ERIEF PRIO WIBOWO, SE

Guru Kejuruan di SMK Negeri 1 Brebes Kab. Brebes Provinsi Jawa Tengah...

Selengkapnya
Navigasi Web
Budaya Positif  Menumbuhkan Budaya Kerja Industri dan Disiplin Positif 5S - 5R di SMK

Budaya Positif Menumbuhkan Budaya Kerja Industri dan Disiplin Positif 5S - 5R di SMK

Peran Guru Dalam Menciptakan Budaya Positif Pada Pendidikan Vokasi di SMK Melalui Budaya Kerja Industri  

 

Dunia pendidikan saat ini dituntut mampu membekali para peserta didik dengan keterampilan abad 21. Keterampilan tersebut antara lain : Berfikir kritis dan memecahkan masalah, Kreatif dan inovatif, dan Keterampilan berkomunikasi dan berkolaorasi. Tujuan Sekolah Menengah Kejuruan (pendidikan vokasi) adalah mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja pada bidang tertentu (UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas). Saat ini relevansi pendidikan vokasi dengan dunia usaha dan dunia industri di Indonesia masih rendah. Masih banyak lulusan pendidikan vokasi yang tidak bekerja atau bekerja tidak pada bidangnya. Hal ini merujukpada Tingkat Pengangguran Terbuka pada tahun 2018 masih cukup besar yaitu sebesar 8,92% (Sakernas 2016-2018). Pendidikan dan proses belajar di pendidikan vokasi harus dirancang agar menyerupai tempat kerja di dunia industri dan atau dunia usaha, baik peralatannya, sarana prasarana pendukungnya, keterampilan penggunaan alat kerja dan mesin produksi, maupun budaya kerjanya. 

Dalam konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara ada dua hal yang harus dibedakan yaitu, “Pengajaran” dan “Pendidikan” yang harus bersinergis satu sama lain. Pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan). Sedangkan, pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Manusia yang merdeka adalah manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak terganggu kepada orang lain, akan tetapi ia mampu bersandar dan berdiri di atas kakinya sendiri. Pendidik wajib menerapkan konsep pemikiran dari Ki Hajar Dewantara dengan memberikan teladan hidup dan kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya serta memberikan dukungan dan mendorong anak dengan kepercayaan dirinya menjemput kebahagiaan hidup.

Seorang pendidik yang baik, kata Ki Hadjar Dewantara, harus tahu bagaimana cara mengajar, memahami karakter peserta didik dan memahami tujuan menyelesaikan. Agar dapat mewujudkan hasil yang didikan dengan pengetahuan yang mumpuni secara intelektual maupun sosial serta semangat membangun bangsa. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin.  Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan. Dengan demikian Visi Diri atau visi guru penggerak harus sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut. Pendidikan merupakan sebuah pembudayaan, merupakan proses mentasbihkan individu atau seseorang agar mampu beradaptasi dalam suatu budaya tertentu (Damayanti, 2018). sehingga pernyataan tersebut memiliki konsukuensi atau tuntutan agar praktik pendidikan yang diajarkan harus sesuai dengan tuntutan dari budaya kerja industri itu sendiri sebagai bagian dari budaya dalam masyarakat. Implementasi budaya kerja industri di sekolah khususnya sekolah menengah kejuruan (Pendidikan Vokasi) sangat penting karena untuk menyiapkan lulusan lulusan yang siap kerja dan siap menghadapi tantangan ketatnya persaingan di era industri 4.0. 

Budaya positif merupakan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada peserta didik agar peserta didik dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Budaya positif dilaksanakan dalam upaya menumbuhkan selfdiscipline peserta didik adalah menanamkan motivasi intrinsik pada peserta didik untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Sedangkan Sedangkan Budaya Kerja merupakan falsafah yang didasari pada pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok yang tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja.

Sasaran dari pengimplementasian budaya kerja ini adalah individu-individu yang terkait dengan Pendidikan Vokasi tersebut antara lain siswa, tenaga pendidik, tenaga non kependidikan, dan environment (Lingkungan) belajar. Tujuan dari pengimplementasian budaya kerja ini tidak semata-mata hanya mengerti jelas, namun juga dapat memahami arti dan maksud yang mana terkandung dalam setiap sikap sikap kerja. Sikap sikap kerja yang dimaksud adalah keamanan, keselamatan dan kesehatan, kuantitas, kualitas, biaya dan individu. Penerapan yang dilakukan berupa melatih hardskill dan softskill individu-individu dari Pendidikan Vokasi terkait. Untuk perkembangan softskill dapat diwujudkan dengan pengembangan budaya kerja industri dimulai dari peningkatan knowledge atau wawasan. Peningkatan tersebut dapat melalui seminar atau workshop. Kemudian diikuti dengan implementasi pada kehidupan sehari hari di Pendidikan Vokasi sehingga terjadi pembiasaan. Dalam pengembangan hardskill sendiri dapat dilatih dengan meningkatkan keterampilan menciptakan karya atau produk sesuai kompetensi jurusan masing masing. Dalam penciptannya tersebut harus disesuai dengan standar industri baik hasil maupun prosesnya. Untuk sasaran dari pembudayaan ini sendiri adalah perubahan sikap dari individu terkait sehingga memenuhi kriteria standar sikap kerja industri.

