Ernita, S. Pd

LIMA PULUH KOTA DENGAN LEMBAHNYA NAMA : ERNITA, S.Pd INSTANSI : ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Naskah KUTITIP RINDU UNTUKMU AMAK ERNITA,S.Pd

JUDUL : KUTITIP RINDU UNTUMU AMAK

PENULIS : ERNITA, S. Pd

INSTANSI : SDN 02 LUBUAK BATINGKOK

ALUMNI PELATIHAN MENULIS MG DI : MWC XV

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan pada Allah Subhanahuwata`ala yang telah melimpahkan rahmat , hidayah dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis behasil menyelesaikan menulis buku ini.

Buku ini menceritakan kehidupan seorang anak yang ditinggal orang tuanya dan melanjutkan hidupnya bersama penghulu kaumnya. Meski orang tuanya kemudian kembali bersama namun ia tetap harus melanjutkan hidupnya bersama keluarga penghulunya yang dipanggilnya Atuk dan Nenek sampai ia berhasil meraih cita-citanya.

Terimakasih kepada penulis ucapkan pada semua teman-teman sejawat, ibu kepala sekolah yang pertama mengajak penulis ikut serta dalam pelatihan MCW XV dan kepada suamiku terkasih yang selalu memotivasi. Tanpa bantuan dan dukungan dan dukungan mereka buku ini tentu tidak akan hadir dihadapan para pembaca.

Penulis menyadari buku ini banyak kekurangan. Penulis berharap adanya saran yang membangun dari para pembaca. Selamat membaca.

Lima Puluh Kota, Maret 2019

Ernita

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................iii

Daftar Isi ..............................................................................................iv

1. Siapa Aku .................................................................................. 1

2. Diantar ke Tempat Atuk Solok......................................................3

3. Masuk Sekolah .......................................................................... 5

4. Pertemuan dengan Amak .......................................................... 10

5. Berlibur Bersama Amak ............................................................. 12

6. Selamat Jalan Sahabat .............................................................. 19

7. Bapak Datang ............................................................................ 25

8. Pulang ke Kampung ................................................................... 28

9. Saat yang Mendebarkan ............................................................. 38

10. Bersama Kembali ....................................................................... 42

11. Kabar Duka ................................................................................. 47

SIAPA AKU

Di depan sebuah rumah kayu yang memiliki jenjang dari tembok duduklah seorang anak perempuan menghadap ke jalan raya .jalan itu merupakan jalan lalu lintas bus yang ating dari luar kota. Setiap bus yang berhenti di depan rumahnya anak perempuan itu selalu mengangkat kepalanya memandang kearah bus yang berhenti dan memperhatikan orang yang turun dari bus itu. Sepertinya ia sedang menunggu kedatangan seseorang. Anak perempuan itu berkulit sawo matang, rambut lurus sepanjang pinggang, badan tinggi kurus, memakai baju berwarna pink panjang hingga dibawah lutut. Anak ini beberapa hari yang lalu baru naik ke kelas lima SD. Seperti biasa sesudah penerimaan lapor kenaikan kelas semua siswa akan libur selama dua minggu. Setiap anak akan menyambut liburan dengan suka cita karena mereka telah punya rencana akan mengisi liburan yang panjang dengan berbagai kegiatan diantaranya pergi ke rumah family mereka yang ada di luar kota.

“Aduhhh, Mak, mengapa belum juga ating?,” bisik hati Annisa. Sudah beberapa hari ini Annisa duduk diteras rumah itu, menunggu kedatangan amaknya.Annisa masih ingat beberapa bulan yang lalu saat amaknya ating , amak berjanji “besok kalau liburan sekolah kamu amak jemput ya Annisa”, sambil beliau mengusap rambut Annisa sebelum berangkat naik mobil menuju ibu kota propinsi. “ya, Mak”. Jawab Annisa saat itu. Dalam hatinya ia merasa sangat senang sekali karena liburan tinggal tiga bulan lagi.

“Mengapa mak tak ating ya jemput aku ?, apakah beliau lupa sama janji beliau dahulu “?. Annisa bertanya pada dirinya sendiri. atingt wajahnya sedih. Pikiran Annisa kembali ke masa lalu bagaimana ia bisa sampai di Kota beras ini.

Annisa terlahir dari sebuah keluarga yang tidak beruntung. Ia bersaudara bertiga . yang tertua laki-laki bernama Adra, yang kedua Annisa, dan yang ketiga juga laki-laki bernama Adri. Annisa tidak tahu kapan apak dan amaknya tidak bersama lagi. Sedangkan amaknya juga sudah pergi merantau. Dari cerita nenek yang Annisa dengar, setelah bercerai Amak pergi ke ibu kota Propinsi untuk mencari kerja guna menyambung hidupnya. Dalam memori Annisa , ia tidak ingat lagi wajah amaknya maupun apaknya.

Mereka bertiga dititipkan pada Atuk dan Nenek (orang tua amaknya). Sebenarnya nenek juga kurang sehat, beliau menderita sakit maag sejak mudanya sampai saat ini. Sedangkan atuk juga sudah mulai tua dan lemah. Atuk dan nenek tinggal di rumah gadang. Semua anak perempuan beliau yang sudah menikah ataupun yang belum menikah tinggal di sini . anak laki-laki nenek dan Atuk yang sudah menikah ikut ke rumah istrinya. Sedangkan anak laki-laki beliau yang belum menikah tetap tinggal di rumah ini. Anak Mak Tuo dan Pak Tuo ada pula tiga orang,yang semuanya laki-laki , ditambah anak nenek dan atuk yang laki-laki belum menikah dua orang dan etek Isna satu . jadi kami yang tinggal di rumah nenek dan Atuk ada tiga belas orang . bayangkan betapa ramainya di rumah itu bila berkumpul semua dan yang akan diisi perutnya. Sedangkan perekonomian keluarga besar nenek hanya bertani. Tidak ada tambahan penghasilan yang lain. Sehingga Annisa dan saudara-saudaranya beserta paman-pamannya tidak pernah diberi uang jajan seperti anak-anak kebanyakan. Untuk makan mungkin karena beras tidak membeli kami bisa makan tiga kali sehari walau hanya makan terkadang dengan sambal saja, atau dengan garam disiram pakai minyak bekas penggorengan. Sekali-sekali Mak Tuo dan Tek Isna memasak gulai rebung, atau gulai paku, yang membuat kami makan dengan lahapnya.

Meski Annisa belum bersekolah tapi ia sudah diberi tugas oleh Mak Tuonya setiap hari mengisi ember air minum di dapur. Air itu dijemput ke sungai yang berjarak sekitar lima puluh meter dari rumah. Pada umumnya masyarakat di ating Annisa masa itu mengandalkan air sumur kecil dan dangkal yang digali dipinggir sungai. Mengambil air dari sumur kecil itu tidak sulit cukup memakai gayung yang dibuat khusus dari batok kelapa. Annisa mampu membawa air itu memakai ember yang cukup besar dengan meletakkannya di atas kepala (istilah dikampung Annisa “dijujuang”). Karena sudah terlatih Annisa tidak takut embernya terjatuh dan membasahi bajunya. Membantu menjemur padi di halaman bila sudah panen ,serta mengusir ayam-ayam yang ating memakan padi selama menjemur. Itu juga menjadi tugas Annisa. Mandi sore bersama teman-teman di sungai itu merupakan sebuah kebahagiaan buat Annisa, karena sambil mandi biasanya bercanda dengan saling menyiram atau membuat gelembung besar dari kain sarung dan sengaja membiarkan diri dibawa arus agak jauh kehilir sungai. Biasanya disaat mandi di sungai Annisa selalu diingatkan untuk mencuci baju yang kotor dan baju yang dipakainya hari itu.

Sebenarnya usia Annisa sudah tujuh tahun. Teman-teman seusianya sudah duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Entah mengapa dan entah apa alasannya Annisa tidak tahu maka ia belum juga di sekolahkan oleh nenek dan atuk, atau oleh Mak Tuo dan Pak Tuo. Annisa juga tidak mengerti mengapa dan untuk apa sekolah. Ia juga tidak minta disekolahkan. Ia tetap gembira bermain dengan teman-temannya atau dengan saudaranya yang laki-laki. Ada satu hal yang menjadi tanda atin dipikiran Annisa. Setiap kali ia bermain bersama anak laki-laki atau saudara yang laki-laki atuknya selalu marah padanya “Annisa, jangan bermain sama anak laki-laki kamu itu perempuan”. Begitu kata beliau. Annisa senang bermain petak umpet bersama mereka atau bermain kelereng. Meski sering dilarang oleh Atuk, Annisa tetap saja bermain bersama anak laki-laki atau saudaranya yang laki-laki.

Diantar ke Tempat Atuk Solok

Malam itu sesudah solat isya Nenek, Atuk, Pak Tuo, Mak Tuo dan Etekku berkumpul di ruang tengah rumah kami. “bagaimana Bapak kalau besok saja saya berangkat ke kota mengantar Annisa kerumah Jimam”. Terdengar suara pak Tuo memulai pembicaraan. “lebih cepat lebih baik”. Jawab atuk. “sebaiknya panggil Annisa kemari Isna “. Kata nenek menyuruh anak perempuan ketiganya . etek Isna berdiri menuju pintu keluar. “Annisa...., Annisa.....”. panggil Tek Isna dari pintu. “ ya, Tek. Ada apa?” jawab Annisa dari halaman rumah. Saat itu dia sedang asyik bermain dengan teman-temannya. “kemari , cepat Annisa. Atuk memanggilmu “. Jawab etek Isna masih dari depan pintu. Sambil setengah berlari annisa menuju rumah.

“Sini Annisa duduk dekat Mak Tuo”. Sambil beliau menepuk-nepuk lantai sebelah kanannya dengan telapak tangan kanannya. Annisa pun duduk di tempat yang diminta mak Tuonya. “Begini Annisa”, kata Atuk. “Besok kamu akan diantar Pak Tuomu ke kota, tempat Atuk Ujang “. “Kamu di sana sekolah nanti ya, maukan ?” Tanya Atuk.

“Mau Tuk”. Jawab Annisa. “sekarang kamu sama Etekmu menyiapkan pakaianmu,setelah itu langsung tidur ya,biar besok bangunnya juga lebih cepat”. Kata nenek. Annisa dan Eteknya pun berlalu dari ruang tengah itu menuju bilik .

Keesokkan paginya Annisa pun berangkatlah bersama Pak Tuonya dengan mobil yang pertama menuju kota beras. Sebenarnya Annisa tidak paham apa maksud dan tujuannya ia diantar ke tempat Atuk Ujang tersebut. Sepanjang perjalanan yang menghabiskan waktu empat jam itu ia hanya merasa senang dapat naik mobil,karena ini adalah pertama kalinya ia naik mobil. Selama dalam perjalanan itu Annisa banyak tertidur karena ada beberapa kali ia mabuk darat, sehingga membuat tubuhnya lemas.

“Annisa, Annisa, bangun. Kita sudah sampai”. Tubuhnya digoyang-goyangkan oleh Pak Tuo . Annisa membuka matanya. “Ayo turun Annisa, kita sudah sampai,”ajak Pak Tuo. Annisa mengikuti langkah pak tuo turun dari mobil. “bawa tasmu Annisa”. Perintah Pak Tuo. Annisa yang masih agak pusing mengangkat tas bajunya dan berjalan mengikuti langkah Pak Tuo dari belakang.

“Assalamualaikum,” Pak Tuo mengucap salam didepan sebuah pintu rumah petak. “ Waalaikum salam, oh kakak , mari masuk”. Jawab seorang wanita setengah baya dari dalam rumah. “Oh dengan Annisa juga rupanya”. Kata wanita itu. “Iya Rosni. “ “Jimam ada di rumah”. Tanya Pak Tuo . “Ada kak, sebentar saya panggil ke sebelah di rumah tetangga” . Jawab wanita itu.

Tak lama berselang muncullah seorang laki-laki yang berbadan kekar, tinggi, berkulit kuning langsat dengan hidungnya yang mancung dan berkumis agak tebal. Annisa ingat beberapa waktu yang lalu ia sudah bertemu dengan orang ini. Ia disuruh Atuknya untuk memanggil dengan sebutan Atuk Ujang . “Annisa, salam sama Atuk”. Perintah Pak Tuo. Annisa pun menyalami Atuk Ujang. “Ayo duduk, Annisa”. Ajak Atuk . “Annisa , aku ini Atukmu juga. Mulai sekarang kamu tinggal bersama atuk dan nenek di sini ya , maukan ?” Tanya Atuk Ujang. Sambil melihat ke Atuk Ujang Annisa menganggukan kepalanya .

Setelah makan siang saat Pak Tuo akan kembali ke ating, beliau berkata “Pak Tuo balik ke kampong ya Annisa , kamu baik-baik di sini”. Lalu beliau memakai kaus kaki dan sepatunya. Saat itu entah apa yang ada dalam pikiran Annisa “ Pak Tuo, Pak Tuo “, sambil menarik baju Pak Tuonya “ Annisa ikut Pak Tuo....., huuhh.., huhh....huuhh .” tangis Annisa pecah sambil berpegangan pada tangan Pak Tuo. “Katanya kamu mau tinggal di sini Annisa”. “Bagaimana kamu ini”. Kata Pak Tuo. “huuhh, huhh, huuhh, Annisa ikut Pak Tuo pulang .....” jawab Anisa masih sambil menangis. “Kalau itu maunya Annisa Kak, bawalah ia kembali pulang”. Terdengar suara Atuk Ujang ating saran. “gak bisa Annisa, kamu harus Pak Tuo tinggalkan di sini dulu sama Atuk Ujang. Tadikan kamu mau katanya tinggal di sini”. Pak Tuo masih bersikeras menyuruh Annisa tinggal. “Pulang......, pulang ... Pak Tuo , Annisa mau pulang.....” jawab Annisa. “Jangan dipaksa Kak, mungkin Annisa belum siap, sebaiknya kakak bawa dia pulang kembali bersama Kakak. Atuk Ujang kembali ating saran . “Baiklah kalau begitu Kak, saya bawa dia kembali kekampung”. Jawab Pak Tuo.

