Alarm Kematian
Tabur 1
Tantangan guru siana
Setelah sekian lama pakum menulis, sekarang coba hadir kembali, tentu butuh dukungan dan koreksi dari sahabat semua.
Jatuh dari tangga yang tidak terlalu tinggi sebetulnya, tapi cukup membuat aku terhenyak dan tak bisa bangkit lagi, dengan segala daya dan upaya hari ini kumulai lagi merangkak semoga saja bisa kembali menaiki tangga demi tangga yang bagiku terasa tinggi saat ini.
Kali ini kucoba buat sebuah cerpen, semoga saja bisa berlanjut mohon doa kita semua.
Alarm Kematian
Dengan langkah gontai buk Dewi mamasuki ruangan Puskesmas itu, kalaulah bukan karena perintah atasan, mungkin buk Dewi tidak akan mau datang kesana. Tapi apalah daya mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, buk Dewi akhirnya pergi juga.
Peraturan untuk di vaksin bagi tenaga pendidik harus dilaksanakan oleh buk Dewi, dengan bismillah kata buk Dewi aku akan melaksanakan vaksin, walau dihari masih ada keraguan.
Latarbelakang penyakit yang pernah dideritanyalah yang membuat buk Dewi ragu, karena 10 tahun yang lalu buk Dewi terdeteksi mengalami sakit jantung.
Setelah konsultasi sama buk dokter, tenyata buk Dewi harus ditunda vaksinnya, dan harus konsultasi terlebih dahulu dengan dokter jantung.
Hari berganti, bulanpun bertukar, buk Dewi masih belum berani untuk pergi ke dokter jantung, namun karena di sekolah butuh selembar surat keterangan, apakah buk Dewi bisa atau tidak bisa di vaksin, akhirnya buk Dewi pergi juga ke rumah sakit untuk konsul dengan dikter spesialis jantung.
Sebelum ke dokter spesialis, buk Dewi minta dulu rujukan ke dokter keluarga, baru besoknya lanjut ke dokter spesialis.
"Buk Dewi, terdengar suara seorang perawat manggil namanya, sedikit kaget buk Dewi menjawab " ya saaya jawabnya". Masuk keruangan dokter buk Dewi seakan mau masuk masuk kemana gitu, takut cemas penasaran bercampur jadi satu.
Dengan tertunduk seakan sebagai seorang terdakwa diruangan sidang, buk Dewi tak berani menatap pak dokter, walau wajahnya begitu tampan. " Bagaimana buk " tanya sang dokter, tapi buk Dewi tak kunjung menjawab, " ya pak " dengan sesikit terbata dan wajah pucat.
" Apa yang Ibuk rasakan " tanya dokter lagi, " tidak ada pak " jawab buk Dewi. " Kalau tidak ada kenapa Ibuk kesini" tanya dokter itu lagi.
Buk Dewi masih terdiam dan tidak bisa berkata kata lagi..
Karena tidak bisa berkata lagi, maka tulisan ini saya tutup sampai disini dulu, semoga besok buk Dewi bisa bicara lagi ya pemirsa
Bersambung
Solok, 22 Oktober 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mohon krisannya bapak Ibuk senior
waduh bu dewi sdh ketakutan dulu sih takut divonis jantung koroner ya
Ini hanya cerita Bun..terima kasih sudah berkunjung bun
Ini hanya cerita Bun..terima kasih sudah berkunjung bun
bunda sudah saya follow ya semoga di follow juga
Sudah juga Bun
Pasti rasanya deg-degan, khawatir atas penyakit yang menimpa Bu Dewi. Sukses untuk Bunda Erasanti.
Makasih bunda ririn