup jauh lebih enak daripada mati konyol. Apalagi bunuh diri. Tidak ada kamusnya dalam hidupku. Yaa usiaku masih muda banget. Apalagi ditunjang tinggi badan yang cukup dan wajah yang cantik aku pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dari Sony.....kuburku dalam hati.

Aku sendiri seorang mahasiswi di universitas ternama yang ada di kota bunga Malang. Yach aku memilih kampus di kota bunga Malang karena mama menyuruhku untuk memilih kampus yang tidak terlalu jauh dari kota tempat tinggal mama. Keluargaku yang tinggal di Probolinggo sangat sering sekali berkunjung ke rumah kostku. Apalagi mama.... hampir setiap minggu selalu hadir di kostku. Meskipun hanya sebentar tapi itu cukup melegakan hati mama jika melihat keadaanku baik-baik saja. Padahal di hari Minggu harusnya waktuku bersama pacarku tapi karena seringnya mama datang membuat Sony ekkasihku kecewa karena gak bisa ngobrol berdua denganku. Apalagi mama kadang-kadang mengajak ngobrol Sony. Habis dech waktu “wakuncarnya”. Huh....mama mama...kog yaa... enggak pengertian sich..., gerutuku saat kulihat mama udach asik mengobrol dengan Sony. Sony juga sok pengen kelihatan baik di depan mamaku. Sebel...sebel....sebel....teriakku keras-keras hingga pintu kamarku dibuka sama Santi sohibku.

“Ada apa sich Yong...” tanya Santi sambil duduk disampingku. Aku yang duduk di kasur kelihatan kusut banget. Udach dua hari rambut panjangku tak kusisir. Padahal rambutku adalah salah satu pesona yang ada pada diriku. Bayangin saja dengan rambutku yang panjang dan hitam sedikit bergelombang, mataku yang sedikit sipit bukan karena aku keturunan Tionghoa tapi karena mamaku yang doyan tidur saat hamil dan kulitku yang kuning langsat plus kaca mata minus 1,5 menambah pesona yang khas yang ada pada diriku. Bukannya sombong sich tapi memang begitu kenyataannya, sobat. “San...” kataku sambil menghembuskan nafas panjang. Seperti orang kekurangan uang dan makan. Memang nasib anak kost kurang uang dan makan itu sudah biasa. Bukan anak kos kalau sejahtera...prinsipku. Kulirik Santi sahabatku yang selalu ada disaat aku sedih dan senang. Apalagi kalau mamaku datang dipastikan Santi akan menyambut dengan senang hati karena Santi selalu dapat angpao juga dari mamaku. Kadang aku sempat sewot juga kalau angpao yang diberikan ke Santi lumayan besar. Menurutku mama cukup memberi oleh-oleh mie instan 10 bungkus sudah bagus dan mewah kalau untuk ukuran anak kost. Dasar Santi....sok cari muka kayak Sony...tapi Santi beda dikit dengan Sony. Dia mau mendengarkan keluh kesahku.

“Ngapain kamu kayak gini...bertengkar dengan Sony?” tanya Santi lembut. Dia tahu kalau aku lagi sedich...biasanya aku berdiam diri di kamar dan keadaan kamarku yang amburadul. Aku berikan surat Sony pada Santi yang dititipkan Sony lewat dirinya. “Lho...ini khan surat Sony yang kemarin yang dititipkan aku buat kamu khan Yong,....” tanyanya heran. Santi tak tahu isinya. Ia hanya dititipi surat dari Sony untuk diberikan kepadaku. Itupun waktu kemarin saat Santi secara tak sengaja bertemu Sony di mulut gang jalan menuju kostku.

“Enggak apa-apa San,...baca saja”, jawabku sambil tidur-tiduran di kasur. Kulihat Santi agak ragu membuka amplop warna pink itu. Dengan ragu-ragu Santi membuka dan matanya melotot tanda tak percaya dengan isi surat itu. “Hah.....cuma ini....tulisannya..., pelit banget, tuh Sony. Masak nulis buat pacar cuma dua baris doang mana isinya cuma kata “kita putus dulu...ya yank...” aduch mak yang bener aja nich Sony” kata Santi sambil tertawa berbahak-bahak. “Lho kok kamu ketawa sich San”, kataku jengkel. “Bukannya simpati kek eh malah ngledek...udach paham belum isinya...” kataku sedikit keras. Huh Santi kadang memang menyebalkan. Sahabatku ini memang tergolong kuper. Maklum dia keponakan bapak kost yang punya kost-kost’an termasuk kost’anku. Karena pak kost tinggal diluar kota jadi Santi lah yang dipercaya untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak kost. Peserta kost lain menyebut Santi sebagai ibu kos kw maklum bukan ibu kost yang sesungguhnya. Jadi kita lebih sering memanggil Santi dengan mak kost kw. Sebagai teman satu kampus sobatku Santi memang sungguh baik. Kelewat baik malah menurutku.