Akhirnya Annisa pun dibawa pulang ke ating oleh Pak Tuonya. Selama dalam perjalanan pulang tersebut, Pak Tuo sepertinya sangat kesal pada Annisa. Sesampainya di ating Nenek, Atuk, Mak Tuo dan Tek Isna kaget dan marah kepada Annisa. “Mengapa kamu ikut pulang kembali Annisa?”. Itu kata Tek Isna. “Kamu kan sudah berjanji mau tinggal di sana, lalu mengapa kamu sekarang balik pula sama Pak Tuo”. Itu kata Mak Tuo. “Kamu hanya bikin aku capek-capek saja Annisa, kalau kamu tidak mau mengapa tidak dari awal kamu bilang”. Kata Pak Tuo. “Kamu tahu susahnya kami mengurus kalian bertiga, belum lagi anakku sendiri”, kata Mak Tuo , sambil menatap kepada Annisa dengan kemarahannya. Annisa yang tidak mengerti dengan semua kata-kata yang ditujukan kepadanya hanya bisa terisak-isak menahan tangisnya. “Besok kamu aku antar kembali ke Atuk Ujang ya Annisa, kamu harus tinggal di sana dan tidak boleh ikut balik bersama aku !”, “Kamu mengerti Annisa dengan yang aku katakana!?”. Suara Pak Tuo begitu keras terdengar di telinga Annisa . “Mengerti Pak wo”, Jawab Annisa sangat pelan .

Besok paginya kembali Annisa pergi dengan Pak Tuo ke rumah Atuk Ujang Annisa benar-benar saat ini mau tinggal bersama beliau di sini. Akhirnya sejak hari itu mulailah lembaran baru perjalanan hidup Annisa

MASUK SEKOLAH

Lingkungan tempat tinggal Atuk Ujang dan nenek Rosni pada umumnya adalah orang-orang yang menyewa. Ada anak sekolahan, ada orang kantoran, ada orang yang berkeluarga. Rumah yang paling depan yang dekat pinggir jalan raya ditempati olah sipemilik rumah. Dan rumah gadang yang ada dekat rumah petak Atuk juga punya sipemilik kontrakan. .Rumah petak itu hanya mempunyai satu kamar dan ruang tamu , sedangkan dapur terpisah dari rumah. Satu dapur ditempati untuk tiga rumah petak. Atau dua rumah petak. Nenek Rosni satu dapur dengan ibuk guru yang mengajar di SPG (Sekolah Pendidikan Guru).

“Ini siapa Tante?”. Tanya seorang anak perempuan yang seumuran dengan Annisa. “Ini Annisa , anak keponakan Om”, jawab nenek menjelaskan . “Namanya Annisa, Tisa”. Nenek memperkenalkan. “Annisa ini namanya Tisa, sudah kelas satu”. Jelas nenek. “ Tisa, ajak Annisa main ya !, dan kenalkan juga sama teman yang lainya” pinta nenek. “Ayo Annisa kita main ketempat Neli “. Ajak Tisa. Annisa mengekor saja mengikuti tisa. Sore itu juga Annisa sudah kenal semua anak-anak yang ada di lingkungan tempat tinggal Atuk Ujang dan Nenek Rosni. Ada Tisa,Roni, Gusni, Rani, Rina, Neli dan Titik.

Minggu pertama berada di tempat Atuk Ujang , Annisa banyak diam mungkin karena dialek bahasa di kampungnya yang agak berbeda sedikit dengan di kota beras ini. Atau mungkin juga karena ia masih ingat dengan orang-orang yang ada didekatnya selama ini Atuk, Nenek, saudaranya, Mak Tuo, Pak Tuo dan Tek Isna. Pagi sampai pukul sebelas Annisa hanya bermain sendiri di rumah bersama nenek Rosni. Itu karena teman-temannya pergi sekolah sedangkan Annisa belum bisa masuk sekolah karena belum tahun ajaran baru. Baru nanti setelah mereka pulang dari sekolah , mereka bermain bersama Annisa. Disaat Annisa diminta bantuannya oleh nenek mengupas bawang di dapur nenek Rosni berkata “tahun ajaran baru nanti Annisa nenek masukan sekolah ya, ditempat Tisa, Gusni, Neli, Rani, Rina dan Roni bersekolah. Di SD Pertiwi, maukan Annisa ?”. Tanya nenek Rosni. “Mau Nek. Kapan itu Nek?” Tanya Annisa. “mungkin dua atau tiga bulan lagi”. “ Nanti nenek tanyakan sama ibuk Salma yang mengajar di sana”. Jelas nenek Rosni. Annisa menatap neneknya seperti mencari kepastian pada wajah nenek itu. Nenek Rosni sepertinya mengerti arti tatapan Annisa lalu beliau berkata “Benar Annisa kamu pasti nenek dan Atuk masukkan sekolah asal kamu janji tak akan pulang ke ating lagi”. “ya nek ,Annisa janji” jawab Annisa sambil tersenyum.

“Annisa ayo mandi cepat , nenek akan mendaftarkan kamu ke sekolah”. “benar Nek?”. Tanya Annisa. “iya benar, ayo cepat pergi mandi”. Sekali lagi nenek menyuruh Annisa. “trala la.... la....., atin li.....li”. terdengar Annisa bersenandung gembira sambil menuju kamar mandi. Tak lama setelah mandi “Nek, Annisa sudah siap, berangkat kita lagi Nek ?”. Tanya Annisa. “Ayo !”. ajak nenek Rosni. Nenek mengunci pintu rumah dan meletakan kunci di bawah pot bunga di bawah candela. Kata nenek biar nanti kalau Atuk Ujang pulang kantor tidak susah menunggu kita pulang.

Jarak sekolah dari rumah atuk cukup jauh juga kurang lebih satu kilo. Sesampai di sekolah aku melihat banyak anak-anak seusiku bermain di halaman ada yang bermain tali, berkejar-kejaran, ada yang bermain kucing-kucingan, ada yang bercanda, ada yang jajan. “Annisa....., Annisa....”. “siapa yang memanggilku ya”. Tanya Annisa dalam hati. Annisa mencari sumber suara dengan membalikan badannya ke belakang. “Annisa.....,” tampak dari belakang Annisa berlari Rina dan Rani menghampiri Annisa. “Rina, Rani “ sapa Annisa pada mereka. “Tante Annisa sekolah di sini juga ?”. Tanya Rani. “Iya Rani. Nanti berangkat sekolah barengan sama Annisa ya Rani, Rina” . “Baik Tante. “ . jawab mereka serentak. “ Tante dan Annisa masuk dulu ke ruang ibuk guru”. “ ya Tante, Annisa kami main dulu”. Mereka pun berlalu.

Di ruangan itu hanya ada seorang ibuk guru yang menerima pendaftaran murid baru. “Silahkan duduk Uni Rosni.” Kata ibuk itu pada nenek. “Ibuk Nini, saya mau memasukan Annisa sekolah di sini.” “Annisa anak siapa Uni?”. Tanya ibuk Nini “Annisa ini anak keponakan suami saya, baru ating dari ating”. Nenek Menjelaskan. Ibuk Nini sejenak memandang kepada Annisa yang berdiri di sebelah nenek Rosni.” Benar mau sekolah di sini Annisa ?” . Tanya ibuk Nini pada Annisa. “ Ya buk. “ jawab Annisa singkat. “benar-benar dia akan bersekolah di sini bersama Uni, apa nanti dia tidak akan mengotori administrasi sekolah saja Uni?”. Tanya ibuk Nini seperti ragu menerima Annisa. “Jangan-jangan nanti sebentar dia betah tinggal dengan Uni, dengan sendirinya dia akan sebentar pula sekolah di sini. Itu maksud saya mengotori administrasi sekolah”. Jelas ibu Nini pada nenek. “Insya Allah buk, Annisa akan tinggal bersama saya selamanya dan akan bersekolah disini sampai tamat”. “ating Annisa, kamu akan tinggal bersama nenek selamanya ?”. Tanya nenek di depan ibuk Nini untuk meyakinkannya. “Ya, Nek”. Jawab Annisa.

Mendengar jawaban Annisa sepertinya sudah mantap, barulah ibuk Nini menuliskan di buku penerimaan murid baru data-data Annisa. Nenek memberikan data tentang Annisa dengan jujur seperti nama ayah dan ibu. Pada data wali barulah tercantum nama Atuk Ujang dan Nenek Rosni.

Setelah semua data yang diperlukan selesai dicatat ibuk Nini selanjutnya ibu Nini memberitahukan tentang buku-buku yang harus disiapkan beserta pakaian yang akan dibeli nenek. Setelah itu barulah kami meninggalkan sekolah dan terus menuju pasar untuk membeli keperluan sekolah Annisa yang sudah dicatat nenek tadi. Annisa dan nenek pulang ke rumah ating masuk waktu solat zuhur. Wajah annisa Nampak gembira sekali karena ia sudah mendapatkan buku-buku dan baju sekolah yang baru. Hatinyanya sangat senang. Dalam pikirannya terbayang ia dapat selalu bertemu dan bermain dengan teman-teman di lingkungan tempat tinggalnya yang baru dari pagi sampai sore hari. Tidak seperti sekarang ini, ia baru dapat bermain bersama teman-temannya apabila mereka sudah pulang dari sekolah.

Hari yang ditunggu-tunggu Annisa tiba jua akhirnya. Annisa bangun lebih cepat dari hari biasanya. Bangun tidur seperti biasa ia membereskan tempat tidurnya. Sebenarnya annisa tidur bukan di kamar karena rumah yang disewa atuk Ujang hanya memiliki satu kamar. Annisa dibuatkan papan setinggi lima puluh senti meter dan panjangnya seukuran dipan bujangan. Di atas papan itu diberi kasur dan alas. Setiap selesai tidur paginya Annisa harus membereskannya kembali. Kasur digulung dan diletakan di sudut lemari. Papan yang sebagai alas dasar disandarkan kedinding di ruang tamu tersebut. Selimut dan alas kasurnya dilipat. Itulah kegiatan Annisa sehabis bangun tidur sebelum mandi. Setelah itu Annisa bergegas menuju sumur yang berjarak tujuh meter dari rumah. Sumur itu pun penggunaannya juga secara bersama-sama. Satu sumur dibagi menjadi dua ruang. Biasanya yang satu untuk orang laki-laki , yang satunya untuk orang perempuan. Annisa ikut antri menunggu giliran. Setelah sampai gilirannya Annisa cepat-cepat menggosok gigi dilanjutkan menyirami air ketubuhnya,setelah itu baru menyabuni badannya dengan sabun lifeboy. Kemudian menyirami kembali tubuhnya dengan air sampai bersih . dengan cepat ia mengeringkan tubuhnya pakai handuk dan melilitkan handuk itu pada tubuhnya yang kecil. Denga setengah berlari ia menuju kembali ke rumah. Sesampai di rumah Nenek sudah menyiapkan baju seragam yang akan di pakainya hari ini ke sekolah. Semuanya serba baru. Rambut Annisa yang panjang dikepang dua oleh nenek. Annisa sangat bersemangat sekali dan terlihat senyum meghiasi bibirnya saat Tisa dan Rani ating. “Annisa...., Annisa , sudah siap ?. yuk kita berangkat sekarang”. Ajak Tisa. “ya,sebentar Tisa , Rani, aku sarapan dulu “. Jawab Rani. “Masuk Rani, Tisa, mari ikut sarapan bersama Tisa”. Ajak nenenk . “Makasih Tante, kami sudah selesai sarapan. Kami menunggu di luar saja” . Jawab mereka berdua. Dengan cepat Annisa menyelesaikan sarapannya . dikenakannya sepatu barunya dan disandangnya tas warna pink kesukaannya.Setelah itu Annisa berpamitan pada Atuk Ujang dan Nenek Rosni. Annisa diberi uang jajan oleh nenek setelah ia berpamitan. Alaangkah senangnya hati Annisa. Selama ini di dikampung belum pernah ia diberi uang jajan. “ucapkan terimakasih dulu pada Atuk dan Nenek yang telah memberimu jajan Annisa”. Nenek mengingatkan. “Terimakasih Atuk Terimakasih Nenek” ucap Annisa . “Hati-hati menyebrang Annisa, Rani, Tisa”. Atuk mengingatkan. “Ya,Atuk”. “ya Om”. Jawab mereka serempak.

Disepanjang perjalanan menuju sekolah, banyak para pelajar mulai dari sekolah dasar sampai tingkat SMA berjalan kaki,.begitu juga bapak-bapak dan ibuk-ibuk pegawai kantoran, termasuk para guru. Yang memakai sepeda juga banyak. Kendaraan roda empat maupun roda dua belum banyak yang menggunakan. Annisa berjalan paling kiri kedua temannya. Annisa lebih banyak diam selama perjalanan ke sekolah. Sebenarnya Annisa merasa sangat gembira sekali pagi ini, karena ia memakai serba baru hari ini dan membayangkan kalau selama disekolah nanti akan banyak macam permainan yang dilakukan bersama teman-teman di lingkungan tempat tinggalnya.

Sesampai di sekolah Tisa dan Rani ikut mengantar Annisa ke kelas satu. Tisa memilihkan tempat duduk buat Annisa. “Annisa kamu duduknya di sini saja”. Kata Tisa sambil menunjuk kursi deretan ke tiga dari depan. Annisa menuruti saran Tisa. Diletakannya tasnya di sana. “Ayo Annisa ikut ke kelas ku antarkan tas” ajak Tisa. Rupanya kelas Tisa disebelah kelas Annisa karena Tisa sudah kelas dua. “Aku juga ke kelasku ya Tisa, Annisa”. Kata Rani. “kelasmu ada di mana Rani?”. Tanya Annisa. “ Aku sekarang kan kelas tiga, jadi kelasku ada disebelah Annisa.

“Teng,....teng...., teng.....,” bel masuk berbunyi. Semua murid-murid berkumpul di halaman sekolah.Annisa mengikuti murid-murid yang lain berbaris . rupanya diadakan upacara bendera. Selesai upacara ibu kepala sekolah meminta murid-kelas satu maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Ibu guru kelas satu ikut membantu mengajak maju ke depan menyebutkan nama kepanjangan, nama panggilan dan alamat rumah. Selesai upacara dan perkenalan semua murid masuk ke kelas masing-masing.