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Dalam topik ini mengapa sih perlu menerapkan budaya kerja pada siswa SMK. Alasanya begitu pentingnya budaya kerja industri bagi siswa SMK sebagai bekal ketika nantinya masuk di dunia industri maupun dunia kerja. Selain itu penerapan budaya kerja industri pada siswa akan membiasakan memiliki soft skill yang baik. Tujuan penerapan budaya kerja di SMK adalah agar siswa SMK memilki budaya kerja sesuai tuntutan IDUKA, agar siswa memiliki kemampuan beradaptasi terhadap situasi kerja di IDUKA. Guru memiliki peran strategis dalam mewujudkan lulusan yang terampil dan berkarakter. Oleh karenanya dalam upaya memantapkan penguatan karakter siswa, antara lain : 

1. Guru perlu memiliki pengetahuan dan pandangan komprehensif futuristic tentang profil tenaga kerja yang dibutuhkan dunia usaha/industri; 2. Guru perlu memiliki kemampuan dalam mendesain kurikulum dan perangkatnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja menyangkut aspek ketrampilan maupun karakter kerja yang dibutuhkan; 3. Guru mampu mengintegrasikan karakter kerja dalam proses pembelajaran; dan 4. Guru mampu menjadi teladan dalam menumbuhkan budaya sekolah yang kondusif bagi tumbuhnya karakter yang unggul.

Dalam melaksanakan tugas tersebut terdapat empat hal yang harus dimiliki oleh guru, antara lain :

1. Guru perlu memiliki pengetahuan dan pandangan komprehensif futuristic tentang profil tenaga kerja yang dibutuhkan dunia usaha/industri salahsatu bentuknya terdapat dalam bentuk Profil Pelajar Pancasila.2. Guru perlu memiliki kemampuan dalam mendesain kurikulum dan perangkatnya selaras dengan kebutuhan pasar kerja menyangkut aspek ketrampilan maupun karakter kerja yang dibutuhkan kemampuan ini dapat di wujudkan dengan model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik.3. Guru mampu megintegrasikan karakter kerja dalam proses pembelajaran4. Guru sebagai teladan dalam menumbuhkan budaya sekolah yang kondusif bagi tumbuhnya karakter yang unggul.

 

Disiplin Positif Melalui Konsep 5S/5R Pada Pendidikan Vokasi

Menciptakan suasana positif di lingkungan sekolah memiliki urgensi tinggi karena lingkungan sekolah sebagai tempat peserta didik belajar harus dapat menghadirkan suasana yang kondusif, aman, nyaman dan menyenangkan agar peserta didik merasa betah untuk belajar berlama-lama di sekolah tanpa rasa tertekan. Penciptaan suasana kondusif, aman, nyaman dan menyenangkan dapat dilakukan oleh pendidik melalui keteladanan terkait kedisiplinan, memulai pembelajaran dengan kesepakatan atau kontrak belajar, memberikan kesempatan yang sama dalam berpendapat dan dalam memberikan pelayanan serta selalu berusaha memilih strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, potensi dan kebutuhan peserta didik agar peserta didik enjoy dalam belajar tanpa ada keterpaksaan. Menciptakan suasana positif berhubungan erat dengan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik karena suasana yang positif akan dapat mendorong dan memotivasi peserta didik untuk belajar tanpa disuruh (dengan kesadaran sendiri) dan disiplin tanpa ditakut-takuti.

Dalam budaya kita, makna kata “disiplin” dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat”.  Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka. Untuk mewujudkan tujuan tersebut sekolah dapat memberikan program setiap jurusannya. Salah satu program yang mungkin dapat diterapkan yaitu program budaya kerja 5S/5R.

5S dalam bahasa Inggris berarti Sort (ringkas), Set in order (menempatkan sesuai tempat), Shine (bersih), Standardize (standardisasi), dan Sustain (menopang/menahan). Sedangkan dalam bahasa Jepang berarti Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. Secara umum 5S adalah Sistem Tata Rumah Tangga untuk mengelola tempat kerja seperti industri, kantor, sekolah, dan lain-lain. Pada pelaksanaannya 5S sangatlah penting karena dengan adanya 5S proses pelaksanaan kerja akan lebih nyaman dan aman bagi seluruh pelaku kerja. Berikut adalah deskripsi dari budaya kerja 5S/5R tersebut:

SEIRI ( RINGKAS )

Seiri adalah memisahkan barang menjadi dua golongan yaitu barang yang diperlukan dan yang tidak diperlukan. Barang yang tidak diperlukan harus dipisahkan dari area kerja, dimana mereka merupakan barang yang tidak/belum/jarang digunakan saat ini.

