Teknologi dalam Genggaman
Perkembangan teknologi dewasa ini dirasa sangat memudahkan manusia dalam melakukan pekerjaannya. Manusia mulai dimanjakan oleh mesin-mesin. Semua segi kehidupan dari pekerjaan kantor, pabrik, sekolah, lembaga, bahkan pekerjaan rumah tangga tak lepas dari teknologi. Dulu ibu-ibu harus mencuci, memasak, menjahit, dan seabrek pekerjaan lainnya dengan peralatan tradisional. Namun, saat ini semua itu bisa dikerjakan dengan mudah dengan bantuan teknologi. Ibu-ibu mulai sibuk bekerja di luar rumah demi membantu Sang Suami mencukupi kebutuhan yang dirasa begitu banyak. Dulu orang cukup dengan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan) yang relatif sederhana. Tidak seperti sekarang ini, dengan beragam kemudahan yang ditawarkan, seolah kebutuhan manusia menjadi tak terbatas. Ibu mulai beralih peran menjadi wanita karir. Sedangkan peran ‘Ibu’ sering digantikan oleh Nenek/Kakek, baby sitter, atau asisten rumah tangga.
Perkembangan teknologi informasi sangat pesat. Dahulu orang berkomunikasi secara langsung atau menggunakan surat yang diantar oleh merpati atau kurir. Saat ini, komunikasi sangat mudah terjadi. Orang dari berbagai belahan dunia dapat berkomunikasi langsung bahkan bertatap muka, tanpa harus berada di tempat yang sama. Apalagi produsen smartphone begitu banyaknya dan berlomba-lomba memberi fasilitas yang lengkap, tercanggih dengan harga yang sangat terjangkau. Bahkan sampai di pelosok desa, penjual smartphone, pulsa, paket data, bahkan asesorisnya sudah tak terhitung jumlahnya.
Sekarang ini hampir setiap orang mempunyai telepon genggam, bahkan tak cukup hanya punya satu. Di manapun orang terlihat asyik dengan smartphone mereka. Tak terkecuali anak-anak dan remaja. Bahkan orang tua mulai memperkenalkannya saat anak mereka masih balita. Mulai dari sekedar melihat foto, gambar, maupun video lucu kepada anak. Dengan bangganya mereka membuatkan akun sosmed untuk anak mereka yang baru lahir. Suatu hal yang tidak perlu, bahkan bisa berakibat buruk bagi mereka. Banyak terjadi kasus penculikan dan jual beli anak dengan mengambil foto-foto yang diunggah sendiri oleh orang tua Si Anak.
Sebenarnya banyak manfaat yang dapat diambil dari smartphone tersebut. Kita dapat melakukan berbagai aktivitas di sana. Mulai dari bersosial media, mencari berbagai informasi, mengunggah, mengunduh, bahkan sampai jual-beli online pun dapat dilakukan di sana. Anak-anak bisa mencari informasi. Potensi anak dapat dikembangkan sejak dini. Mereka dapat melihat video dan berlatih sendiri. Bakat anak dapat dikembangkan sejak dini.
Sayangnya sebagian besar orang asyik dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Merasa asyik dengan dunia maya tanpa tau arah. Berbagai hal ada di situ. Sering mereka terjebak pada hal-hal yang salah. Grup-grup di sosmed yang punya passion sama, seolah membenarkan apa yang mereka lakukan. Mereka mencari jati diri, tanpa batas. Tanpa bimbingan dari orang dewasa.
Jika sudah demikian, siapa yang salah? Anak itu sendiri kah? Guru, orang tua, masyarakat, atau pemerintah yang salah? Semua itu, tanggung jawab bersama. Pemerintah sekarang sudah membuat Undang-undang ITE yang berusaha membatasi dan mengurangi dampak buruk yang kian meluas. Namun itu, dirasa sangat kurang. Setiap detik ada ribuan situs baru, banyak sekali yang berkonten negatif, berpotensi merusak moral, dan memecah belah persatuan. Setiap hari Kominfo memblokir situs-situs tersebut, namun terus saja bermunculan, lagi dan lagi. Kemampuan Kominfo untuk memblokir tidak sebanding dengan jutaan situs berkonten negatif yang terus bermunculan.
Di sisi lain, orang tua seakan lalai. Dengan dalih, biar anaknya keren, gaul, mereka membekali dengan smartphone tercanggih. Tanpa membekali anak dengan cara bijak menggunakannya. Tanpa membatasi waktu anak-anak bisa bermain gadget setiap harinya. Mereka tidak sadar bahaya besar yang mengancam anak-anak. Lalu apa yang bisa orang tua lakukan? Cara yang paling ekstrim adalah jangan memberikan smartphone pribadi kepada anak-anak, terutama yang seusia SD. Anak seusia SD belum bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Orang tua bisa meminjamkan smartphone mereka, saat dirasa perlu. Batasi waktu penggunaan dan dampingi anak-anak saat berselancar di dunia maya. Untuk anak seusia di atas SD, orang tua perlu membekali mereka dengan literasi digital yang memadai. Tentunya tetap dengan membuat kesepakatan bersama antara keduanya, apa-apa yang boleh dan tidak boleh.
Tak kalah penting, peran masyarakat dalam mengawasi pergaulan anak di luar rumah dan sekolah. Saat itu adalah saat yang krusial. Anak berada di luar pengawasan guru maupun orang tua. Mereka biasa berkumpul dengan teman-teman genk-nya, entah itu nongkrong-nongkrong di mall, perempatan, warung pojok, atau melakukan hobi yang mereka geluti. Sebagian anak sudah menemukan bakatnya. Namun, sebagian besar anak belum tau apa yang menjadi cita-citanya. Mereka sering salah arah. Kecenderungan masyarakat yang bersikap permisif dewasa ini, semakin membuat kelakuan anak menjadi-jadi.
Sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan dalam membangun budaya literasi digital ini. Semua pihak harus bersatu demi anak bangsa, menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Marilah kita sama-sama mengawal terwujudnya hal itu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar