Erik Pujo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Peristiwa di Perempatan Jalan

Peristiwa di Perempatan Jalan

Pagi itu terasa begitu dingin, tapi aku harus mandi karena aku harus berangkat kerja. Kulirik jam dinding di ruang tengah, belum juga menunjuk pukul 5 pagi. Bergegas aku ke kamar mandi. Air di bak mandi terasa seperti air es. Gemertak gigiku menahan dingin. Akhirnya selesai juga aku mandi.

Selepas mandi, kuambil piring dan sendok di meja makan. Dua suap nasi sudah cukup bagiku untuk mengganjal perutku. Kurasakan perutku masih berbunyi. Tak kuhiraukan perut yang baru terisi makanan seadanya. Aku harus berangkat kerja sesegera mungkin. Kalau tidak, aku bisa telambat datang ke tempat kerja.

Hanya dua menit aku memanasi mesin motorku. Segera kutarik tuas gas motorku dengan perlahan. Ingin kukendarai motorku dengan kencang, tapi jalanan desa yang bergelombang menghalangi laju motorku. Lagipula, aku segan dengan penduduk desa. Di jalan desa kok mengendarai motor dengan kencang. Pikirku tentang pendapat orang-orang desa.

Aku baru bisa mengendarai motorku dengan kencang saat memasuki jalan di persawahan. Tapi hawa dingin di pagi hari bulan Juli ini sungguh membuat badanku menggigil. Aku bertanya dalam hati, mengapa istriku membelikan jaket yang kainnya agak tipis ini. Jaket pemberian istriku ini tidak mampu menahan hawa dingin. Astaghfirullah, aku jadi menyalahkan istriku. Harusnya aku bersyukur istriku sudah membelikan jaket baru untukku.

Belum selesai aku memikirkan jaketku yang masih bisa ditembus udara dingin, aku dikejutkan dengan pak tani yang naik motor sembarangan. Di perempatan jalan sebuah desa, dari arah barat, pak tani yang naik motor bebek warna hitam langsung saja menyeberang jalan tanpa menengok kiri kanan. Segera kutarik rem depan dan kuinjak rem belakang motorku. Alhamdulillah aku masih selamat, tidak jatuh dari sepeda. Hampir saja aku menabrak pak tani yang memanggul cangkul sambil mengendarai motor tersebut. Tanpa mengurangi kecepatan motornya, pak tani itu pergi meninggalkanku yang gemetar karena kaget.

Dalam kondisi gemetar tersebut, baru aku ingat pesan ibu mertuaku tadi sebelum aku berangkat. “Sing akeh maca sholawat, ben slamet nang dalan,” begitu pesan ibu mertuaku dalam Bahasa Jawa. Mungkin kejadian tadi mengingatkanku untuk banyak berdzikir dalam perjalanan, tidak hanya melamun saja. Semoga aku selalu terhindar dari marabahaya di mana saja dan termasuk orang yang banyak berdzikir.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post