SEITON ( RAPI )

Seiton berarti menyimpan barang di tempat yang tepat atau dalam tata letak yang benar, sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendadak. 

SEISO ( RESIK )

Seiso dapat diartikan sebagai upaya membersihkan. Area kerja harus terlihat rapi dan bersih serta siap untuk digunakan oleh shift selanjutnya. Area kerja harus dipelihara secara teratur (misal; harian/per shift). Setiap peralatan dan perlengkapan kerja harus berada pada tempat yang benar dan tak ada yang hilang. Area kerja yang dijaga dengan baik akan membuat lingkungan kerja yang sehat.

SEIKETSU ( RAWAT )

Seiketsu adalah memelihara keadaan area kerja yang bersih dan rapi dengan mengikuti disiplin 3S yang telah dilaksanakan. Perawatan yang dimaksudkan disini adalah menjaga konsistensi pelaksanaan disiplin 3S (seiri, seiton, seiso) agar tetap dapat berjalan dengan baik. 

SHITSUKE ( RAJIN )

Shitsuke adalah melakukan tugas/pekerjaan dengan benar sesuai dengan prosedur yang berlaku. Shitsuke juga merupakan akuntabilitas manajemen untuk melatih orang agar mengikuti peraturan perawatan ruangan.

 

5S bertujuan untuk mewujudkan tempat kerja yang nyaman sehingga dalam melakukan suatu pekerjaan akan menyenangkan dan dapat mengelola pekerjaannya secara mandiri. Selain itu tingkat produktivitas  juga akan bertambah dengan penerapan 5S. Penerapan 5S ini harus dilakukan secara sistematis karena dengan menerapkan 5S ini siswa yang umumnya sebagai calon pegawai menjadi berbudaya kerja secara sehat dan selamat. Budaya kerja adalah output dari karakter kerja. Jika siswa sudah memiliki karakter kerja yang baik maka secara tidak langsung ia juga sudah berbudaya kerja yang baik pula. Budaya kerja tercipta karena sudah terbiasa. Penerapan 5S berdampak besar agi institusi baik itu sekolah maupun industri diantaranya: 

Menciptakan tempat kerja terbaik dengan prinsip perbaikan berkesinambungan. Peningkatan image instansi. Peningkatan sense of belonging.  Efisiensi dan mengurangi waste. Menggugah tanggung jawab setiap orang di tempat kerja. 

 

Keuntungan menerapkan 5S secara keseluruhan di sekolah antara lain: 

Menyediakan tempat kerja yang menyenangkan. Tempat kerja yang bersih, rapi dan teratur memungkinkan seseorang lebih senang serta bersemangat untuk bekerja. Membantu untuk mengefisiensikan pekerjaan. Siswa akan merasa kesulitan mencari barang yang dibutuhkan jika peletakan barangbarang tidak teratur. Jika barang-barang di tempat kerja telah tersusun secara rapi sesuai dengan tempatnya dan diberikan label maka akan memudahkan siswa dalam menemukan barang yang dibutuhkannya (efisien). Memperkecil kecelakaan kerja yang dapat terjadi. Menerapkan 5S pada lingkungan kerja akan membawa seseorang bekerja dengan bebas dari bahaya kerja. Apabila 5S diterapkan di tempat kerja berarti seseorang tersebut telah menjamin keselamatan diri sendiri dan rekan kerja. Membimbing pada kualitas produk yang telah baik dan meingkatkan produktivitas. Bagi perusahaan yang telah menerapkan 5S dengan sungguh-sungguh membuat jumlah cacat akan relatif lebih rendah daripada perusahaan yang belum menerapkan 5S. Hal itu menyebabkan produktivitas meningkat. Jika produktivitas meningkat maka semua akan mendapatkan bagian atas kemakmuran perusahaan.

 

Berdasarkan keuntungan yang sudah dijelaskan diatas diperoleh kesimpulan bahwa menerapkan 5S di bengkel sekolah dapat menyediakan tempat praktik yang nyaman dan menyenangkan bagi siswa saat melaksanakan praktik. Tempat kerja yang nyaman, bersih dan rapi akan memungkinkan siswa mudah dalam mengembangkan kemampuan praktiknya serta bersemangat untuk melakukan praktik di bengkel/laboratorium sekolahnya. 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen best practicenya, Pak. Salam literasi!

24 Dec
Balas

Terima kasih pak dede....salam literasi ....!

24 Dec

Terima kasih pak dede....salam literasi ....!

24 Dec

Mantap ulasannya keren

24 Dec
Balas

terima kasih ibu risma....

24 Dec
Balas

Semangat pak erif

24 Dec
Balas

terima kasih pa heru

24 Dec

Bagus sekali artikelnya pak, semangat terus berkarya pak erief.

24 Dec
Balas

Terima kasih bu anisah .... semangat jg buat ibu

24 Dec



search

New Post