Dunia Santi sangat berbeda jauh denganku. Santi type anak yang cerdas dan kutu buku. Sementara aku lebih suka dengan menghabiskan waktuku dengan Sony dan kegiatan kaum anak muda. Apalagi hobbyku di dunia musik membuatku selalu ke karaoke untuk menyalurkan bakat terpendamku. Orang tuaku yang tidak suka dengan hobby yang juga bakat terpendamku membuatku harus masuk fakultas ekonomi yang menurutku sebenarnya tidak menarik. Tapi demi orang tuaku dan aku ingin disebut anak berbakti terpaksa aku turuti juga kemauan orang tuaku. Dengan masuk di fakultas ekonomi ini akhirnya aku bertemu dengan Santi manusia yang super baik tapi juga menjengkelkan.

“Gimana menurutmu San....” kataku sambil mengambil tysu untuk yang terakhir kalinya. Rasanya air mata ini udach kering habis kayak sumur pak kos yang karena airnya sudah habis. Kulihat Santi mengamati kertas warna pink itu dan dahinya pun mengerut. Tanda dia sedang berpikir. Mungkin kasus surat Sony perlu di Mahkamah konstitusikan mengingat ini adalah ketidak adilan. Karena pemutusan hubungan sepihak. Dengan santainya Santi mengambil kertas dari tanganku....

“Udachlah yong.....mendingan diterima aja. Mungkin Sony sudah menemukan gadis baru....” kata Santi sambil menatapku. “Tapi aku khan gak salah. Kok dia mutusin aku sich.... Emangnya aku ini apa?” jawabku setengah berteriak. Tak terasa air mataku kembali bahkan lebih deras mumpung ada Santi yang mau mendengarkan keluh kesahku. Jadi sekalian ajaaku menangis bak artis sinetron. Coba kalau ada sutradara yang lewat pasti dech aku kepilih jadi artis spesialis gadis tersakiti. Alamak masih sempat sempatnya aku berkhayal. Mungkin ini efek patah hati, pikirku.

Santi hanya terdiam. Sepertinya ia iba kepadaku. Dengan gayanya bak orang tua Santi pun mendekatiku dan mengusap rambutku. Aduch mak ini mah udach keterlaluan. Santi berperan seperti seorang ibu yang menasehati putrinya. Dengan lembutnya bak seorang ibu Santi pun menasehatiku. “Sudahlah yong. Lupakan Sony. Toh masih banyak cowok-cowok diluar sana yang mengejarmu.” kata Santi lembut. “Tapi aku hatiku sakit sekali San. Sakitnya tuh disini.” jawabku sambil menirukan gaya Cita Citata penyanyi dangdut yang centil itu. “Ya....sekali-kali kau merasakan patah hati yong”. “Huh....Aku harus bagaimana nich San....Aku harus balas perlakuannya padaku...”. “Setuju...” jawab Santi sambil berdiri mengacungkan tangannya. “Lho...tumben kau setuju dengan usulku....” kataku kaget tidak bisanya Santi setuju dengan usulku yang menurut dia terlalu menghebohkan. Tapi dengan setujunya Santi membuatku yakin memang Sony pantas dihukum. “Tapi bagaimana caranya...San.” kataku serius. “Gampang serahkan padaku pasti beres...” jawab Santi meyakinkan aku. “Tapi San....kau khan enggak pernah pacaran jadi belum pernah patah hati terusbagaimana kau tahu cara membalas dendam orang yang menyakiti kita. Lagian khan biasanya hatimu selembut salju...” kataku pada Santi. “Untuk kasusmu terpaksa aku buang dulu selembut salju hatiku. Karena ini menyangkut harkat martabat seorang wanita...” kata Santi berapi-api seperti para demonstran yang berusaha mengeluarkan aspirasinya.

“Caranya...San...”. Santi terdiam sejenak. Kulihat dia menulis surat di selembar kertas. Bolak balik dia mencoret kata dan menggantinya dengan kata yang baru. Lalu diberikannya kepadaku. Aku pun membacanya. Di kertas itu tertulis...

Dear Sony...

Aku sama sekali tak mengira saat membaca suratmu. Meski hanya 5 kata tapi cukup membuatku terjatuh dari jurang yang amat dalam sedalam cintaku padamu. Ku tak bisa berdiri sendiri tanpa kau disampingku. Hari-hariku akan kelabu meski aku yakin tidak ada nama hari kelabu dalam satu minggu tapi percayalah padaku kata putus darimu....membuatku lebih mengerti siapa dirimu sebenarnya....yang jelas kau tetap manusia yang pernah hadir dalam hidupku....