“Assalamualaikum, anak-anak semua” . ibu kelas satu masuk sambil tersenyum pada murid-murid. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh”. Jawab murid kelas satu serempak. “Selamat ating ibu ucapkan pada anak-anak ibu kelas satu.” “Ibu akan memperkenalkan diri kapada kamu sekalian”. “ Nama kepanjangan ibu Rukmini, ibu biasa dipanggil Bu Nini”. “Ibu tinggal di kelurahan enam suku”.” Demikian anak-anak perkenalan dari Ibu” . “Sekarang kalian bergantian maju ke depan kelas untuk perkenalan”. Kata Bu Nini. Jumlah murid kelas satu lebih empat puluh orang, maka kelas satu dibagi menjadi satu A dan satu B. Belajarnya juga bergantian perminggu. Jika minggu pertama kelas A masuk sekolahnya pagi, maka minggu depan kelas B lagi yang masuk pagi. Annisa masuk dalam kelompok kelas B, yangmana mulai besok masuk sekolah pukul sepuluh pagi. Hari pertama ini semua murid kelas satu pulang pukul sepuluh. Annisa pulang bersama beberapa orang teman yang satu arah dengannya antara lain bernama Desi, Tono, Upik, Siti, Nita dan Joni. Ternyata Upik dan Nita rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, sedangkan Desi, Siti, Tono, dan Joni , rumah mereka berdekatan. Mereka berempat harus melewati rumah Annisa untuk sampai kerumahnya masing-masing. Jadi Annisa setiap pergi dan pulang sekolah akan selalu bersama diantara mereka berempat.

Annisa belajar dengan rajin, setiap pulang sekolah bila ada pekerjaan rumah diberikan Bu Nini, selesai makan siang Annisa mengerjakannya di jenjang rumah gadang bersama teman yang beda kelas. Bila ada yang kurang dipahami Annisa biasanya Tisa, atau Neli, atau Titi akan membantu. Setelah menyelesaikan pr barulah mereka akan bermain bersama sampai pukul dua siang. Banyak sekali macam permainan yang mereka lakukan. Ada bermain tali, bermain petak umpet, bermain kelereng, bermain gambar bila musim gambar, bermain ular tangga, bermain masak-masakan, bermain tamu tamuan,bermain seluncuran, bermain ayunan,bermain asinan, bermain dore, dan masih ada lagi yang lainnya.

Pada pukul dua mereka akan bubar bermain pulang kerumah masing-masing dan bersiap-siap pergi belajar mengaji kemasjid yang berjarak sekitar setengah kilo dari rumah. Masuk mengaji pukul dua tiga puluh dan selesai pukul tiga tiga puluh. Bermain akan dilanjutkan pukul lima sore,setelah selesai mandi sore. Annisa yang baru kelas satu belum bisa masuk mengaji karena mengaji di mesjid baru diterima setelah duduk di kelas tiga SD. Selama teman-teman ada yang pergi mengaji biasanya Annisa akan dimintai pertolongan oleh Nenek Rosni untuk mencuci piring, menyapu rumah atau mengangkat pakaian yang sudah kering dari jemuran dan langsung melipatnya. Oh iya ada satu tugas Annisa yang lainnya setiap hari yakni mengisi ember air minum di dapur sampai penuh , yang dibawa pakai ember kecil dari sumur tempat mereka mandi.

Hasil belajar Annisa satu cawu cukup bagus. Ada satu pelajaran yang bertuliskan tinta merah yaitu pada pelajaran membaca. Melihat nilai membaca Annisa yang berwarna merah Atuk sedikit terkejut dan memutuskan sejak masuk tri wulan kedua beliau sendiri yang akan mengajar Annisa membaca.

Selesai belajar bacaan solat bersama Nenek dan makan malam, Annisa akan belajar membaca bersama Atuk Ujang. Belajar membaca dengan Atuk sebenarnya tidak terlalu lama, hanya seperempat jam. Mulai dari menyusun kata, membaca kata dan menuliskan kembali kata tersebut. Seperti itulah setiap malam selama Annisa belajar membaca bersama Atuk. Selama belajar dengan Atuk bukannya tidak ada masalah. Masalah yang dihadapi Annisa adalah matanya mulai mengantuk. Sehingga ia sering menguap dan belajar tidak konsentrasi. Pernah satu kali kejadian saat belajar “Annisa lihat ini apa ?” . Tanya Atuk sambil memperlihatkan seikat lidi kecil kepada Anisa. Annisa hanya diam . “Lidi ini akan bergerak bila kamu mulai mengantuk dan tidak sungguh sungguh belajar”. Kata Atuk. Benar saja, belum berapa lama mulai belajar Annisa sudah menguap tiga kali. Secepat kilat tangan Atuk mengambil lidi yang diletakan di depannya dan memukulkan dengan sekuat tenaganya ke lantai. Bunyi pukulan itu membuat Annisa kaget dan seketika rasa mengantuknya hilang. Seperti itulah cara Atuk menghilangkan rasa mengantuk Annisa , sehingga tanpa terasa akhirnya Annisa naik ke kelas dua dengan nilai membaca yang sudah berwarna hitam dan membacanya juga sudah ating.

PERTEMUAN DENGAN AMAK

Tak terasa waktu berjalan. Sekarang Annisa sudah duduk di kelas tiga. Ia juga sudah masuk kelas belajar mengaji. Seperti biasa setelah menolong nenek mengisi air minum dan mencuci piring, Annisa bermain bersama neli, gusni dan roni. Mereka sedang asyik bermain kelereng tiba-tiba nenek memanggil “Annisa....., Annisa.....”. “Ya nek”. “pulang sebentar dulu Annisa, ada yang mau bertemu denganmu”. Ajak nenek. Annisa pun ating menemui nenek. Sesampai di rumah di depan pintu Annisa melihat ada sepatu perempuan didepan pintu. Dalam hati Annisa berkata “ada tamu rupanya. “Annisa, lihat siapa yang ating?”. Annisa memperhatikan tamu tersebut. Seorang wanita yang cantik, berkulit kuning lansat. Wanita itu tersenyum pada Annisa dengan mata berkaca-kaca dan mengulurkan tangannya untuk menarik Annisa ke arahnya. “Annisa ini Amak”. Katanya. Seperti tak percaya Annisa berucap “Amak ?....” . “Ya, Nak, ini Amak......”. katanya mengulangi. “sini duduk dekat Amak”.ajaknya lagi. “Amak......, Amak........, Annisa masih punya Amak ?” . mendengar Annisa berkata demikian, wanita itu merangkul dan memeluk Annisa “Annisa ...., kamu lupa ya sama Amak. Maafkan Amak ya, Annisa. Sudah lama Amak meninggalkan kamu, sampai kamu tak ingat lagi sama Amak”. Katanya sambil mengusap air mata yang menetes di pipinya. “Mak Annisa rindu sama Amak...., Annisa pikir , Annisa tidak punya Amak lagi”. Kata Annisa sambil mengusap matanya. Sambil tetap memeluk Annisa , dan mencium kepala Annisa beberapa kali ,perempuan itu kembali berkata “Maafkan Amak ya Annisa, Mak kamu masih ada kok. Mak yang terlalu lama tidak mengunjungimu”. Kembali beliau mengusap pipinya yang basah. “Mulai sekarang sering-seringlah kamu lihat anakmu ke sini Meli”. Terdengar Atuk Ujang berkata. “Baik Mamak “. Jawab Amak pada Atuk. “Terimakasih , Mamak, Mintuo sudah merawat dan menyekolahkan anak saya”. Kata Amak pada nenek dan Atuk. “Itu sudah menjadi kewajibanku, apalagi kami tidak punya anak. Biarlah Annisa sebagai pengganti anak kami”. Kata Atuk Ujang. “Apalagi Annisa adalah satu-satunya anak cucu perempuan satu-satunya saat ini yang menjadi penerus kaum kita.” “Saya ingin ia menjadi anak yang cerdas dalam kaum kita nantinya” kata Atuk. “Meli kamu asuh dan sekolahkanlah anakmu yang lain biar kelak menjadi manusia yang bermanfaat ” Kata Atuk pada Amak. “ Saya ingin Mamak, mengasuh dan menyekolahkan yang berdua lagi dekat saya, tapi bagaimanalah Mamak, saat ini saya tinggal dan bekerja sekaligus di sana, rasanya tak mungkin bisa membawa ikut serta abang dan adiknya Annisa” . Annisa tetap duduk dipangkuan Amaknya, sambil mendengarkan percakapan Amak dan Atuknya.

“Saya hanya bisa kirimkan uang belanja buat mereka berdua Mamak. Biarlah mereka tetap dikampung diawasi Amak dan Bapak”. Jelas Amak. “Kalau itu yang terbaik menurutmu bagaimana lagi Meli. Aku takut kalau sekolah mereka nanti tidak sampai maklumlah orang tuamu sakit-sakitan dan sudah tua” . Kata Atuk.

Sekitar pukul dua siang Amak kembali ke ibu kota propinsi dimana beliau bekerja menyambung hidupnya. Sambil merengek Annisa berkata “ Mak...., Mak...., Annisa boleh ikut Amak ke kota ya ?”. “Annisa ..., kamu tetap di sini ya bersama Atuk dan Nenek . Kamu harus turut nasehat Atuk dan Nenek serta rajin belajar ya Nak !”. kata Amak pada Annisa. “Mak ..., Annisa ikut bersama Amak ya.....,” rengek Annisa. “Insya Allah Amak akan sering kunjungi kamu kemari “. Sambil Amak menciup pipi Annisa. “Annisa, kamukan sudah berjanji sama ibu guru di sekolah dulu diawal masuk, masih ingat tidak?” Tanya nenek. “kamu tidak akan meninggalkan sekolah sampai tamat”, Yakan ?”. Tanya nenek kembali. Annisa terdiam mendengar ucapan Nenek. Rengekannya berhenti, tapi air matanya tetap mengalir membasahi pipinya sampai mobil ating . “Amak berangkat ya Annisa. Baik-baik kamu di sini”. “ Mamak, Mintuo, Aku berangkat dulu”. Pamit amak pada Atuk dan Nenek sambil bersalaman. “ Ya,hati-hati Meli”. Kata Nenek. Dari dalam mobil Amak melambaikan tangan pada Annisa, Nenek , Atuk, dan Annisa membalas lambaian itu sambil menahan tangisnya. Annisa merasa sangat sedih karena hanya sesaat saja ia dapat bersama Amak. Tadinya Annisa mengira Amaknya akan beberapa hari tinggal di tempat Atuk.

“Jangan sedih Annisa, toh besok-besok Amakmu akan ating kembali” kata Nenek menghibur.. “Mari kita balik ke rumah” ajak Atuk.

“Annisa..., pergi ngaji kita lagi yuk, ajak Gusni dan Rina”, saat berjalan menuju rumah. “ Sebentar Gusni, Annisa cuci muka dan ambil buku tulis serta Iqra’ dulu”. Jawabnya. Akhirnya Annisa berangkat belajar mengaji . diperjalanan Rina bertanya “ Annisa, siapa perempuan yang ating ke rumah Tante Rosni dan Om tadi ?”. “Rasanya baru sekali ini orang itu ating ke sini” timpal Gusni. “Dia adalah Amakku Gusni, Rina”. Annisa menjawab dengan pelan sekali, seperti ingin menangis. “Mengapa kamu seperti bersedih Annisa ?”. Tanya Gusni. Tanpa terasa ternyata air mata Annisa jatuh satu satu pembasahi pipinya. . kedua temannya menjadi bingung “Kok kamu jadi menangis Annisa ?”. Tanya Gisni kembali. “ sebenarnya aku masih rindu sama Amak....., tapi sebentar saja Amak sudah pergi lagi....”. air mata Annisa semakin deras mengalir. Tangan kirinya diusapkan kepipi untuk mengelap air mata yang jatuh. Kemudian Annisa melanjutkan perkataannya “Kalian enak ya, setiap hari bertemu dengan Amak dan Bapak. Setiap hari kalian bisa peluk mereka atau kalian yang dipeluk, sedangkan aku ??, entah kapan lagi Amakku akan ating mengunjungi, aku tak tahu”.

“Sabar Annisa”. Kata Rina. “Ya, aku ingat kata ibu guru agama orang yang penyabar itu disayang Allah “. Timpal Gusni melihat kearah Annisa. “Sudah Ya Annisa, lap air matamu, kita ating sampai depan masjid nanti kamu ditertawakan teman-teman karena menangis “. Kata Rina. Dengan sigap Annisa menghapus kembali air matanya dan membuang ingus yang keluar dari hidungnya.

BERLIBUR BERSAMA AMAK

Setelah berbulan-bulan pula Semenjak pertemuannya yang pertama dulu dengan Amaknya, belum ada Amak Annisa kembali ating mengunjungi Annisa. Annisa benar-benar merasa rindu pada Amaknya. Sudah beberapa kali Annisa bertanya pada Nenek mengapa Amaknya tak pernah ating lagi mengunjungi dirinya. Jawaban Nenek selalu sama “Mungkin Amakmu banyak pekerjaan , makanya belum sempat ating ke mari” . Hingga sampai memasuki liburan kenaikan kelas. Annisa tidak mau bertanya lagi. Ia sudah tahu jawaban . selain itu ia takut kecewa.

Siang ini udara cukup panas terasa. Annisa tidak sedang bermain dengan teman-temannya. Ia tidur tiduran di atas tikar di ruang tamu serta ruang tidur baginya bila malam ating. Sedangkan nenek duduk di luar depan rumah bercakapcakap dengan tetangga. Rasanya Annisa baru tertidur sejenak ketika telinganya mendengar ada yang mengucapkan salam. “Assalamualaikum....”. suara itu membuat Annisa kaget sekaligus ia cepat-cepat duduk. Rasanya suara itu sangat dikenalnya. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaruh. Amak......, amak..........”. cepat Annisa menyambut amaknya ke depan pintu. Ia menyalaminya. Amak memeluk Annisa . dalam pelukan Amak, Annisa berkata “Mak...., Annisa rindu dengan Amak, mengapa Amak lama tidak ating?”. Tanyanya. Matanya berkaca-kaca karena bahagia dapat dipeluk Amak yang selama ini ia rindukan. “Maaf Amak Annisa, bukan Amak tidak rindu sama kamu, tapi Amak belum bisa mendapatkan cuti. Baru hari ini Amak dapat cuti bekerja selama empat hari”. “Benarkan Annisa kata Nenek selama ini, Makmu pasti sibuk dengan pekerjaannya” timpal Nenek yang dari tadi hanya berdiri di sebelah Amak. “yaa habisnya Amak lamaaaa sekali tidak ating-datang dan tidak pula ada berita “. Jawab Annisa. “Annisa sekarang buatkan Amakmu air teh di dapur ya ! ?. kata Nenek. Sambil tersenyum Annisa membuat air teh untuk Amaknya .

