Sejak kecil, bahkan hingga sekarang, tokoh pahlawan super idola saya adalah superman. Salah satu yang bikin keren adalah karena ia bisa terbang. Sebagai anak yang terlahir di keluarga yang medukung gerakan keluarga berencana, mimpi untuk bisa terbang adalah sebuah mimpi yang mahal.

Tapi mimpi kan bebas ya? Saat saya kuliah mimpi terbang pun terwujud. Bermodalkan uang pinjaman dari teman saya akhirnya bisa mewujudkan mimpi terbang. Pak Rana adalah sosok dibalik terpaksanya saya terbang. Tujuan penerbangan perdana itu adalah untuk observasi peralatan navigasi udara. Deden teman kampus sekaligus saudara satu ibu kost adalah otak dibalik terbangnya kami ke Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Penerbangan pertama itu tidak lantas menjadi penerbangan satu-satunya. Beberapa tahun kemudian kesempatan untuk terbang kembali berulang.

Allah memang Maha Pemurah, Pengasih dan Penyayang. Saya tak pernah membayangkan penerbangan selanjutnya adalah penerbangan lintas negara, lintas benua. Penerbangan menuju negara kangguru itu malah saya dapatkan secara gratisan. Penerbangan tanpa menguras isi dompet itulah yang mengawali penerbangan gratisan lainnya.

Dua tahun kemudian, kesempatan gratis datang saat saya terpilih menjadi narasumber program guru pembelajar. Malang adalah tujuannya. Perjalanan ketiga ini berlanjut ketika saat itu saya mendapat tawaran dari Ibu Nurul, penanggung jawab program akademi hasil CSR dari perusahaan IT raksasa dunia.

Perjalanan bersama akademi itu membawa saya ke berbagai belahan Indonesia. Padang mengawali perjalanan saya. Saat itu adalah kali pertama saya terbang dengan maskapai Low Cost Carrier asal Pulau Sumatra. Pulau eksotis yang tengah dikagumi karena mulai menyaingi pesona Bali pun sudah saya kunjungi.Palembang, Semarang dan kini Banjarmasin sudah masuk di daftar kunjungan saya. Semuanya gratisan.

Jangan pernah anggap remeh mimpi!

Banjarmasin, April 2017