Sony....kekasihku.....suatu saat nanti kau akan tahu betapa kau selalu ku rindu dalam hari-hariku. Kau tak kan pernah percaya sinar cinta di mataku ini hanya untukmu. Please....Sony....tataplah mataku sekali saja. Pasti ada lingkaran hitam yang selalu ada wajah dan senyummu...please I can’t stop loving you....my dear....”

“Hah...bener nich....isi suratnya” kataku tak percaya. Surprise...bagiku karena Santi yang tak pernah pacaran bisa membuat surat cinta seromantis itu. Gila banget menurutku. Waduch berarti aku kalah dong sama Santi. Mungkin Santi punya pacar khayalan, batinku.

“Terus....surat ini diapakan San”. “Ya...dikirim lah....cepat ganti dengan tulisanmu....jangan lupa kau tanda tangani dengan darah sedikit...” kata Santi menerangkan panjang lebar dampak surat itu nanti. “What....pakai darah....amit-amit gak sesintimentil kayak gitu lah San...Lagian darahnya siapa yang mau dipakai tanda tangan”. “Ah gampang itu pak kos baru potong ayam mungkin ada darah sedikit. Teteskan di kertasmu beres. Gitu aja kok repot.” jawab Santi santai. Aduch mak Santi memang manusia teraneh menurutku dengan ide-idenya yang rada gila. Tapi biarlah yang penting aku lihat reaksi Sony atas suratku itu. Moga-moga aja dia mau kembali padaku. Amin, doaku dalam hati.

Surat itupun aku tulis ulang. Tak lupa kutanda tangani dengan tetesan darah ayam agar kelihatan surat cinta sampai mati. Padahal amit-amit dech. Kalau disuruh mati karena cinta mending pilih yang lain aja dech. Uh…Santi…Santi….dikau membuatku deg-deg-an.

Tak terasa sudah satu minggu surat itu diantar Santi ke tempat Sony. Kost ku memang tidak terlalu jauh dari kost Sony. Selama satu minggu aku menunggu reaksi Sony. Oh Tuhan tak ada tanda-tanda Sony kembali padaku. Dunia bagai kiamat….dan aku sangat malu bila mengingat surat yang kutulis buat Sony. Aduch mengapa aku menurut dengan Santi? Coba kuingat ingat kata-kata dalam surat itu. Sepertinya aku sangat mengharapkan cinta Sony…padahal memang iya aku sangat membutuhkan Sony untuk hadir dalam hidupku. Ah biarlah sudah terlanjur toh surat itu tak bisa kutarik lagi. Mungkin memang aku harus melupakan Sony. Malang nian nasibku….untuk urusan cinta memang aku kurang beruntung. Mungkin aku akan ikut kuis yang lain agar nasibku beruntung begitu pikirku.

“Ting tong…ting tong….” Suara bel tamu mengagetkan aku. Biasanya jam segini kost sepi-sepinya maklum banyak anak-anak kost yang pulang kampong. “Rayong….dicari” kata temanku Yani yang terkenal suka bawel. Yani memang agak sedikit sirik dengan diriku. Maklum aku banyak penggemarnya. (Alamak kayak artis aja). Dengan sedikit malas aku bangun dari tidur siangku. Uh…siapa sich yang tega bangunin aku?” keluhku dengan sedikit menggerutu. “Cepat yong…ada yang mencari dirimu….spesial tamunya” kata Santi yang tiba-tiba muncul ke kamarku. “Ayolah dandan yang cantik…” kata Santi sambil menyeret diriku ke meja rias. Mau tak mau kusisir rambutku yang panjang. Tak lupa kuikat dengan pita hijau warna kesukaanku. Kusapu wajahku dengan bedak tipis dan kuoles lipstick merah muda di bibirku. “Wow…cantik banget.” Kata Santi memujiku. Kuamati wajah Santi ada semburat senang di wajahnya. “Memangnya siapa yang dating mencariku, San…” kataku lirih hampir tak terdengar. Maklum aku lagi galau karena sudah satu minggu ini Sony tak member jawaban atas suratku. “Turunlah…temui orang yang kau nanti kedatangannya.” jawab Santi lembut. Dia tahu aku lagi sedih selama satu minggu ini. Tanpa banyak kata lagi aku pun turun dari lantai 2. Aku menuju ruang tamu khusus untuk anak kost.

“Sony….abang Sony….” Kataku terbata-bata. Aku tak percaya dengan penglihatanku. Ku cubit lenganku sendiri. “Wow sakit” berarti ini tidak mimpi. Abang Sony beridir tepat di depanku. “Yaa Tuhan….alhamdulillah.” kataku dalam hatiku sambil memejamkan mataku. “Rayong….”

