Setiap orang yang memandang, selalu terpukau. Itulah yang terjadi saat melihat saya. Ada yang memukau di wajah. Apa itu? Kumis yang cukup lebat nan menawan. Termasuk istri saya. Dia sangat menyukai kumis saya. Mungkin, itu yang membuatnya selalu merindukan saya. Apalagi saat saya menggelitikinya dengan kumis itu. Dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa geli. Anak-anak saya sering pula saya gelitiki dengan kumis ini. “Ampun…, geli, Pak”, kata anak saya yang masih duduk di bangku TK. Namun, sering saya malah sengaja melakukan hal itu. “Pak Kumis”, itulah sebutan saya di mana-mana.

Namun, ada juga yang tidak suka. Wajarlah. Masak semua orang menyukai kumis saya. Ada juga yang menyarankan saya untuk mencukur kumis yang lebat ini. Biar lebih terlihat rapi, katanya. Atau biar tidak terkesan galak. Kadang saya juga ingin berganti suasana. Suatu ketika saya pernah mencukur habis kumis saya. Saya ingin memberi kejutan kepada istri saya. Namun malang nasib saya, istri saya malah ‘mendiamkan’ saya. “Bapak ini, cukur gak bilang-bilang. Gak tanya-tanya dulu, saya suka apa tidak”, katanya sambil cemberut. “Bapak lagi ada WIL ya?”, dia bertanya sambil menangis.

Tak kukira hal sekecil itu malah jadi masalah besar. Saya dikira punya kecengan wanita lain di luar sana yang lebih suka saya tidak berkumis. “Oalah, Bune-bune.. Kok, aku malah mbok kiro selingkuh. Aku ki pengen tampil beda. Supaya keren dan terlihat awet muda”, kataku dengan nada merayu. Akhirnya istriku percaya dan tidak marah lagi. Ternyata kumisku yang membuat dia cinta. “Okey. Tidak akan kucukur lagi, kumisku ini, Bune”, bisikku di telinganya.