“Mamak Ujang Mana Mintuo ?’ Tanya Amak . “Mamakmu belum balik dari kantor, sebentar lagi Insya Allah pulang”. Baru saja Nenek menyelesaikan ucapannya terdengar “Assalamualaikum ...........”. “Nah itu suara Mamakmu “. Kata Nenek pada Amak. Amak Annisa langsung berdiri dan menyalami Atuk. “Sudah lama kamu sampai Meli ?” Tanya Atuk pada Amak. “Belum juga lama, Mamak”. Jawab Amak Annisa.. Annisa ating membawa dua gelas air teh. Pertama ia berikan pada Amaknya kedua Annisa berikan pada Atuk Ujang. “Mak , silahkan diminum airnya”. “Makasih Anakku”. Jawab Amak.

“Begini Mamak, aku dapat cuti kerja empat hari itu mulai hari ini. Boleh aku bawa Annisa ke Padang selam dua hari ?” kata Amak. “Bagaimana Rosni, kamu mengizinkan Meli membawa Annisa tidak ?”. Atuk sepertinya meminta pendapat Nenek. “Sekarangkan Annisa juga sedang liburan, biarlah ia ikut Amaknya, karena sepertinya ia rindu benar denganmu Meli. Ia sering menanyakan kamu padaku”. Annisa yang menyimak percakapan itu sangat gembira dan terlihat senyum mengambang di bibirnya. “Benar Nenek dan Atuk mengizinkan ?”. Tanya Annisa memastikan. “Boleh” Jawab Atuk. “Tapi ingat Annisa hanya dua hari ya?”. Kata Atuk . “Baik Tuk. Makasih sudah ating izin”.

Setelah makan siang, Annisa menyiapkan baju yang akan dibawa dan baju yang akan dipakai. Amak ikut membantu menyiapkan. Setelah semuanya selesai Annisa bersama Amak nya berpamitan pada Atuk dan Nenek. Selama dalam perjalanan Annisa tidak banyak bicara. Ia lebih banyak tidur, karena dengan tidur ia bisa selamat dari mabuk daratnya.. sesampainya di terminal bus antar kota mereka turun. Selanjutnya Amak naik jurusan Tabing. Tangan kanan Annisa dipegang erat Amak. Sedangakan tas pakaian Annisa dipegang dengan tangan kiri oleh Amak. Banyak orang hilir mudik. Di ibu kota propinsi jauh lebih ramai dari kota tempat Atuk bekerja. Sepanjang perjalanan dari terminal ke Tabing Annisa melihat banyak ruko di sepanjang jalan, serta mobil yang hilir mudik tak henti-hentinya. Jalannya juga jauh lebih besar dari jalan di kota beras.

Sekitar pukul lima sore barulah Annisa dan Amaknya sampai ditempat kontrakan. Rumah itu tidak besar. Hanya satu kamar saja.sedangkan tempat memasak dan mandi satu bersama . sama seperti ditempat Nenek. “Ayo masuk Annisa”. Ajak Amak. “capek ya kamu Annisa?” Tanya Amak. “Istirahat dulu sebentar, nanti baru mandi.”. Amak ke warung sebentar ya. Mau beli sambal”. Kata Amak. “Ya, Mak. Annisa duduk disini saja “. Ia duduk di luar kamar itu, sambil mengamati lingkungan tempat tinggal Amaknya, tiba-tiba masuklah seorang perempuan yang sudah agak berumur. “Ini anaknya Meli ya ?. Tanyanya pada Annisa. “ benar Nek”. Jawab Annisa sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman . “Nama saya Annisa Nek “. “sudah kelas berapa Annisa “. Tanya beliau. “kelas tiga , Nek”. Jawab Annisa. “duduklah , nenek mau mandi dulu”. Katanya. “ya , Nek” jawab Annisa. Dan nenek itupun berlalu . tak berapa lama kemudian Amak ating menjinjing kantong plastic hitam. Kata Amak “Amak beli sambal yang sudah jadi saja Annisa. Tinggal kita masak nasi saja. Kalau kamu mau mandi mari Amak beritahu tempatnya”. Annisa menganggukan kepalanya dan mengikuti Amak masuk ke kamar.

Selesai mandi Annisa duduk di ruang tamu. Amak juga ikut duduk. Dari kamar lain juga keluar dua orang perempuan sebaya Amak. “ini anak kakak yang di kampong itu”. Tanya salah seorang yang berbadan agak gemuk dan berambut keriting. “Iya Doli, bukan dari kampong tapi dari Solok yang tinggal bersama Mamak aku”. Amak menjelaskan . “sudah besar ya”. Kata perempuan yang dipanggil Doli itu. Annisa hanya diam sambil tersenyum padanya. “Annisa salam sama tante Doli dan tante Wiwi”. Kata Amak pada Annisa. Lalu Annisa mengulurkan tangannya dan bersalaman bergantian .

“Annisa , tante Doli dan tante Wiwi satu tempat kerja dengan Amak”. Amak menjelaskan. “Oh, begitu”. Jawab Annisa singkat. Kemudian Annisa keluar rumah ingin bermain melihat-lihat kalau ada teman yang akan diajak bermain. Lihat kiri kanan sepertinya ia tidak menemukan seseorang yang akan diajak bermain. Akhirnya Annisa bermain sendiri dengan membuat garis-garis di tanah yang membentuk seperti jarring kubus dan di bawahnya seperti rok kembang. Cara bermainnya menggunakan batu tipis yang dilemparkan ke dalam jarring kubus. Bila batu itu masuk kedalam jarring ,maka sipemilik batu bermain sambil melompat lombat di dalam jarring.si pemilik batu akan berhenti bermain bila batu yang dilempar tidak masuk atau mengenai garis dan juga bila si pemain menginjak garis. Apabila si pemain sudah sampai pada posisi awal, maka ia harus mencari bintang. Bintang diperoleh dengan cara melemparkan batu tadi ke dalam ating dengan posisi membelakangi ating. Bila batu masuk ke dalam salah satu jarring, maka baru disebut ia mendapatkan bintang. Di daerah Annisa nama permainan itu disebut dore atau ada juga yang menyebutnya stopet.

Annisa asyik bermain sendiri. Dari atas rumah sedari tadi sebenarnya ia sedang diawasi oleh Amaknya. “anakku, tanpa terasa kamu sudah mulai besar”. Mak Annisa membatin. “dulu saat aku tinggalkan ketiga anak-anakku masih kecil-kecil. Yang tertua Adra baru berumur mungkin lima tahun. Annisa tiga tahun. Dan yang kecil Adri satu tahun lebih”. “Sekarang Annisa sudah berumur sepuluh tahun. Ternnyata aku merantau sudah lama juga, namun ekonomiku belum juga baik. Hidupku masih gali lubang ,tutup lubang”. Amak Annisa berbicara pada dirinya sendiri. “Kapan aku bisa berdekatan dengan anak-anakku untuk merawat, mendidik dan menyekolahkan mereka seperti kata Mamak Ujang dulu”. “Entah kapan aku juga tak tahu”. Amak Annisa melamun lagi. Namun dari kejauhan terdengar azan magrib berkumandang , yang membuat ia tersentak “sudah magrib”. Katanya membatin. Ia ingat Annisa dan melihatnya masih tetap melompat-lompat denngan permainannya. “Annisa...., mari masuk. Sudah magrib nak “. “sebentar Amak...., tanggung”. “sudah Annisa, besok dilanjutkan. Tidak baik masih di luar waktu magrib”. Kembali Amak mengingatkannya. “ya Mak...”. lalu Annisa bejalan memasuki rumah . pintu ditutup Amak. “ayo berwuduk Annisa kita solat”. Ajak Amak. Tanpa komentar Annisa pun berjalan kesumur mengiringi Amaknya.

Selesai solat magrib Annisa melihat ada Alquran terletak di atas kepala tempat tidur Amak. Diambilnya Alquran itu kemudian dibacanya sebanyak satu halaman. Amak ikut duduk didekat Annisa ,mendengarkan bacaan Alquran yang dibaca Annisa . setelah selesai Annisa menanyakan pada Amaknya “Amak juga mau baca Alquran?”. “Tidak, Amak sudah mendengarkan kamu membaca, itu sudah cukup”. Kata Amak. Annisa meletakan kembali Alquran pada tempat semula. “apa Nenek yang mengajar kamu membaca Alquran Annisa ?|. Tanya Amak . “Nenek memasukan Annisa belajar mengaji di masjid raya , Mak”. “ Setiap habis solat magrib nenek akan menyimak Annisa mengaji, setelah itu baru beliau akan mengaji pula”. Jawab Annisa. “Amak senang kamu sudah bisa mengaji, untung ada Nenek dan Atuk Ujang yang mau menyekolahkanmu Nak, kalau bersama Amak mungkin kamu tidak bisa sekolah” .”Maafkan Amak Annisa”. Kata Amak seperti menyesali dirinya. Annisa hanya diam tak tahu harus mengatakan apa, karena jauh di lubuk hatinya ia masih berharap dapat selalu berkumpul dengan Amaknya. Lalu Amak berkata “Kita makan Annisa,Amak sudah lapar, kamu juga pasti sudah lapar, ating ?”. kemudian Annisa pindah duduk ditikar. Amak mengeluarkan nasi dan lauk dari lemari. “Annisa bantu ya Mak ?”. katanya “kamu duduk saja, biar Amak yang menyiapkan”. Annisa makan dengan lahapnya, mungkin memang sudah lapar. Begitu juga denganAmak.

Pukul Sembilan malam Annisa sudah mengantuk. Setelah gosok gigi dan solat isya baru Annisa tidur bersama Amak. Sebelum tertidur tidak lupa Annisa membaca doa tidur. Bagi Annisa ini merupakan tidurnya yang pertama bersama Amak. Terakhir entah kapan sewaktu ia masih balita, tidak tersimpan dalam memorinya. Tanpa sadar menjelang Annisa tertidur ia memegang daun telinga Amak. “kebiasaanmu tidak berubah ya Annisa”. Kata Amak. “kebiasaan apa Mak ?”. Tanya Annisa. “ya ini, dari kecil dulu kamu sebelum tidur suka memegang-megang telinga Amak”. “Annisa tidak tahu Mak, rasanya senang saja memegang telinga Amak yang dingin terasa”. “Kamu pernah tidur dengan Nenek ?”. “pernah , kenapa Mak ?”. “Kamu juga suka memegang telinga nenek”. “Tidak, Mak. Entah mengapa tiba-tiba tangan Annisa memegang telinga Amak. Sakit Mak, Maaf kalau sakit Annisa lepaskan”. “Tidak sakit . tidak apa-apa kamu pegang”. Tak berapa lama kemudian Annisa sudah tertidur dengan posisi menghadap Amaknya. Tangan kanan Amak memeluk tubuh Annisa yang kecil , sekali-kali diusapnya kepala Annisa. Mak Annisa menyadari kalau selama ini ia kurang memberikan kasih ating pada ketiga anaknya. Keinginan untuk berkumpul dengan anak-anaknya ada namun keadaannyalah yang tidak memungkinkan.Ia hanya perempuan ating yang tidak mempunyai ijazah yang bisa mendapatkan pekerjaan kantoran. Sekolahnya hanya tamatan SD, mana mungkin bisa bekerja menjadi karyawan kantoran. Dapat diterima bekerja di pabrik roti sebagai buruh itu sudah sangat baik menurutnya. Akhirnya iapun tertidur pulas bersama dengan Annisa sampai pagi ating.

Suara azan yang berkumandang tiba-tiba membangunkan Annisa. “Alhamdulillahillazi ahyana bakdama amaatana wailaihinnusur”. Annisa membaca doa bangun tidur. Diperhatikannya Amak masih tertidur pulas. “Mak..., Mak...”. ia membangunkan Mak nya. Mak membuka mata “Ada apa Annisa ?”. “sudah pagi Mak”. “Ya..,” jawab Mak. Mak duduk dari tidurnya “Mari kita solat Annisa”. Ajak Amak. Mereka menuju sumur guna berwuduk. Setelah itu mereka solat subuh bergantian.

Setelah solat Mak membuatkan air teh hangat untuk mereka berdua . sambil minum teh “Nanti kita pergi ke pasar kamu mau kan Annisa ?”. “jauh pasarnya Mak ?”. “lumayan . Nanti kita naik angkot”. Jawab Mak. Dari luar terdengar nenek punya rumah membuka jendela di rung tamu. Annisa keluar kamar. “sudah bangun Annisa ?, cepat juga kamu bangun”. “Ya nek, “ jawab Annisa. Nenek kembali masuk kamarnya . tak berapa lama beliau keluar membawa segelas kopi dan sekantong kue. Kue dan kopi diletakan di meja “sini Annisa makan kue kita”. Ajak nenek.” Annisa sudah minum kok Nek”. Jawabnya. “tidak apa-apa, ayo dimakan kuenya”. Sambil menyodorkan kantong kue itu pada Annisa . sambil tersenyum Annisa mengambil satu kue dan memasukan ke mulutnya. Mak Annisa keluar kamar dan ikut duduk sambil menikmati kue. “Assalamualaikum”. Terdengar dua orang mengucapkan salam. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”, serentak mereka bertiga menjawab salam. Rupanya yang ating adalah kedua orang temanAmak, tante Wiwi dan tante Doli yang baru pulang dari bekerja karena semalam mereka berdua masuk kerjanya giliran malam. “Ibu, Kak Meli, Annisa, sudah pada sarapan ya?, ini kami bawa kue dari pabrik”. Mereka meletakan dua kantong biscuit di meja . “dimakan Annisa, itu tidak dibeli. Itu dari pabrik”. “Ya”. Tante. Makasih “ Jawab Annisa. Lalu Annisa memakan beberapa kue dan ternya enak sekali.

“Bu, nanti sebentar lagi aku mau ajak Annisa ke pasar”. Kata Amak pada nenek punya rumah. “pergilah jalan-jalan, kan baru sekali ini ke Padang Annisanya”. “Ya Bu,. Annisa kan hanya dua hari di sini, lusa saya sudah harus masuk kerja”. Kata Amak menjelaskan. Kemudian nenek itu berdiri “Ibu juga akan pergi ke rumah anak yang di Bandar Buat sebentar nanti “. Kata nenek sambil berlalu.