“Abang Sony…menari Rayong,” kataku gugup anech padahal dulu aku tak pernah gugup bila berhadapan dengannya. Ini mungkin yang dinamakan “Cinta Sejati versi abad milinium”. Entahlah yang aku rasakan sekarang ini kaki ringan untuk melangkah. Ingin rasanya aku memeluk Abang Sony…tapi ah…rasa malu lebih mendominan jadinya aku cuma bisa diam berdiri dan menatap wajah ganteng Sony. “Rayong….kok diem saja…duduklah dekat abang. Ciuh…ingin rasanya aku berlari memeluknya dan membenamkan diriku di dadanya yang bidang tapi kayaknya gak mungkin mengingat aku lagi di tempat kost. Ada Yeni, Santi, dan teman kost yang lain yang mungkin megintipku. Ah biarlah suruh siapa mengintip, pikirku. Kamipun duduk berdampingan. Aku tak berani memandang wajah Bang Sony. Ada rasa malu yang menyelimuti wajahku. Wajahku merah seperti kepiting rebus. Digenggamnya tanganku yang dingin. Aduch mak mengapa dingin banget tanganku? “Rayong….dingin banget tanganmu” kata Sony dengan suara lembut seperti biasanya. “Rayong….gugup ya…atau Bang Sony yakin Rayong kangen ama abang?” “Enggak…Cuma sedikit kaget aja abang Sony dating…” kata ku berbohong. Meski aku akui aku gugup plus kangen berat. “Ada apa abang kesini?” mau kasih surat putus lagi ya buat Rayong…” kataku dengan suara memelas.

Sony hanya tertawa dan memandangku. Dia mengeluarkan surat yang kukirim padanya. Aku kaget Sony menyimpan surat itu di sebuah kotak warna hijau, warna favoritku. “Itu suratmu khan buat aku…” kata Sony sambil menunjukkan surat pink itu dan memberikannya padaku. “Iya…iya…benar” kataku terbata-bata. “Kau sadar saat menulis surat ini sayang…” kata Sony lembut. Saat Sony memanggilku dengan sebutan sayang. Rasanya dunia ini milikku dan teman-temanku kost pada diriku. Aduch mak melambung banget kata sayangnya Sony. Bikin baper,…gitu lho. Aku mengangguk perlahan. “Rayong….tataplah abang….abang Sony ini melihat kejujuran dari matamu. Benarkah kau akan selalu mencintai abang?” tanya Sony sambil memegang tanganku. Akupun tak kuasa menahan tangis. Kutatap matanya dan aku pun berkata dengan lirih “Please tataplah mataku. Tak ada dusta di mataku. Aku sungguh mencintai abang Sony sepenuh hatiku.” sambil menetes air mataku. Jujur Rayong ingin hidup dengan abang selamanya.” kataku sambil menatap wajah Sony yang memandangku. Tiba-tiba Sony memelukku dan mengeluarkan kotak hijau dan membukanya. “Wow…bagus banget.” kataku saat kulihat cincin berlian dengan tulisan I Sony. “Abang Sony ingin kau memakainya dan abang pastikan untuk menemui orang tuamu….untuk segera meminangmu” kata suara Sony mantap ditelingaku. “Meminangku bang…” kataku tak percaya. “Iya….meminangmu dan menjadikan kau ibu dari anak-anakku….” jawab Sony sambil memeluk erat diriku.

Sementara dari atas aku lihat Santi dan Yani yang tersenyum bahagia ke arahku sambil mengacungkan jempolnya. “Thanks San…” kataku pada Santi.

Please, Tataplah Mataku

Sedih,sedih banget saat ku baca surat yang diberikan oleh kekasihku lewat sahabatku. Shok banget sich dia. Memangnya aku gak bisa ya cari pengganti elo. “Hallo...” kataku dalam hati untuk menghibur diriku yang sebenarnya hancur seperti rempeyek mak Ijah. Aduch masih mending rempeyek mak Ijah. Meski hancur masih bisa dimakan. Lha kalau hatiku....

Gara-gara surat pink itu hari ini ujian semesterku bakal remidi. Aduch mak... aku gak bisa bayangin nilai apa yang bakal aku dapat. Dapat C alhamdulillah banget... moga-moga saja pokoknya jangan D apalagi E amin-amit. Bisa-bisa mamaku memangkas uang bulananku. “Ya Allah...kasihani lah diriku...bukan mau hamba dapat nilai jelek tapi kekasih hamba yang menulis surat yang membuat nilai hamba jelek jadi berantakan...huhu”, usahaku bernegosiasi dengan Tuhan. Aku yakin Tuhanku Maha Penyayang.

Kekasihku Sony baru saja menitipkan surat putus pada sahabatku untuk diriku. Aku benar-benar hampir tak percaya membaca isi suratnya. Yang membuat duniaku gelap, kecil dan semua jadi buram. Padahal buramnya dunia aku juga tidak tahu seperti apa. Jadi bisa dibayangkan betapa galaunya hatiku. Padahal siang jam 10.00 WIB aku ada ujian manajemen keuangan. Susah payah semalam suntuk aku belajar manajemen keuangan tapi gara-gara surat itu semua jadi kacau. Tiba-tiba saja otakku jadi buntu. Seperti saluran WC yang tersumbat. Semua memory kumpul jadi satu hingga berujung pada satu kata...”EGP ...emang gue pikirin, lu Son...” teriakku di kamar kostku yang amburadul gara-gara semalam aku belajar sistem kebut semalam alias SKS. Aduch...aku tak peduli.

