Ernasari Fitriati

Saya adalah orang Kuningan Jabar yang mengajar di SMA Yos Sudarso Majenang Cilacap Jateng...

Selengkapnya
Navigasi Web
(331) Di Bangku Taman

(331) Di Bangku Taman

Senja itu Bagas sudah duduk rapi di bangku taman. Dia menunggu istrinya pulang dari tempat kerja di katering tetangga. Jika istrinya datang, mereka duduk sebentar, saling cerita kegiatan mereka seharian lalu pulang sambil bergandengan tangan. Kemesraan mereka menjadi contoh keluarga dan tetangganya.

Bagas menebarkan pandangannya. Suasana sore ini sepi, padalah biasanya banyak anak bermain. Tak sengaja matanya melihat seorang perempuan muda sedang termenung di bangku ujung taman. Sesekali perempuan itu menatapnya sambil menyeka air mata. Karena penasaran, Bagas mendekatinya.

“Kamu ga apa-apa, Nak?” Tanya Bagas dengan lembut. Perempuan itu mengangguk.

“Kamu boleh cerita sama Kakek kalau sedang ada masalah. Siapa tahu Kakek bisa bantu.” Lanjut Bagas.

Wanita itu menarik napas lalu bercerita.

“Saya sedang sedih. Ibu saya meninggal seminggu yang lalu. Ayah saya sangat terpukul hingga ingatannya terganggu. Beliau lupa segalanya. Yang beliau ingat dan cari hanya ibu. Mereka sudah bersama hampir lima puluh tahun. Saya tak tahu harus bagaimana lagi untuk menghiburnya. “ Jawab wanita itu lalu menangis tersedu.

Bagas mengusap-usap pundak wanita itu. Dia memahami perasaaan ayah si wanita. Dia merasakan sendiri bagaimana dia sangat mencintai dan membutuhkan istrinya. Istrinya adalah belahan jiwanya. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jika dia ditinggal sendirian di dunia ini.

“Kamu yang sabar ya. Mungkin ini cara berbakti pada ayahmu. Kamu harus yakin, semua akan baik-baik saja.” Kata Bagas memberi semangat. Wanita itu tersenyum lalu tiba-tiba memeluknya dengan penuh kasih sayang.

“Terima kasih, Kek. Semoga Kakek sehat kembali.” Kata wanita itu dengan lembut.

Mereka lalu tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Sayup-sayup mulai terdengar orang mengaji pertanda magrib akan datang.

Perlahan wanita itu mengusap tangan Bagas lalu berkata. “Ayah, ayo kita pulang. Kita doakan ibu di rumah ya.” Ajak wanita itu dengan lembut. Bagas menurut. Mereka pun pulang meninggalkan bangku taman yang menjadi saksi kerinduan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul Bu...sehat dan sukses selalu

25 Nov
Balas

Kasihan banget ya Bu tapi yang namanya kehilangan memang menyakitkan Bu

25 Nov
Balas

Keren cerpennya Bu. Sukses selalu untuk Ibu

24 Nov
Balas

Waduhhh...kasian mereka. Kereenn bgt cerpennya say ..sukses sllu

24 Nov
Balas

Ya Allah..sedih amat...keren...

24 Nov
Balas

Siip kisahnya, Bu. Rasa kehilangan yang sangat dalam. Salam sukses.

25 Nov
Balas

Lho kok jadi ikutan ayahnya lupa ingatan juga sepertinya

24 Nov
Balas

Ceritanya bagus Bu Kepsek. Sukses selalu Bu..

25 Nov
Balas

Keren cerpennya Bunda,, salam sukses selalu

25 Nov
Balas

Cerpen yang indah. Sukses selalu sahabat

24 Nov
Balas

Di bangku taman itu aku menunggumu.

24 Nov
Balas

Assalamualaikum Bundaaaaaaaa... Hiks.. hiks.. hiks... Rasanya pingiin peluk Bunda. Lamaaa saya tak sempat mengunjungi Bunda. Kangeeen poll. Udah berapa bulan saya lupa saking bertumpuk-tumpuknya pekerjaan. Sehat dan bahagia selalu ya buun, selamat hari Guru .....

25 Nov
Balas

Waalaikumsalam wr.wb. Sini... sini, kita pelukaaaaaan hehe..... Sudah berkurang ni kesibukannya? Semangat selalu ya, Bun. Memang PPG penuh pengorbanan ahaha.... Peluk hangat dari jauh.

27 Nov

Keren ceritanya.. Semoga sehat dan bahagia selalu Bunda.

24 Nov
Balas



search

New Post