“Ayo , Annisa, kita bersiap-siap ajak amak” . Annisa masuk kamar dan membantu Amak membawakan yang akan dicuci ke sumur. Setelah semua pekerjaan selesai dan Annisa siap mandi, Annisa dan Amak bersiap-siap pergi kepasar.

Sekitar pukul sepuluh pagi mereka berdua berangkat menuju pasar raya. Diperjalanan Amak memberitahukan tempat beliau bekerja. Sebuah pabrik yang khusus memproduksi kue kering atau yang kita kenal dengan sebutan roti biscuit. Amak mengajak Annisa ke took pakaian. Beliau membelikan Annisa sebuah baju kaos. Annisa sangat senang. Amak belanja bahan makanan mentah. Annisa dibawa Amak melewati pedagang ikan . amak menawar ikan laut. Ikannya besar-besar. Setelah membeli ikan , Amak mengajak Annisa masuk tempat orang menjual bakso. “Annisa kita makan bakso ya ?”. “Boleh Mak”. Jawab Annisa senang.

Usai makan bakso baru kemudian amak mengajak Annisa pulang. Sepanjang perjalanan di pasar, Amak selalu memegang tangan Annisa. Annisa sungguh merasa bahagia berada didekat Amaknya. Sesampai dirumah waktu sudah menunjukan pukul dua lewat. Saat memasak Annisa ikut duduk di dapur dan membantu Amak.

Dihari ketiga Annisa diantar Amak kembali ke tempat Nenek Rosni dan Atuk ke Solok. Setelah berpamitan pada nenek punya rumah, serta tante Doli dan Tante Wiwi. Annisa berangkat meninggalkan kota Padang. Sampai di Solok pukul dua belas siang. Atuk dan nenek menyambut Annisa dengan senang hati. “Bagaimana liburannya di Padang Annisa, senang ?”. Tanya Nenek. Sambil tersenyum Annisa menjawab “Annisa di ajak Amak ke pasar raya Nek. Pasarnya sangat besar sekali Nek, jauhh lebih besar dari pasar kota ini. Pasarnya juga lebih bersih , bertingkat pula lagi, dan juga sangat ramai “. Annnisa bercerita dengan semangat. “Apa yang kamu beli di pasar Padang ?”. Tanya Nenek kembali. Annisa membuka tas kainnya. Dari dalam tas itu ia mengeluarkan sehelai baju kaos yang masih terbungkus rapi. “Ini Nek, Amak belikan Annisa baju”. Ia memperlihatkan pada nenek dan Atuk. “ya Bagus. Sekarang kamu simpan semua pakaianmu ke lemari kembali ya !”. “Ya Nek”. Jawab Annisa singkat dan segera berlalu menuju lemari pakaian.

“Mamak, Mintuo, Aku tidak lama-lama , karena hari ini sudah masuk kembali bekerja nanti masuk jam malam”. Terdengar Amak berbicara pada Atuk. “Makanlah dulu, baru berangkat”. Kata Nenek. “Tadi sebelum berangkat kami sudah makan, rasanya masih kenyang Mintuo. “Tidak usahlah Mamak, Mintuo aku berangkat sekarang saja”. Amak berdiri di ikuti Atuk dan Nenek. “Annisa..., Amak berangkat dulu”. Annisa segera keluar “Ya Mak..”. Annisa mencium tangan Amak dan ikut mengantar ke depan menunggu mobil kembali ke Padang.” Mak, nanti kesini lagi kan ?”. Tanya Annisa saat menunggu mobil dan sambil memegang tangan Amaknya. “Insya Allah Annisa, Mak tentu akan sering mengunjungimu bila ada waktu luang.”. “Kamu harus tetap rajin belajar ya Annisa”. Kata Amak sambil memegangi tangan anaknya. Tidak berapa lama lewatlah mobil yang di tunggu. “Aku berangkat Mamak, Mintuo, Annisa Amak pergi dulu”. “Ya Mak”. “Hati-hati, Meli”. Kata Nenek. Dari atas mobil Amak melambaikan tangan. Annnisa, Atuk dan Nenek membalas lambaian Amak. Annisa melambaikan tangannya sampai mobil itu menghilang dari matanya. Ada perasaan sedih di hatinya sehingga tanpa sadar matanya berkaca-kaca. Dalam hatinya Annisa berpikir .Kapan lagi ia dapat bersama dengan Amak. Rasanya ingin setiap hari bersama Amak. Atuk dan Nenek memperhatikan Annisa dari tadi. Atuk meminta Nenek mengajak Annisa ke rumah. “Annisa , mari pulang” ajak Nenek. Dengan langkah yang agak lambat Annisa mengikuti Nenek kembali ke rumah.

Dalam perjalanan ke rumah muncul Neli dari belakang rumahnya. “Annisa...., kamu sudah ating ?”. sambil tersenyum Annisa menjawab “Ya Neli ,aku belum lama sampai”. “Aku juga belum lama tiba dari kampong”. “kita main Yuk”. Ajak Neli. “Hanya kita berdua ?, apa yang lain masih liburan “. Tanya Annisa. “Kita lihat yang lain yuk, Rina, Titik, Gusni, Roni, Rani, dan Tisa”. Ajak Neli. “Sebentar Neli, kita ke rumah sebentar, Aku minnta bilang dulu sama Nenek “. Kata Annisa. Sesampai didepan rumah Annisa memnggil Nenek. “Nek...., Nenek..., Annisa sama Neli main dulu Nek”. “Kalian main kemana ? “Tanya Nenek. “Kami mau kerumah teman yang lain Tante, mau melihat apakah teman-teman sudah pulang dari berlibur”. Neli menjelaskan. “Pergilah asal jangan jauh-jauh” kata Nenek. Dengan gembira Annisa pergi bermain bersama Neli. Melihat Annisa kembali cerah Nenek juga ikut senang, karena Annisa sudah melupakan Amaknya yang sudah kembali ke Padang.

Karena liburan sudah ating selesai satu persatu teman-teman di lingkungan tempat tinggal Annisa bersama nenek telah ating. Semua anak-anak sebaya Annisa dapat kembali bermain bersama seperti biasa . Mereka bermain dengan rukun. Jarang sekali diantara mereka yang bertengkar. Kalaupun itu ada terjadi biasanya hanya sebentar, nanti teman-teman yang lain akan saling mendamaikan sehingga mereka kembali bermain bersama dengan riang.

SELAMAT JALAN SAHABAT

Tahun ini Annisa sudah duduk di kelas tiga. Kelas yang semula dari kelas satu sampai kelas dua ada dua ,sekarang dijadikan satu oleh ibu guru. Tidak ada lagi kelas A atau kelas B. Hanya ada kelas tiga. Jumlah siswanya cukup banyak ada sekitar empat puluh tiga orang. Anak laki-laki ada dua puluh satu, anak perempuan ada dua puluh dua orang. Yang menjadi wali kelas bernama ibu Marsinah. Ibu ini berasal dari Palembang. Beliau belum lama mengajar di sini. Beliau pindah ke sini mengikuti suaminya yang juga seorang pegawai negeri di kantor Balai Kota.

Annisa duduk dideretan bangku ke empat dari depan, barisan pertama dari pintu masuk . Satu meja duduk berdua dan ada yang seorang saja. Annisa duduk bersama temannya yang bernama Imelda. Di depan Annisa duduk Anita dan Eva. Di belakang Annisa duduk Siti dan Darni. Semua murid di kelas tiga selalu rukun,tidak ada yang terlalu nakal.Mereka selalu disiplin dan bersemangat dalam belajar. Ibu Marsinah orangnya ramah, tidak pemarah. Beliau selalu bersemangat dalam mengajar kami. Selama duduk di kelas tiga banyak nyanyi wajib nasional yang beliau ajarkan pada kami, serta nyanyi daerah. Selain itu bila jam olahraga terkadang beliau juga ikut serta bersama kami. Ibu Marsinah punya seorang putra yang masih bayi. Terkadang anak beliau dibawa kesekolah dan ditidurkan ibu Marsinah di atas meja. Mungkin karena tidak ada orang yang akan mengasuh di rumah, makanya beliau membawanya ke sekolah. Atau terkadang pada jam istirahat ibu Marsinah permisi pulang ke rumah untuk ating asi pada anaknya. Kalau ada seperti ini biasanya Annisa, Siti, Eva, Imelda dan Desi akan ikut ke rumah Ibu Marsinah yang jaraknya juga tidak jauh dari sekolah. Ibu Marsinah juga tidak melarang kami, bahkan beliau memperbolehkan kami masuk ke rumah dan terkadang ikut menggoda anak beliau agar bisa tertawa.

Setiap jam istirahat murid-murid kelas tiga selalu bermain bersama,terkadang bermain kucing-kucingan duduk berkelompok di teras depan kelas. Atau bermain tali dihalaman yang dibuat dari karet gelang yang dironce. Atau bermain kelereng, gambar-gambar. Semua permainan itu dimainkan sesuai dengan musimnya masing-masing. Selain melakukan permainan pada jam istirahat Annisa juga sering pulang ke rumah salah seorang teman yang rumahnya tidak jauh dari sekolah. Namanya Eva . Eva kulitnya putih sekali, rambutnya panjang pirang seperti rambut jagung, hidungnya mancung, tubuhnya tinggi kurus. Kami sering memanggilnya Eva Barat karena ia benar-benar seperti orang bule. Di kelas Annisa ada dua orang yang bernapa Eva. Eva yang satunya lagi sering dipanggil Eva Susanti karena memang itu nama kepanjangannya untuk membedakannya dengan Eva yang bule. Eva Susanti anaknya berbadan kecil dan rendah, rambutnya sebahu , hitam lurus, berkulit kuning langsat. Eva Susanti rumahnya juga tidak terlalu jauh dari sekolah.

“Melda, Annisa , kita ke rumahku yuk. Aku lapar .”. Ajak Eva saat bel istirahat berbunyi. “Boleh, “jawab Annisa dan Imelda serentak. Mereka bertiga berbarengan berjalan menuju rumah Eva. “Ma..., mama..., aku makan mama bersama Annisa dan Imelda”. Kata Eva pada mamanya yang sedang berada di halaman rumahnya membersihkan kebun bunganya. “Assalamualaikum”. Kami bertiga mengucapkan salam. “Waalaikum salam “. Jawab adik Eva yang belum masuk sekolah. Kami bertiga langsung menuju dapur. Eva mengambil piring, nasi dan lauk kemudian duduk di tikar “Ayo Imelda, Annisa kita makan. Cuci tangan di sana “. Kata Eva. Annisa dan Imelda mencuci tangan kemudian duduk melingkar dan ikut makan bersama Eva. Mereka makan satu piring bertiga sambil membicarakan latihan matematika yang diberikan ibu guru tentang pembagian. “Kamu sudah selesai latihan tadi Eva ?” Tanya Imelda. “Belum . Baru tiga yang siap”. Jawab Eva. “Aku baru lima”. Kata Imelda. “Kamu berapa Annisa ?” Tanya Eva. “Aku baru empat yang siap, Eva”. Jawab Annisa. “Siapa ya teman kita yang sudah siap semua?”. Tanya Eva kembali. “Mungkin Desi, Tono, Feri dan Feni. Mereka kan biasanya selalu lebih cepat dari kita”, kata Imelda lagi. “Nambah nasinya ya teman ?” Tanya Eva lagi. “Aku tidak Eva , sudah kenyang “. Jawab Annisa. “Aku juga tidak Eva”. Jawab Imelda. “Kalau begitu aku nambah sedikit saja, soalnya masih lapar, ha...ha...ha.” Eva berdiri ketempat nasi sambil tertawa. Imelda dan Annisa segera cuci tangan dan minum. Baru saja Eva selesai minum, terdengar bel masuk berbunyi. “cepat Eva, nanti kita terlambat”. Kata Imelda. Kami bertiga cepat –cepat memakai sepatu dan berlari menuju ke sekolah sambil mengucapkan “Terimakasih Mama nya Eva” kata Annisa dan Imelda. “Ya , hati-hati”. Jawab mamanya Eva.Makan di rumah Eva sering dilakukan . dalam satu minggu pasti ada Eva mengajak makan kerumahnya. Terkadang bukan hanya kami berdua, ada kalanya sampai lima orang teman yang ikut kerumah Eva. Kalau sudah banyak seperti ini biasanya kami hanya menemani sampai Eva selesai makan, kami jadi segan pula. Mama Eva juga sudah mengenal kami, beliau tidak pula marah kami ikut makan bersama Eva bahkan kalau kami tidak ikut makan terkadang beliau yang memaksa agar kami makan bersama Eva.

Tak terasa waktu berputar hingga kami telah menghabiskan triwulan kedua di kelas tiga. Hubungan pertemanan kami sangat akrab terasa satu dengan yang lainnya.perselisihan jarang terjadi baik dengan teman ating anak perempuan atau anak laki-laki ating laki-laki atau anak perempuan dengan anak laki-laki. Bila ada teman kami yang sakit, maka kami akan bersama-sama mengunjunginya walaupun rumahnya agak jauh dari sekolah. Kami akan tetap bersemangat meski itu hanya dengan berjalan kaki. Rasa akrab itu tidak hanya terasa diantara sesame murid saja, dengan Ibu Marsinah kami juga merasa dekat. Setiap kegiatan ekstra disekolah Ibu kami ini selalu ikut membimbing misalnya saja kegiatan pramuka. Kegiatan ini dilakukan satu kali seminggu. Kalau sudah kegiatan pramuka kami akan selalu bersorak karena girangnya. Entah mengapa setiap kegiatan yang dibimbing wali kelas kami itu kami pasti merasa senang. Mungkin karena Ibu Marsinah tidak membeda-bedakan kami, atau bila ada diantara kami yang melakukan kesalahan beliau menegur tidak dengan nada marah-marah .