Sejenak aku lupakan kegalauan hatiku. Kutatap langit-langit kamarku yang berwarna putih. Tak ada apa-apa di langit itu. Memang tak kuberi apa-apa di langit-langit itu karena jika kuberi gambar aku takut gambar wajah Sony yang muncul. Alamak ngapain aku teringat dia lagi. Cowok yang mengharu birukan cintaku dan hatiku. Padahal hati ini khan berwarna coklat. Entahlah berubah warna menjadi biru sangat konyol sekali menurutku. Kebanyakan para gadis seperti diriku memang terlalu melebih-lebihkan segala sesuatu yang berbau cinta. Apalagi lagi “broken heart” seperti ini. Rasanya semua ingin dikubur habis di dasar jurang yang paling dalam. Padahal aku sendiri tidak pernah melihat jurang apalagi terjun ke dasar jurang. Amit-amit dech... So pasti aku gak bakal mau karena bagiku menikmati hidup jauh lebih enak daripada mati konyol. Apalagi bunuh diri. Tidak ada kamusnya dalam hidupku. Yaa usiaku masih muda banget. Apalagi ditunjang tinggi badan yang cukup dan wajah yang cantik aku pasti bisa mendapatkan yang lebih baik dari Sony.....kuburku dalam hati.

Aku sendiri seorang mahasiswi di universitas ternama yang ada di kota bunga Malang. Yach aku memilih kampus di kota bunga Malang karena mama menyuruhku untuk memilih kampus yang tidak terlalu jauh dari kota tempat tinggal mama. Keluargaku yang tinggal di Probolinggo sangat sering sekali berkunjung ke rumah kostku. Apalagi mama.... hampir setiap minggu selalu hadir di kostku. Meskipun hanya sebentar tapi itu cukup melegakan hati mama jika melihat keadaanku baik-baik saja. Padahal di hari Minggu harusnya waktuku bersama pacarku tapi karena seringnya mama datang membuat Sony ekkasihku kecewa karena gak bisa ngobrol berdua denganku. Apalagi mama kadang-kadang mengajak ngobrol Sony. Habis dech waktu “wakuncarnya”. Huh....mama mama...kog yaa... enggak pengertian sich..., gerutuku saat kulihat mama udach asik mengobrol dengan Sony. Sony juga sok pengen kelihatan baik di depan mamaku. Sebel...sebel....sebel....teriakku keras-keras hingga pintu kamarku dibuka sama Santi sohibku.

“Ada apa sich Yong...” tanya Santi sambil duduk disampingku. Aku yang duduk di kasur kelihatan kusut banget. Udach dua hari rambut panjangku tak kusisir. Padahal rambutku adalah salah satu pesona yang ada pada diriku. Bayangin saja dengan rambutku yang panjang dan hitam sedikit bergelombang, mataku yang sedikit sipit bukan karena aku keturunan Tionghoa tapi karena mamaku yang doyan tidur saat hamil dan kulitku yang kuning langsat plus kaca mata minus 1,5 menambah pesona yang khas yang ada pada diriku. Bukannya sombong sich tapi memang begitu kenyataannya, sobat. “San...” kataku sambil menghembuskan nafas panjang. Seperti orang kekurangan uang dan makan. Memang nasib anak kost kurang uang dan makan itu sudah biasa. Bukan anak kos kalau sejahtera...prinsipku. Kulirik Santi sahabatku yang selalu ada disaat aku sedih dan senang. Apalagi kalau mamaku datang dipastikan Santi akan menyambut dengan senang hati karena Santi selalu dapat angpao juga dari mamaku. Kadang aku sempat sewot juga kalau angpao yang diberikan ke Santi lumayan besar. Menurutku mama cukup memberi oleh-oleh mie instan 10 bungkus sudah bagus dan mewah kalau untuk ukuran anak kost. Dasar Santi....sok cari muka kayak Sony...tapi Santi beda dikit dengan Sony. Dia mau mendengarkan keluh kesahku.

“Ngapain kamu kayak gini...bertengkar dengan Sony?” tanya Santi lembut. Dia tahu kalau aku lagi sedich...biasanya aku berdiam diri di kamar dan keadaan kamarku yang amburadul. Aku berikan surat Sony pada Santi yang dititipkan Sony lewat dirinya. “Lho...ini khan surat Sony yang kemarin yang dititipkan aku buat kamu khan Yong,....” tanyanya heran. Santi tak tahu isinya. Ia hanya dititipi surat dari Sony untuk diberikan kepadaku. Itupun waktu kemarin saat Santi secara tak sengaja bertemu Sony di mulut gang jalan menuju kostku.

