Erni Lestari

Guru MIN 3 Sukabumi, Jl. Pelda Km.14 Ds.Bojongraharja kec.Cikembar kab.Sukabumi...

Selengkapnya
Navigasi Web

KASIH IBU TAK PERNAH PILIH KASIH

#Tantangan hari ke-362

Sejak kecil saya merasa tak mendapat perhatian yang sama. Sebagai anak tengah rasanya harus selalu menahan rasa dan keinginan karena segala keterbatasan. Hingga dewasapun masih merasa seperti itu. Kakak pertama dan si bungsulah yang selalu mendapat perhatian lebih. Ketika tak mampu mendapatkan apa yang diinginan tak jarang dalam hati terasa seperti ada bongkahan batu yang mengganjal. Teringat ketika dahulu ingin memiliki sebuah hiasan meja berbentuk pigura foto. Saat itu ingin sekali memilikinya, tetapi apa daya tak jua dibelikan, hanya membayangkan saja hiasan pigura foto itu ada di meja sebagai gantinya. Tetapi ketika kakak pertama dan si bungsu ingin mendapatkan sesuatu rasanya rezekinya selalu ada dan begitu mudah mendapatkannya. Hingga sudah berkeluargapun, sesekali masih merasakan kasih ibu berbeda terhadap saya. Ketika berkunjung selalu mengutamakan mereka, sesekali saya berharap beliau berkenan dijemput untuk berlibur bersama anak-anak, itupun tak serta merta diiyakan. Inikah yang namanya cemburu atau iri?

Menghilangkan rasa ternyata perlu waktu. Menepiskan semua pikiran negatif yang rasanya tak adil bagi saya dan mencoba untuk lebih ikhlaspun tak semudah membalikkan tangan. Ketika mengingatnya kembali saya hanya bisa sesegukan menahan tangis di tengah kesunyian. Hal sepele sepertinya dan ini biasa terjadi sebenarnya, tetapi ketika sedang galau ini bisa memecah susana hati menjadi tak karuan.

Oleh sebab itu dahulu saya sering menghabiskan waktu dengan kegiatan di sekolah, mencoba mengerti dengan situasi dan kondisi yang ada dan mencoba selalu melihat latarbelakang mengapa ibu melakukan hal ini kepada saya. Kondisi perekonomian yang tak mendukung juga harus membuat saya lebih banyak mengalah. Jika menginginkan sesuatu yang bisa dibuat sendiri, saya lebih sering menghabiskan waktu untuk berkreasi dengan bahan-bahan yang ada. Alhamdulillah ini mampu membuat saya melupakan kesedihan kala itu.

Seorang ibu sangat peka, akhirnya beliau mengetahui jika saya merasa cemburu dan iri. Beliaupun menjawabnya dengan mendoakan kepada semuanya apapun perlakuan kami anak-anaknya. Inilah yang membuat saya introspeksi diri, banyak merenung. Apalagi ketika melihat anak-anak sendiri, yang sudah bisa menuai protes. Dalam diam saya berpikir merefleksi dengan banyak pertanyaan yang sebelumnya ingin saya lontarkan kepada ibu;

“Apakah saya sudah menjadi ibu yang baik?”

“Apakah saya juga sudah cukup adil kepada anak-anak sendiri?”

“Apakah saya juga sudah mendo’akan ibu dan anak-anak dengan tulus ikhlas?”

“Apa yang sudah saya lakukan untuk membahagiakan ibu?”

Akhirnya semua pertanyaan itu bak anak panah yang menghujam diri sendiri. Bercermin dari pengalaman itu semua, membuat saya mendapat pelajaran berharga. Saya lupa bersyukur dan melupakan bahwa nikmat yang dirasakan sekarang adalah berkah dari do’a ibu yang terus mengalir.

Apa yang dikatakan ibu adalah benar, bahwa tak pernah sedikitpun ada niat untuk pilih kasih. Justru seorang ibu memperlakukan sangat adil kepada anak-anaknya dengan memberikan apa yang dibutuhkan bukan sesuai keinginan. Contoh jika ada anaknya yang tak suka makan, maka ibu akan mencurahkan perhatiannya kepada anak yang tidak suka makan dengan mengutamakan dia agar mau makan. Sebaliknya anak yang sudah dianggap mampu mandiri, maka seorang ibu hanya tinggal mengarahkan saja. Dan itu baru saya sadari ketika merasakan sendiri rasanya menjadi ibu.

Ketika mendapat teguran dari anak-anak dengan segala celotehannya itu rasanya sakit ternyata. Saya berpikir,”Inikah rasanya yang ibu rasakan ketika saya memprotes beliau”. Secara langsung saya sudah menyakiti hatinya dengan sikap dan ucapan yang tadinya hanya ingin mengungkapkan isi hati. Tetapi ternyata maaf ibu seperti samudera tak bertepi, do’a beliau malah mengalir deras. Saya sadar salah mengartikan kasih sayang ibu hingga tak kuasa menahan bulir bening di sudut netra hingga menganak sungai. Tak hentinya dalam do’a memohon ampun kepada Yang Maha Kuasa atas hati yang iri dan dengki dan selalu memanjatkan do’a dari kejauhan agar beliau senantiasa diberi kesehatan. Terimakasih ibu, maafkan saya anakmu ini.

#TantanganGurusiana

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post