Pagi ini suasana sekolah sangat hiruk pikuk. Baru saja Annisa dan teman-teman sampai di depan gerbang sekolah Anita, Darni, Rina berlarian mengejar Annisa sambil berkata “Annisa....., Eva meninggal, Eva meninggal”. “Apa ?, Eva meninggal ?”. Annisa seakan tidak percaya. “Yang benar Anita, Darni, Rina”. “Ya, Annisa . teman-teman yang lain sudah di rumah Eva. Mari kita ke sana”. Kata Darni. “Rina, mengapa Eva meninggal ?”. Tanya Annisa . “Aku juga tidak tahu Annisa”. Di halaman rumah Eva orang-orang sudah berkerumun, ada Ibu kepala sekolah, beberapa orang guru termasuk Ibu Marsinah, murid-murid SD Pertiwi dari kelas satu sampai kelas enam serta masyarakat sekitar sekolah. Annisa dan teman-temannya belum bisa masuk ke rumah karena begitu ramainya orang-orang ingin melayat. Dari dalam rumah terdengar suara orang menangis sambil berkata “Anakku....., Eva......., Eva......., mengapa begitu cepat Tuhan mengambilmu kembali dari mama......., Eva.......”. “Sabar...., Eti, Sabar..., jangan berkata begitu” .Ada ibu-ibu yang duduk disebelah Mama Eva menyabarkannya. Suara itu tidak lain adalah tangisan mama nya Eva. Tanpa terasa Anisa dan teman-temannya juga meneteskan air mata. Annisa seakan masih tidak percaya. “Desi, apa kamu tahu apa penyebab Eva meninggal?”. Tanya Annisa yang perpapasan dengan Desi, Adek, Upik dan Siti di sana. “kami tadi mendengar orang-orang bercerita kalau sejak selesai magrib kemaren tiba-tiba badan Eva sakit-sakit. Badannya sampai tidak bisa digerakan, sampai-sampai ia tidak sadarkan diri dan dibawa ke rumah sakit. Tapi lama-lama kondisinya menurun sampai akhirnya ia meninggal”. Begitu yang kami dengar tadi kata Desi. Imelda yang baru ating juga menghampiri Annisa dan teman-teman “Siti, Annisa benarkah ini, Eva meninggal ?” katanya. “Benar Imelda”. Semua menjawab ating bersamaan. “Padahal kemaren kita masih bermain bersama, Eva sehat walafiatkan ?”. kata Imelda kembali. “Ya, Imelda aku juga seakan tak percaya Eva meninggal”. Annisa berkata dengan suara sedih.

Dari dalam rumah kami melihat Ibu Kepala sekolah keluar bersama dengan guru-guru yang lain. “Anak-anak mari kita kembali ke sekolah dahulu”. Ajak ibu kepala sekolah. Kami yang mendengar ajakan beliau segera bergerak menuju sekolah. Sesampai di sekolah bel berbunyi dan kami murid-murid berbaris di halaman. Ibu Kepala Sekolah memberikan pengumuman berita duka ini dan meminta murid-murid yang rumahnya berdekatan dengan sekolah untuk menjeput mukena guna ikut melaksanakan solat jenazah nantinya serta besok hari membawa beras sumbangan tanda ikut berduka. Khusus hari ini kegiatan belajar ditiadakan. Selesai mendengar penjelasan kepala sekolah semua murid bubar. Annisa dan murid kelas tiga yang lain berkumpul di depan kelas. “Siti, Anita, dan Eva Susanti ,boleh kami meminjam mukena kalian ?. kami ingin pula ikut solat jenazah nanti”. Kata Desi. “Ya Siti, pinjamkan aku satu boleh ?”. Kata Annisa . “Kami juga Anita. Pinjamkan satu ya”. Kata teman-teman yang lain. “Kami usahakan ya teman-teman. Kami pinjam punya orang tua kami di rumah nanti. Benarkan Siti, Anita ?”. kata Eva Susanti. Akhirnya kami berpencar ada yang ke rumah Siti, ke rumah Anita ating rumah Eva Susanti.

Sholat jenazah dilaksanakan di masjid pukul sebelas lewat.banyak orang-orang yang ikut mensholatkan jenazah Eva. Hampir semua murid dari kelas tiga sampai kelas enam ikut mensholatkan termasuk para guru. Setelah itu Eva dibawa ke pondam. Ternyata jenazah Eva dikebumikan di depan rumahnya. Saat jenazah dimasukan kekubur, mama Eva tetap menangis semakin menjadi. Keluarganya mencoba memegangi mamanya, sampai akhirnya mama Eva pingsan. Kami yang menyaksikan kejadian ini pun ikut menangis seiring dengan dibacakannya doa penutup oleh Pak Haji.

Selesai menyelenggarakan jenazah Eva , kami semua kembali ke sekolah. Cerita kami masih berkisar tentang Alharhum Eva. “Aku masih tidak percaya, Eva telah pergi meninggalkan kita untuk selama-lamanya”. Kata Desi. “Aku juga tidak percaya”. Kata siti. “Aku juga tidak percaya”, kata Anita. “Kita semua yang ada di sini pastilah tidak percaya, ating?”. Kata Imelda. “Kemaren kita masih bermain, bercanda di sini, tapi hari ini, ia sudah pergi untuk selamanya......” mendengar kata Rina yang demikian , Annisa dan teman-teman yang mendengarkan menangis tersedu-sedu. “Mengapa kalian semua menangis ?”. Terdengar suara Ibu Marsinah mengagetkan kami. “Kami ingat Eva Bu, kami tidak percaya kalau Eva sudah pergi untuk selamanya Bu”. Kata Siti, Annisa, dan Darni ating serentak. “Ibu juga sedih anak-anak. Semua yang terjadi atas Eva adalah takdirnya Allah kita manusia tidak mampu menolak yang telah ditetapkan Allah”. Kata Bu Marsinah. “Kalian semua ating pada teman kita itu kan ?, mari kita bantu teman kita almarhumah Eva dengan mengirimkan doa dengan membacakan Al Fatiha dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran oleh Allah. Maukan Anak-anakku semua ?’ Tanya Bu Marsinah sekali lagi. “ Mau Bu.....”. Jawab murid kelas tiga serentak. Dengan dipimpin Bu Marsinah membaca Al Fatiha dengan hitmad dan ikhlas. “Anak-anak besok jangan lupa kalian membawa beras ya , besok Insya Allah kita akan takziah ke sana”. Kata Bu Marsinah mengingatkan kami kembali. “Sekarang kalian bersiap untuk pulang. Ayo Ketua Kelas siapkan “. Kata Bu Marsinah. Tono yang jadi ketua kelas maju ke depan menyiapkan teman-temannya untuk pulang. Setelah membaca doa penutup pelajaran bergantian semua siswa bersalaman dengan Bu guru.

Sesampai dirumah Annisa terlihat sangat kelelahan dan wajahnya sedikit sendu seperti orang yang sedang sedih dan banyak diamnya. Nenek yang memperhatikan perobahan Annisa bertanya. “Nenek perhatikan kamu dari sejak pulang sekolah seperti sedih, ada apa Annisa?. Apa kamu habis bertengkar dengan teman di sekolah?”. Tanya nennek. “Tidak Nek, Annisa tidak bertengkar dengan siapapun “. Jawab Annisa. “Nek, kami di sekolah hari ini berduka, karena salah seorang teman kami , namanya Eva meninggal dunia pagi tadi”. Kembali bulir-bulir bening menetes dari mata Annisa. “Innalillahi Wainnailaihi Rajiunn”. Sakit apa ia Annisa ?” Tanya nenek kembali “siap magrib kemaren badannya sakit semua , sampai ia pingsan. Kemudian dibawa ke rumah sakit. Tapi kondisinya terus menurun akhirnya pukul empat pagi tadi Eva berpulang Nek”. “Oh..., begitu ceritanya kata nenek. “Kami semua merasa kehilangan Nek”. Kata Annisa lagi. “wajar kalau kalian kehilangan, namanya teman yang setiap hari bermain bersama. Tapi kita harus ingat Annisa ,bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Hanya waktunya saja yang berbeda”. Kata Nenek menjelaskan. “Untuk itu Annisa kita perlu mempersiapkan diri dengan selalu berbuat kebaikan dengan siapa saja dan selalu mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Mengerti kamu Annisa ?’ Kata Nenek lagi. “Sekarang waktu sudah pukul dua, ayo, siap-siap berangkat belajar mengaji Annisa “. “Baik Nek “. Annisa beranjak dari duduknya dan mengambil tas yang berisi alquran. Setelah berpamitan pada Nenek Rosni ia berjalan menuju tempat belajar mengaji.

Setelah kepergian teman mereka Eva , kurang lebih satu bulan murid-murid kelas tiga masih merasa ada yang berbeda di kelasnya. Namun seiring berjalannya waktu akhirnya mereka bisa menerima dengan lapang dada bahwa teman, sahabat mereka memang telah tenang di alam sana. Akan tetapi bagi beberapa orang murid kelas tiga seperti Annisa, Imelda, Anita, Desi, Siti, dan Upik nama Eva tetap ada dalam hati mereka. Terkadang mereka lewat di depan rumah alharhumah ,pandangan mereka selalu pada tempat peristirahatan terakhir sahabatnya itu. Mereka berenam merasa Eva lebih dari sekedar teman. Karena merasa lebih dari sekedar teman akhirnya mereka berenam bersepakat membuat puisi khusus ditujukan untuk almarhumah Eva dan akan mereka bacakan nanti saat acara perpisahan kelas enam.

Waktu yang mereka tunggu tiba. Saat acara perpisahan dengan kakak-kakak kelas enam dihari Sabtu di bulan Juni berlangsung meriah. Setiap kelas menampilkan acaranya masing-masing. Khusus murid kelas tiga Annisa bersama enam orang temannya akan membacakan puisi. “Baiklah teman-teman, adik-adik, kakak-kakak kelas enam, Bapak dan Ibu guru saatnya kita saksikan penampilan dari kelas tiga yang akan membacakan puisi khusus buat sahat. Kepada Annisa dan kawan-kawan kami persilahkan naik ke panggung...”. Demikian MC memanggil. Enam orang wakil kelas tiga tampil ke atas panggung dengan di iringi tepuk tangan dari penonton. Berikut petikan puisi mereka .

PUISI BUAT SAHABAT

Karya : Murid kelas tiga

Sahabat .....

Sejak pertama kita jumpa

Hatiku berkata kamu akan jadi sahabatku

Sahabat .........

Hari-hari yang kita lewati

Penuh canda dan tawa

Suka dan duka kita bersama

Sahabat..........

Saat ini kamu tak lagi disini

Bersama kami.......

Selamat jalan sahabat

Doa kami mengiringi kepergianmu

Selamat jalan sahabat

Kami menyayangi dan mencintaimu

Sekian terimakasih

Tepuk tangan penonton memenuhi ruangan itu. Ada juga diantara penonton yang meneteskan air mata. Ibu wali kelas tiga menghampiri mereka. Sambil mengangkat kedua ibu jari beliau berkata “Bagus sekali puisi kalian. Ini Ibu beri kalian”. “Makasih Bu”. Kata Annisa dan teman-temannya.

BAPAK DATANG

Hari ini cuaca sangat cerah. Tenggorokan terasa kering rasanya ingin selalu minum. Annisa yang sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah menahan haus dan ingin cepat-cepat sampai di rumah. Ia berjalan bersama Upik, siti, Desi dan Anita. Sampai depan rumah Upik, ia menawarkan teman-temannya “Mampir yuk, kawan-kawan”. Ajak Upik. “ Aku haus Upik, boleh minta minum?’ Tanya Annisa. “Boleh...., Ayo mampir”. Kata Upik kembali. Siti, Desi, Anita dan Annisa duduk diteras rumah Upik. Setelah mengucapkan salam Upik masuk ke rumah dan keluar membawa lima gelas dan air satu cerek. “Ayo diminum kawan-kawan “ kata Upik. Mereka bergantian menuangkan air ke gelas masing-masing. “Alhamdulillah”. Lepas haus Aku Upik. Terimakasih ya “. Ucap Annisa. . setelah semua mengucapkan terimakasih mereka berempat malanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing.

Sampai dipersimpangan rumah Annisa menawarkan Desi untuk mampir.”tidak usahlah Annisa, rumah aku sudah dekat”. Jawab Desi. “dada..............”. mereka berdua saling melambaikan tangan. “Sampai jumpa nanti ya”, kata Annisa”. “Insya Allah”. Jawab Desi. Ditempat belajar mengaji mereka juga satu kelas.

Sampai di depan rumah Annisa mendengar suara Atuk sedang bercakap-cakap .”Seharusnya dari dulu kamu ambil salah seorang anakmu untuk kamu didik”. “seharusnya memang demikian Mamak, tapi karena keadaan saya ........, makanya belum saya kerjakan “ terdengar suara seorang laki-laki menjawab . Annisa berhenti di belakang tempok di sisi jendela mendengarkan percakapan itu. “Kalau kamu undur-undur terus untuk ikut mendidik mereka, sebentar lagi meraka akan tumbuh menjadi remaja. Mereka akan bertambah sulit untuk di atur”. Masih Atuk yang bicara. “Dengan siapa Atuk bicara ?”. Tanya Annisa dalam hatinya. “Sekarang saja yang besar anakmu nakalnya bukan main. Itu yang aku dengar dari gurunya. Kebetulan gurunya itu Mamak dari Mintuomu ini. Dia yang mengatakan tentang prilaku anakmu”. Kata Atuk lagi. “Sudah pulang kamu Annisa ?”. Annisa kaget mendengar namanya disebut seseorang dari belakangnya. Annisa menoleh kiranya suara itu Neneknya Tisa. Mendengar namanya di sebut Atuk mendongakan kepalanya dari balik jendela. “Masuk Annisa” Kata atuk. Annisa mendekat ke pintu, membuka sepatunya dan mengucapkan salam “Assalamualaikum....”. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh”. Jawab semua yang di dalam rumah. Annisa menoleh pada tamu yang duduk membelakangi jendela. Seorang laki-laki berkulit sawo matang berbadan kurus, umurnya mungkin sudah lebih dari empat puluh tahun. Rupanya laki-laki itu juga memperhatikan Annisa sejak masuk . “Ini , anakmu Annisa”. Kata Atuk. “Anak...”Annisa bergumam dalam hatinya. Pikirannya dengan cepat langsung menyimpulkan “Jadi orang...., Bapakku?”. Kata Annisa bertanya pada diri sendiri. “Annisa, sini Nak” katanya pada Annisa .sambil berusaha memegang tangan Annisa. “Annisa ini bapakmu “. Atuk menjelaskan. “Sini Annisa duduk dekat Bapak”. Katanya sekali lagi. Wajah Annisa masih penuh tanda Tanya”duduklah kamu sama Bapakmu Annisa”. Kali ini Nenek yang berkata. Akhirnya Annisa memenuhi permintaan Bapak. Annisa yang sudah duduk di kelas empat Sekolah Dasar itu merasa canggung dan malu, duduk diatas pangkuan seorang laki-laki yang dipanggilnya Bapak . Selama ini dalam ingatan Annisa tidak tersimpan sedikitpun kenangan tentang Bapaknya. Kapan ia terakhir dipeluk, digendong, didekap. Annisa juga tidak ingat kapan terakhir ia memanggil Bapak. Yang Annisa tahu sejak ia mulai mengerti tentang sesuatu tidak pernah ia dengar kedua saudara laki-lakinya memanggil seseorang yang disebut Bapak. “Kamu sudah besar Annisa. Sudah kelas berapa ?”. Tanya bapaknya. “kelas empat Bapak”. Jawab Annisa. “Apa rencanamu sekarang Budi ?”. kembali Atuk bertanya. “Saya akan pulang ating memulai usaha apa yang mungkin saya kerjakan”. “Pikirkan Anak-anakmu lagi !”. Apa kamu tidak kasihan melihat anak-anakmu yang kucar kacir. Tidak satu orang pun yang bertanggung jawab penuh atas diri mereka” Atuk melanjutkan nasehatnya “Tidak mungkin bukan ketiga-tiganya saya akan membela mereka, sedangkan kalian orang tuanya masih ada, sehat walafiat lagi, tidak punya kekurangan fisik. Saya Ambil Annisa , karena ia anak perempuan satu-satunya yang akan meneruskan kaum kita, karena kakak dan adek iparmu belum punya anak perempuan seorangpun. Selain itu juga agar neneknya disini punya teman”. Atuk menasehati Bapak panjang lebar. “Ya , Mamak saya akan mendidik anak-anak saya”. Jawab Bapak.