“Enggak apa-apa San,...baca saja”, jawabku sambil tidur-tiduran di kasur. Kulihat Santi agak ragu membuka amplop warna pink itu. Dengan ragu-ragu Santi membuka dan matanya melotot tanda tak percaya dengan isi surat itu. “Hah.....cuma ini....tulisannya..., pelit banget, tuh Sony. Masak nulis buat pacar cuma dua baris doang mana isinya cuma kata “kita putus dulu...ya yank...” aduch mak yang bener aja nich Sony” kata Santi sambil tertawa berbahak-bahak. “Lho kok kamu ketawa sich San”, kataku jengkel. “Bukannya simpati kek eh malah ngledek...udach paham belum isinya...” kataku sedikit keras. Huh Santi kadang memang menyebalkan. Sahabatku ini memang tergolong kuper. Maklum dia keponakan bapak kost yang punya kost-kost’an termasuk kost’anku. Karena pak kost tinggal diluar kota jadi Santi lah yang dipercaya untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan anak-anak kost. Peserta kost lain menyebut Santi sebagai ibu kos kw maklum bukan ibu kost yang sesungguhnya. Jadi kita lebih sering memanggil Santi dengan mak kost kw. Sebagai teman satu kampus sobatku Santi memang sungguh baik. Kelewat baik malah menurutku.

Dunia Santi sangat berbeda jauh denganku. Santi type anak yang cerdas dan kutu buku. Sementara aku lebih suka dengan menghabiskan waktuku dengan Sony dan kegiatan kaum anak muda. Apalagi hobbyku di dunia musik membuatku selalu ke karaoke untuk menyalurkan bakat terpendamku. Orang tuaku yang tidak suka dengan hobby yang juga bakat terpendamku membuatku harus masuk fakultas ekonomi yang menurutku sebenarnya tidak menarik. Tapi demi orang tuaku dan aku ingin disebut anak berbakti terpaksa aku turuti juga kemauan orang tuaku. Dengan masuk di fakultas ekonomi ini akhirnya aku bertemu dengan Santi manusia yang super baik tapi juga menjengkelkan.

“Gimana menurutmu San....” kataku sambil mengambil tysu untuk yang terakhir kalinya. Rasanya air mata ini udach kering habis kayak sumur pak kos yang karena airnya sudah habis. Kulihat Santi mengamati kertas warna pink itu dan dahinya pun mengerut. Tanda dia sedang berpikir. Mungkin kasus surat Sony perlu di Mahkamah konstitusikan mengingat ini adalah ketidak adilan. Karena pemutusan hubungan sepihak. Dengan santainya Santi mengambil kertas dari tanganku....

“Udachlah yong.....mendingan diterima aja. Mungkin Sony sudah menemukan gadis baru....” kata Santi sambil menatapku. “Tapi aku khan gak salah. Kok dia mutusin aku sich.... Emangnya aku ini apa?” jawabku setengah berteriak. Tak terasa air mataku kembali bahkan lebih deras mumpung ada Santi yang mau mendengarkan keluh kesahku. Jadi sekalian ajaaku menangis bak artis sinetron. Coba kalau ada sutradara yang lewat pasti dech aku kepilih jadi artis spesialis gadis tersakiti. Alamak masih sempat sempatnya aku berkhayal. Mungkin ini efek patah hati, pikirku.

Santi hanya terdiam. Sepertinya ia iba kepadaku. Dengan gayanya bak orang tua Santi pun mendekatiku dan mengusap rambutku. Aduch mak ini mah udach keterlaluan. Santi berperan seperti seorang ibu yang menasehati putrinya. Dengan lembutnya bak seorang ibu Santi pun menasehatiku. “Sudahlah yong. Lupakan Sony. Toh masih banyak cowok-cowok diluar sana yang mengejarmu.” kata Santi lembut. “Tapi aku hatiku sakit sekali San. Sakitnya tuh disini.” jawabku sambil menirukan gaya Cita Citata penyanyi dangdut yang centil itu. “Ya....sekali-kali kau merasakan patah hati yong”. “Huh....Aku harus bagaimana nich San....Aku harus balas perlakuannya padaku...”. “Setuju...” jawab Santi sambil berdiri mengacungkan tangannya. “Lho...tumben kau setuju dengan usulku....” kataku kaget tidak bisanya Santi setuju dengan usulku yang menurut dia terlalu menghebohkan. Tapi dengan setujunya Santi membuatku yakin memang Sony pantas dihukum. “Tapi bagaimana caranya...San.” kataku serius. “Gampang serahkan padaku pasti beres...” jawab Santi meyakinkan aku. “Tapi San....kau khan enggak pernah pacaran jadi belum pernah patah hati terusbagaimana kau tahu cara membalas dendam orang yang menyakiti kita. Lagian khan biasanya hatimu selembut salju...” kataku pada Santi. “Untuk kasusmu terpaksa aku buang dulu selembut salju hatiku. Karena ini menyangkut harkat martabat seorang wanita...” kata Santi berapi-api seperti para demonstran yang berusaha mengeluarkan aspirasinya.

“Caranya...San...”. Santi terdiam sejenak. Kulihat dia menulis surat di selembar kertas. Bolak balik dia mencoret kata dan menggantinya dengan kata yang baru. Lalu diberikannya kepadaku. Aku pun membacanya. Di kertas itu tertulis...

Dear Sony...

Aku sama sekali tak mengira saat membaca suratmu. Meski hanya 5 kata tapi cukup membuatku terjatuh dari jurang yang amat dalam sedalam cintaku padamu. Ku tak bisa berdiri sendiri tanpa kau disampingku. Hari-hariku akan kelabu meski aku yakin tidak ada nama hari kelabu dalam satu minggu tapi percayalah padaku kata putus darimu....membuatku lebih mengerti siapa dirimu sebenarnya....yang jelas kau tetap manusia yang pernah hadir dalam hidupku....

Sony....kekasihku.....suatu saat nanti kau akan tahu betapa kau selalu ku rindu dalam hari-hariku. Kau tak kan pernah percaya sinar cinta di mataku ini hanya untukmu. Please....Sony....tataplah mataku sekali saja. Pasti ada lingkaran hitam yang selalu ada wajah dan senyummu...please I can’t stop loving you....my dear....”

“Hah...bener nich....isi suratnya” kataku tak percaya. Surprise...bagiku karena Santi yang tak pernah pacaran bisa membuat surat cinta seromantis itu. Gila banget menurutku. Waduch berarti aku kalah dong sama Santi. Mungkin Santi punya pacar khayalan, batinku.

“Terus....surat ini diapakan San”. “Ya...dikirim lah....cepat ganti dengan tulisanmu....jangan lupa kau tanda tangani dengan darah sedikit...” kata Santi menerangkan panjang lebar dampak surat itu nanti. “What....pakai darah....amit-amit gak sesintimentil kayak gitu lah San...Lagian darahnya siapa yang mau dipakai tanda tangan”. “Ah gampang itu pak kos baru potong ayam mungkin ada darah sedikit. Teteskan di kertasmu beres. Gitu aja kok repot.” jawab Santi santai. Aduch mak Santi memang manusia teraneh menurutku dengan ide-idenya yang rada gila. Tapi biarlah yang penting aku lihat reaksi Sony atas suratku itu. Moga-moga aja dia mau kembali padaku. Amin, doaku dalam hati.

Surat itupun aku tulis ulang. Tak lupa kutanda tangani dengan tetesan darah ayam agar kelihatan surat cinta sampai mati. Padahal amit-amit dech. Kalau disuruh mati karena cinta mending pilih yang lain aja dech. Uh…Santi…Santi….dikau membuatku deg-deg-an.

Tak terasa sudah satu minggu surat itu diantar Santi ke tempat Sony. Kost ku memang tidak terlalu jauh dari kost Sony. Selama satu minggu aku menunggu reaksi Sony. Oh Tuhan tak ada tanda-tanda Sony kembali padaku. Dunia bagai kiamat….dan aku sangat malu bila mengingat surat yang kutulis buat Sony. Aduch mengapa aku menurut dengan Santi? Coba kuingat ingat kata-kata dalam surat itu. Sepertinya aku sangat mengharapkan cinta Sony…padahal memang iya aku sangat membutuhkan Sony untuk hadir dalam hidupku. Ah biarlah sudah terlanjur toh surat itu tak bisa kutarik lagi. Mungkin memang aku harus melupakan Sony. Malang nian nasibku….untuk urusan cinta memang aku kurang beruntung. Mungkin aku akan ikut kuis yang lain agar nasibku beruntung begitu pikirku.

“Ting tong…ting tong….” Suara bel tamu mengagetkan aku. Biasanya jam segini kost sepi-sepinya maklum banyak anak-anak kost yang pulang kampong. “Rayong….dicari” kata temanku Yani yang terkenal suka bawel. Yani memang agak sedikit sirik dengan diriku. Maklum aku banyak penggemarnya. (Alamak kayak artis aja). Dengan sedikit malas aku bangun dari tidur siangku. Uh…siapa sich yang tega bangunin aku?” keluhku dengan sedikit menggerutu. “Cepat yong…ada yang mencari dirimu….spesial tamunya” kata Santi yang tiba-tiba muncul ke kamarku. “Ayolah dandan yang cantik…” kata Santi sambil menyeret diriku ke meja rias. Mau tak mau kusisir rambutku yang panjang. Tak lupa kuikat dengan pita hijau warna kesukaanku. Kusapu wajahku dengan bedak tipis dan kuoles lipstick merah muda di bibirku. “Wow…cantik banget.” Kata Santi memujiku. Kuamati wajah Santi ada semburat senang di wajahnya. “Memangnya siapa yang dating mencariku, San…” kataku lirih hampir tak terdengar. Maklum aku lagi galau karena sudah satu minggu ini Sony tak member jawaban atas suratku. “Turunlah…temui orang yang kau nanti kedatangannya.” jawab Santi lembut. Dia tahu aku lagi sedih selama satu minggu ini. Tanpa banyak kata lagi aku pun turun dari lantai 2. Aku menuju ruang tamu khusus untuk anak kost.