Selesai makan siang bersama Bapak pamit melanjutkan perjalanannya pulang ke ating halaman. Sebelum berangkat Bapak ating Annisa uang, katanya untuk jajan ke sekolah besok. Awalnya Annisa ragu mau mengambilnya. Setelah nenek menyuruh Annisa untuk mengambil, barulah Annisa menerima uang tersebut sambil mengucapkan terimakasih. Setelah bapaknya pergi, seperti biasa Annisa membantu nenek mencuci piring, mengisi ember air minum di dapur dan melipat pakaian yang sudah diangkat dari jemuran. Dalam hati sebenarnya ada sebuah pertanyaan tersimpan oleh Annisa. Ia ingin menanyakan pada Nenek. Diperhatikannya nenek sedang sibuk membantu atuk memperbaiki sepeda unto kesayangan Atuk. Annisa mengurungkan niatnya. Selesai mengerjakan pekerjaannya Annisa langsung pergi mengaji bersama Tisa dan Gusni.

Malam harinya sesudah Annisa mengerjakan pekerjaan rumah dan mengulangi pelajaran untuk besok, ia mendekati nenek yang sedang menjahit. Oh ya nenek punya mesin jahit dan beliau pandai menjahit pakaian untuk beliau sendiri. “Nek, boleh Annisa menanyakan sesuatu ?”. Annisa mulai bicara . “Apa yang akan kamu tanyakan , tentang pelajaran?”. Tanya Nenek. “Bukan Nek”. Jawab Annisa. “Lalu tentang apa?”. Tanya Nenek penasaran. “Mmmmm, tentang............. , Bapak Nek”. “Tentang Bapakmu ?”. Nenek bertanya sambil menghentikan jahitannya. “Boleh, apa yang ingin kamu ketahui tentang Bapakmu”. “Benar Nek, orang yang tadi siang itu Bapak Aku. Kalau beliau Bapak Annisa lalu di mana dia selama ini Nek ?” . mendengar pertanyaan Annisa sejenak neneknya terdiam seperti sedang berfikir. “Benar...., Dia adalah Bapakmu Annisa. Setelah Bapak dan Makmu bercerai, Bapakmu pergi merantau jauh katanya ke daerah Bengkulu. Katanya baru satu minggu ini dia kembali dari sana. Hidup di sana katanya juga tidak mudah. Akhirnya dia mengambil keputusan kembali ke ating”. Demikian penjelasan Nenek. “Mengapa Amak sama Bapak bercerai Nek ?”. Tanya Annisa lagi. “Kalau itu nenek juga tidak tahu pasti. Nanti kalau kamu sudah besar tanyakan langsung sama Amakmu atau Bapakmu saja ya Annisa. Sekarang sudah pukul Sembilan kamu solat kemudian tidur lagi”. Kata nenek mengakhiri percakapan mereka.

Menjelang matanya tertidur banyak pertanyaan yang muncul dikepalanya. Yang terakhir timbul pertanyaan “Apakah aku merasa senang setelah tahu Bapakku”. Perasaan yang timbul dihati Annisa hanya kosong. Hatinya merasa jauh dari orang yang dipanggilnya Bapak. Terasa seperti orang lain saja. Annisa membandingkan saat pertama ia bertemu Amaknya, rasa rindu yang selama ini terasa terobati. Tapi mengapa tidak sama perasaan itu terhadap Bapaknya. Annisa semakin tidak mengerti dengan semua yang dialami dan dirasakannya. Sampai akhirnya ia tertidur dibawa alam mimpinya yang indah bertemu dengan Amaknya.

PULANG KE KAMPUNG

Angin yang bertiup sepoi-sepoi di depan rumah tempat Annisa duduk membuat matanya terasa mulai berat. Annisa duduk dijenjang rumah itu sudah cukup lama. Ia menunggu kedatangan Amaknya yang beberapa bulan lalu berjanji akan menjeputnya bila liburan sekolah nanti. Suasana di lingkungan tempat tinggal Nenek terasa sepi. Biasanya halaman depan rumah ini ramai oleh anak-anak penghuni kontrakan yang bermain. Di halaman ini ada sebatang pohon rambutan yang sangat besar.meskipun cuaca sangat panas berada disekitar pohon rambutan ini tetap sejuk. Karena saat ini liburan kenaikan kelas , keluarga dan anak-anak banyak yang pergi liburan atau pulang ke ating halamannya. Annisa tampak lesu dan sedih ditambah lagi matanya mulai mengantuk “Mak......, mengapa Mak tidak jadi ating jemput Annisa ?” Tanya Annisa dalam hatinya. Ia berdiri membawa langkah kakinya menuju kembali ke rumah Nenek di belakang rumah ating ini. Sesampai di dalam rumah Annisa berkata pada Neneknya “Nek, Annisa mengantuk mau tidur”. “pergilah tidur”. Jawab nenek. Nenek tahu Annisa tidak cerah wajahnya . “Mungkin karena tidak ada teman untuk bermain”. Begitu yang dipikirkan Nenek.

Malam hari saat usai makan malam Atuk berkata “ Annisa habis ini kamu bersama Nenek menyiapkan pakaian karena besok pagi kita pulang ating” “Kita pulang ating besok Atuk?”. Annisa Nampak senang sekali mendengar kabar gembira itu. “ Iya, karena Ayek Amaknya Nenek sakit”. Kata Atuk menjelaskan. Segera Annisa menyiapkan pakaiannya yang akan di bawa “Berapa lama kita di kampong Nek?”. Tanya Annisa saat memasukan pakaian ke dalam tas yang akan dibawa. “Lihat kondisi Ayek nanti Annisa” Jawab Nenek. “Di ating nanti Annisa menginap di mana Nek, di Mudiak atau di Simpang ? “. “Nanti kita Tanya Atuk Annisa. Yang jelas kita sama-sama turun di Mudiak dahulu”. Annisa ingin ke Simpang nanti hanya ingin bertemu Neneknya. Sejak kepergiannya dahulu baru kali ini Annisa kembali. Selesai menyiapkan segala sesuatu Annisa disuruh nenek untuk segera tidur agar pagi esok dapat cepat bangun. Tanpa banyak Tanya lagi Annisa mematuhi perkataan Nenek Rosni.

Mata Annisa lama baru dapat terpejam. Ia berharap pagi cepat ating dan berangkat ke ating. Ia membayangkan keadaan Neneknya, Atuk, Mak Tuo, Pak Tuo, Tek Isna, Mamak dan kedua saudaranya serta saudara sepupunya. Tak terasa sudah empat tahun Annisa ikut Atuk dan Nenek Rosni. Annisa rindu bermain dengan teman-teman di kampungnya, mandi di sungai seperti dulu. Entah pukul berapa Annisa baru dapat memejamkan matanya, ia pun tidak tahu.

“Kukuruyukkkkk, kukuruyukkkkk”.. Suara ayam yang bersahut-sahutan membangunkan orang-orang yang tertidur pulas.diiringi udara pagi yang menusuk tulang. Dengan menarik selimut menutupi tubuh akan menambah nyeyaknya tidur. Dari kejauhan terdengar suara azan berkumandang. Nenek Rosni dari pukul setengah lima sudah bangun. Beliau sudah mempersiapkan semuanya termasuk bekal di perjalanan. “Annisa...., Annisa......, bangun sudah subuh”. Nenek Rosni membangunkan Annisa. “Masih mengantukkk Nenek”. Jawab Annisa. “Ayo Annisa bangun, bukankah kita akan berangkat ke kampong pagi ini ?’. Mendengar nenek berkata demikian secepat kilat Annisa duduk dari tidurnya. “Iya Nek, Annisa lupa”. Cepat-cepat Annisa membereskan tempat tidurnya, kemudian pergi mandi bersama nenek setelah itu solat subuh dan baru bersiap-siap.

Pukul enam tiga puluh mereka bertiga sudah berada di depan menunggu bus yang menuju ke ating. Sekitar setengah jam menunnggu, akhirnya bus yang ditunggu ating. Mereka duduk dideretan bangku ketiga dari pak sopir. Bangku yang dibayar Atuk hanya untuk dua orang, Annisa duduk dipangkuan atuk. Wajah Annisa ating cerah sesuai dengan hatinya yang gembira . Belum sampai satu jam perjalanan, Annisa sudah merasa pusing dan mual, ini disebabkan karena jalannya yang berkelok-kelok. Nenek yang melihat perobahan pada diri Annisa cepat-cepat memberikan kantong plastic hitam pada Annisa. Benar saja , tidak beberapa menit kemudian Annisa tidak dapat menahan lagi, keluarlah semua yang ada dalam perutnya. Setelah selesai nenek membuang kantong itu keluar jendela kemudian beliau memberikan minyak kayu putih pada punggung, leher dan jidat Annisa. Nenek menganjurkan agar Annisa tidur agar tidak terlalu pusing. Sepanjang perjalan Annisa banyak tertidur dari pada menikmati alam yang dilalui. Selama dalam perjalanan ada sekitar empat kali Annisa mabuk darat.

Waktu yang dibutuhkan untuk sampai tujuan sekitar lima jam . selama dalam perjalanan bus akan berhenti satu kali di rumah makan agar penumpang dapat makan dan membeli buah tangan. Nenek yang sudah membawa bekal mengeluarkan bekal. Kami bertiga menumpang duduk diteras rumah makan. Annisa sengaja tidak banyak makan, Ia takut kalau nanti akan keluar kembali. Setelah makan nenek mengajak Annisa ketempat penjual buah. Di sana banyak buah markisa, buah terung firus yang digantung. Nenek membeli buah markisa dalam jumlah yang cukup banyak. Setelah berbelanja kami kembali naik bus untuk melanjutkan perjalanan.

Baru sekitar pukul dua belas lewat kami sampai di rumah keluarga Nenek Rosni. Melihat Atuk dan Nenek turun dari bus, beberapa orang berlarian mendekati bus dan menolong membawakan barang bawaan nenek ke rumah. Rupanya mereka adalah saudara perempuan Nenek namanya Tek Aida dan Tek Mimi. Atuk dan Nenek serta Annisa langsung menemui orang tua perempuan Nenek Rosni yang terbaring di ujung rumah. Sambil memegang jemari Ayek tersebut Nenek berkata dengan suara yang lembut “Mande...., ini aku Rosni dan Jimam pulang”. Mendengar suara nenek serta sentuhan tangan yang lembut Ayek membukakan mata dan memandang kepada Nenek , dan Atuk. “Kamu Rosni........., Jimam..........,”. Beliau berusaha untuk duduk “tidak usah duduk Mande..., tidur sajalah Mande”. Kata Atuk sambil mendekat menciumi tangan Ayek. “Apa yang terasa Mande ?”. Tanya Nenek lagi. “Badanku sakit semua Rosni, lidah terasa pahit”. “Nanti sore kita ke dokter ya Mande...”. kata Atuk. “Tidak usah Jimam, aku sudah berobat ke mantari desa”. Kata Ayek menolak. “Mande, sudah sakit selama satu minggu, sudah berobat ke mantari desa tapi sepertinya tidak ada perobahan. Makanya kami ingin membawa Mande berobat ke dokter lagi”. Atuk menjelaskan dengan santun. “Ya ,kakak. Berobat ke dokter itu sejak beberapa hari yang lalu kami sudah ingin membawa Mande, tapi beliau selalu menolak”. Kali ini adek perempuan Nenek yang bernama Aida menjelaskan. “Yang penting Mande sore ini kita bawa ke dokter. Jangan Mande pikirkan soal biaya, kami anak-anak Mande ating”. Kata Nenek lagi. “Kalau begitu yang kalian mau, Mande menurut saja”.

“Annisa salam pada Ayek”. Suruh Nenek sebelum Annisa pergi bermain dengan anak-anak Tek Aida dan Tek Mimi. Annisa sudah mengenal semua keluarga besar nenek. Mereka sering ating ke tempat Nenek dan Atuk di Solok. Termasuk anak-anak mereka sudah dikenal oleh Annisa. Ayek juga sering ating mengunjungi nenek. Setiap habis panen biasanya Ayek akan ating menghantarkan beras buat Nenek Rosni.

Tek Aida mempunyai tiga orang anak Wandi, Doni dan Yeyen. . Tek Mimi punya dua orang ating Lili dan Rita. Umur mereka dibawah Annisa semua. Nenek juga punya dua orang saudara laki-laki. Yang satu sudah berkeluarga dan merantau ke tanah Jawa, sedangkan yang satu lagi adik beliau yang paling kecil masih duduk di bangku kuliah. Annisa bermain dengan riang gembira bersama anak-anak Tek Aida dan Tek Mimi sampai sore. Karena senangnya bermain Annisa tidak ingin ikut mengantar Ayek berobat sewaktu ditanya Nenek . selesai magrib Atuk , Nenek dan adik-adik beliau baru kembali mengantar Ayek berobat. Canda dan tawa selalu terdengar dari rumah Tek Aida. Semua anak-anak diminta bermain di rumah Tek Aida yang jaraknya tidak beberapa meter dari rumah gadang Nenek. Sampai menjelang tidur mereka masih bercanda .