“Sony….abang Sony….” Kataku terbata-bata. Aku tak percaya dengan penglihatanku. Ku cubit lenganku sendiri. “Wow sakit” berarti ini tidak mimpi. Abang Sony beridir tepat di depanku. “Yaa Tuhan….alhamdulillah.” kataku dalam hatiku sambil memejamkan mataku. “Rayong….”

“Abang Sony…menari Rayong,” kataku gugup anech padahal dulu aku tak pernah gugup bila berhadapan dengannya. Ini mungkin yang dinamakan “Cinta Sejati versi abad milinium”. Entahlah yang aku rasakan sekarang ini kaki ringan untuk melangkah. Ingin rasanya aku memeluk Abang Sony…tapi ah…rasa malu lebih mendominan jadinya aku cuma bisa diam berdiri dan menatap wajah ganteng Sony. “Rayong….kok diem saja…duduklah dekat abang. Ciuh…ingin rasanya aku berlari memeluknya dan membenamkan diriku di dadanya yang bidang tapi kayaknya gak mungkin mengingat aku lagi di tempat kost. Ada Yeni, Santi, dan teman kost yang lain yang mungkin megintipku. Ah biarlah suruh siapa mengintip, pikirku. Kamipun duduk berdampingan. Aku tak berani memandang wajah Bang Sony. Ada rasa malu yang menyelimuti wajahku. Wajahku merah seperti kepiting rebus. Digenggamnya tanganku yang dingin. Aduch mak mengapa dingin banget tanganku? “Rayong….dingin banget tanganmu” kata Sony dengan suara lembut seperti biasanya. “Rayong….gugup ya…atau Bang Sony yakin Rayong kangen ama abang?” “Enggak…Cuma sedikit kaget aja abang Sony dating…” kata ku berbohong. Meski aku akui aku gugup plus kangen berat. “Ada apa abang kesini?” mau kasih surat putus lagi ya buat Rayong…” kataku dengan suara memelas.

Sony hanya tertawa dan memandangku. Dia mengeluarkan surat yang kukirim padanya. Aku kaget Sony menyimpan surat itu di sebuah kotak warna hijau, warna favoritku. “Itu suratmu khan buat aku…” kata Sony sambil menunjukkan surat pink itu dan memberikannya padaku. “Iya…iya…benar” kataku terbata-bata. “Kau sadar saat menulis surat ini sayang…” kata Sony lembut. Saat Sony memanggilku dengan sebutan sayang. Rasanya dunia ini milikku dan teman-temanku kost pada diriku. Aduch mak melambung banget kata sayangnya Sony. Bikin baper,…gitu lho. Aku mengangguk perlahan. “Rayong….tataplah abang….abang Sony ini melihat kejujuran dari matamu. Benarkah kau akan selalu mencintai abang?” tanya Sony sambil memegang tanganku. Akupun tak kuasa menahan tangis. Kutatap matanya dan aku pun berkata dengan lirih “Please tataplah mataku. Tak ada dusta di mataku. Aku sungguh mencintai abang Sony sepenuh hatiku.” sambil menetes air mataku. Jujur Rayong ingin hidup dengan abang selamanya.” kataku sambil menatap wajah Sony yang memandangku. Tiba-tiba Sony memelukku dan mengeluarkan kotak hijau dan membukanya. “Wow…bagus banget.” kataku saat kulihat cincin berlian dengan tulisan I Sony. “Abang Sony ingin kau memakainya dan abang pastikan untuk menemui orang tuamu….untuk segera meminangmu” kata suara Sony mantap ditelingaku. “Meminangku bang…” kataku tak percaya. “Iya….meminangmu dan menjadikan kau ibu dari anak-anakku….” jawab Sony sambil memeluk erat diriku.

Sementara dari atas aku lihat Santi dan Yani yang tersenyum bahagia ke arahku sambil mengacungkan jempolnya. “Thanks San…” kataku pada Santi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow kereen, rasa saya sampai terombang ambing laksana di lautan luas tak bertepi. Ikut baper jadinya. Sukses selalu dan barakallah

27 Oct
Balas

matur nuwun

28 Oct



search

New Post