Udara desa nan sejuk diiring bunyi burung-burung yang bersahut-sahutan membuat suasana terasa nyaman. Dari balik bukit belakang rumah Nenek muncul matahari pagi yang menyuguhkan pemandangan yang indah. Pagi ini Atuk berencana akan pergi ke simpang menjenguk anak keponakannya. Annisa yang mengetahui rencana itu segera mendekati Atuk “Tuk, Annisa ikut ke simpang boleh ?”. “Sana coba atin Nenek,dulu ! ”. Annisa mencari Nenek di dapur “Nek, boleh Annisa ikut Atuk ke simpang ?” . Nenek segera berdiri dan mendekati Atuk . Annisa mengikuti dari belakang. “Bisa Annisa dibawa sekalian Tuk ?”. Tanya Nenek pada Atuk. “bisa saja, Aku pergi meminjam sepeda motor Anas, Annisa bisa dibonceng dibelakang”. Jawab Atuk. Mendengar jawaban Atuk Annisa bersorak kegirangan “Horeeee, aku pergi ke simpang. Yeyen, Lili,Rita, Uni kesimpang dulu ya, besok kita main lagi”.”Besok Uni kesimpangnya kenapa Uni ?. Semalam kita sudah janji mau pergi ke kebun ambil manggis”. Kata Yeyen. “diundur dulu dek Yeyen, Uni pengen ketemu sama nenek uni, ya . Ya Adik-adik semua”. Pinta Annisa. “Ya ...., apa boleh dikata, Uni, terpaksa kita undur. Tapi Uni janji ya, balik ke sini lagi”. “Insya Allah Lili,yeyen, Rita.”. jawab Annisa.

Annisa dibonceng Atuk naik sepeda motor. Jarak antara rumah keluarga Nenek Rosni ke Simpang sekitar lima kilo. Jalan yang dilalui tidak selalu mulus, terkadang dipenuhi bebatuan. Terkadang bertemu jalan yang banyak lobangnya. Annisa yang duduk di belakang harus berpegang erat. Ia takut nanti terjatuh bila tidak berpegangan. Jalannya juga berliku-liku. Disepanjang perjalanan terkadang hanya berjumpa dengan hamparan sawah yang menghijau atau padi yang sudah menguning. Terkadang kiri kanan jalan yang dijumpai hanya rumah penduduk. Ada beberapa desa yang kami lalui seperti desa Nabatuang, desa Jujawi, Desa Mudiak Bawah kemudian barulah sampai ke desa Simpang . Di persimpangan Desa ada simpang empat. Atuk berbelok ke kanan. Dua rumah dari simpang itu Atuk masuk pekarangan sebuah rumah yang cukup besar yang terbuat dari papan. “Jimam pulang ....., Isna, Warni, Meli”. Atuk (Ayah dari ibu Annisa) memanggil anak-anaknya yang perempuan. Mereka semua bergegas ating menghampiri sambil bersalaman. Panggilan Jimam pada Atuk Solok ini karena beliau adalah niniak Mamak dalam kaum Annisa. Beliau bergelar “Datuak Rajo Imam”. Untuk menghormati beliau maka ayah Amaknya Annisa memanggil dengan panggilan “Jimam”. Nama kecil beliau sebenarnya “Ujang”. Maka terkadang dalam kaum Annisa baik laki-laki ataupun perempuan memanggil beliau dengan sebutan “Mamak Ujang” atau di singkat dengan “Mak Ujang”. “Amakkk, Amakkk, di ating Amak rupanya ?” . Annisa memanggil Amaknya dan mereka saling berpelukan. “Sejak kapan kamu di rumah Meli ?” . Tanya Atuk Solok pada Amak. “sekitar lima bulan ini Mamak”. Jawab Amak. “Ayo Naik Jimam”. Ajak Atuk ke pada Atuk Solok. Amak membantu membawakan tas baju Annisa. Mereka duduk berselo di atas tikar di tengah rumah. Annisa duduk dekat Amaknya. “Mak , mengapa tak jadi jemput Annisa ke Solok , dulu Mak janji kan ?”. Tanya Annisa “Ya Annisa, Amak sekarang sudah menetap di ating. Maaf karena kesibukan Amak bekerja jadi lupa sama janji yang dulu”. Amak menjelaskan. “Padahal Annisa selalu menunggu Amak setiap hari di depan rumah”. Suaranya agak pelan. “Sudahlah Annisa, yang penting sekarang kita bertemu di sini”. Kata Amak sambil mengusap-usap punggung Annisa.

“Kapan Jimam pulang?”. Tanya Atuk . “Kemaren kami bertiga sampai. Ini karena Mande Mintuo kalian sakit. Jadi kemarennya itu ating telpon dari adeknya Mintuo memberitahu kalau Mande sakitnya agak parah. Jadi saya putuskan untuk pulang bersama karena Annisa kebetulan juga lagi libur”. Atuk Solok menjelaskan panjang lebar. “Diminum airnya Mamak “. Ucap Tek Isna mempersilahkan Atuk minum setelah meletakan minum di depan beliau. “Bagaimana keadaan Mande Mintuo sekarang Mamak “. Tanya Mak Tuo Warni. “Semalam kami sudah membawa beliau ke dokter yang ada di pasar”. “Mudah-mudahan beliau cepat sembuh”. Kata Tek Isna lagi. “Apa usahamu di rumah Meli?”. Tanya Atuk solok pada Amak Annisa. “Sekarang saya jualan miso Mamak. Alhamdulillah hasilnya untuk belanja dapur”. Jawab Amak.”Baguslah kalau kamu di rumah, warung kita ada tidak perlu menyewa. Selain itu kedua anakmu Adra dan Adri bisa pula kamu didik dengan baik”. “Ya Mamak”. Jawab Amak Annisa.

“Oh ya, beberapa bulan yang lalu Bapaknya Annisa ating ke Solok”. “Kesini juga sudah beberapa kali. Ia mau rujuk katanya Jimam”. Bapaknya Amak yang bicara. “Semua keputusan ada padamu Meli. Kalau kamu mau rujuk, itu bagus untuk anak-anakmu serta dirimu”. Kata Atuk Solok “Bagus bagi saya dimananya Mamak ?”. Tanya Amak kurang paham. “Kalau kamu rujuk , ada laki-laki yang akan bertanggung jawab mencari nafkah untukmu dan anak-anak. Kalian juga dapat mendidik kedua anak kalian bersama”. Atuk menjelaskan. Amak mengerti yang dijelaskan Atuk Solok. “Pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan”. “Baik Mamak, saya akan pikirkan”. Jawab Amak. “Kamu sudah kelas berapa Annisa ?” Tanya Mak Tuo. “Naik kelas lima Mak Wo”. “kamu sudah tambah besar, Mak Tuo masih seperti ini juga”. Sambil tersenyum Annisa menjawab “ Ya lah Mak Wo . Mak Wo mana mungkin bertambah besar, kan sudah dewasa”. Semua yang duduk di ruangan itu tertawa mendengar jawaban Annisa.

“Annisa tolong bantu Etek membawa makanan ini ke sana”. “Baik , Tek”. Annisa segera berdiri dan menuju dapur lalu membawa masakan yang sudah dimasak Eteknya, serta peralatan makan lainnya ke ruang tengah tersebut. “Mari Kita makan Jimam”. Ajak Bapak Amak . Atuk Solok mencuci tangan, mengambil nasi dan lauk pauk. Tanpa kumando semua orang bergilir secara tertib mengambil nasi dan sambal. Selesai makan lalu Atuk Solok bertanya pada Annisa “Annisa kamu tinggal di sini atau balik ke Mudiak, Atuk akan ke Mudiak lagi”. “Annisa tinggal di sini dulu Atuk, Annisa sudah lama tidak bertemu Amak . Boleh ya Tuk ?”. kata Annisa setengah merengek. “Bagaimana kalau Nenek Rosni nanti bertanya ?”. kata Atuk lagi. “Tolong Atuk saja yang menjelaskan pada Nenek kalau Annisa yang ingin tinggal”. Harap-harap cmas Annisa menunggu jawaban Atuk, sampai akhirnya “Tapi kamu di sini harus rajin bantu Amakmu ya, jangan merepotkan Amak ataupun Mak Tuomu”. “ya Atuk. Annisa akan rajin bantu Amak, Mak Tuo ataupun Etek”. Jawab Annisa. Lega rasanya hati Annisa diperbolehkan tinggal di Simpang. Ia dapat melepaskan rindunya pada semuanya terutama Amaknya.

Atuk kembali ke Mudiak. Annisa sudah tinggal di Simpang bersama Amaknya. Tidak berapa lama Atuk Solok pergi. Barulah ating ke dua saudaranya beserta saudara sepupunya. Rupanya mereka baru pulang dari sawah yang terletak di desa Nabatuang yang dilewati Annisa bersama Atuk Solok tadi. Rupanya Nenek Annisa (ibu dari Amaknya) tinggal menetap di sana bersama Atuk (Bapak Amak). Kebetulan hari ini Bapak Amak ating lebih pagi karena mau melihat keadaan padi yang ada di Sikabun. Si Kabun adalah nama salah satu kampuang yang ada dalam desa Simpang. “Bagaimana keadaan Nenek Amak ?”. Tanya Annisa pada Amaknya. “Nenek Alhamdulillah Baik Annisa”. “Mak Kita ke sana yuk ?”. Ajak Annisa. “Jangan sekarang Annisa, ini waktu untuk membuka warung. Ayo bantu Amak beberes di warung”. Ajak Amak. Tanpa banyak Tanya lagi Annisa mengikuti Maknya ke warung di depan rumah besar itu. Warung ini sebenarnya juga terbuat dari papan. Sepertinya usianya sudah cukup lama. Amak Annisa menjual bakso. Di dalam warung ada meja persegi panjang dan dua kursi panjang yang saling berhadapan. Di atas meja diletakan botoples yang berisikan kerupuk ubi. Di sudut kiri ada juga meja kecil untuk meletakan mangkok, gelas, garpu dan bumbu miso. Disamping meja itu diletakan kompor yang selalu dinyalakan dengan api kecil diatasnya ada periuk yang berisi kuah miso. Setelah semua peralatan yang dibutuhkan lengkap, lalu Amak mengambilkan Annisa semangkok miso. “Annisa ini untukmu, ayo dicoba miso buatan Amak”. “terimakasih Amak”. Ucap Annisa kegirangan. Aromanya sangat sedap. “Mak Aku juga mau”. Kata Adik Annisa Adri. Kemudian Amak juga mengambilkan semangkok untuk Adri. Baru beberapa suap Annisa makan, tibalah dua orang pembeli. Usianya lebih muda dari Amak “Uni beli miso dua”. Katanya. “Silahkan duduk, Uni ambilkan dahulu”. Jawab Amak. Kedua orang ini memperhatikan Annisa lalu berkata “Ini Annisakan Uni, anak uni yang di Solok itu?”. “Iya”. Jwab Amak. “Kapan pulang. Sama siapa pulang?”. Tanyanya lagi. “Kemaren, sama Mamak Ujang. Tadi baru diantar Mamak ke sini”. Kata Amak menjelaskan. “Sudah besar kamu Annisa. Sudah kelas berapa ?”. Tanya orang itu pada Annisa. “Naik kelas lima Etek”. Jawab Annisa.

Berita kepulangan Annisa cepat tersebar dikampung Simpang. Banyak anak perempuan seusia Annisa ating ke rumah atau ke warung untuk bertemu atau mengajak Annisa bermain. Tak terasa waktu berputar hari ini sudah memasuki hari ke tiga Annisa di Simpang. Atuk Solok setiap sore selalu ating berkunjung. Kemaren beliau sudah memberitahukan kalau besok sore Annisa harus kembali ke Mudiak karena lusa akan kembali ke Solok. Oleh sebab itu pagi ini Annisa bersama Amak dan Tek Isna akan pergi ke desa Nabatuang untuk bertemu dengan Neneknya (Ibu dari Amaknya). Pukul tujuh pagi bertiga mereka menuju desa Nabatuang dengan berjalan kaki. Annisa meminta Amaknya untuk membelikan roti buat neneknya. Sekitar lebih kurang satu jam perjalanan akhirnya mereka sampai juga di rumah sawah itu. Rumah sawah itu jauh dari keramaian. Sekitar rumah ada kolam ikan. Di depan kolam ikan maka yang Nampak hanyalah sawah yang membentang. Tidak jauh dari belakang rumah ada sungai. Diseberang sungai baru ada rumah tetangga. Disamping rumah ada air pancuran tempat mencuci ataupun mandi. Dari kejauhan Annisa berlari sambil memanggil-manggil “Nek....., Nenek....., Annisa ating Nek”. Dari dapur keluarlah seorang nenek sambil memandang arah datangnya suara. Beliau tersenyum memandang Annisa “Annisa.....,”. Ucap dibibirnya. Annisa mencium tangan Neneknya dan memeluknya. “Kamu sudah besar Annisa....”. kata Nenek sambil berlinang air mata. “Nenek mengapa di sini tinggalnya, mengapa tidak di Simpang ?”. Tanya Annisa. Mereka duduk dibawah pohon yang ada tempat duduknya. “Nenek di sini bersama Atuk. Mengurus sawah kita yang di sini”. Jawab Nenek. “Ini Nek, Annisa bawakan Nenek roti, dimakan ya Nek”. Kata Annisa lagi. “Isna pergilah masak nasi, nanti kita makan bersama”. Kata nenek pada Tek Isna. “Amak kesimpanglah kita hari ini. Biar Amak bisa bertemu dengan Mamak Ujang ”. . “Tidak usah Meli. Mamak Ujangmu sudah ke sini kemaren, menemui Amak”. Jawab Nenek. “Benar Nek ?, Atuk ke sini ?”. Tanya Annisa lagi. “Iya benar. Mamakmu lama di sini kemaren. Banyak yang disampaikan pada Amak”. “katanya besok ia akan kembali ke Solok, karena mertua beliau sudah beransur membaik”. Kata Nenek. “Nenek. Jadinya Annisa tidak bisa lama-lama bersama Nenek. Karena nanti sore Atuk Solok akan menjemput Annisa balik ke Mudiak dan besoknya kembali ke Solok”. Kata Annisa agak bersedih. “Tidak apa-apa Annisa. Yang penting kita sudah bertemu”. Kata nenek dengan suara datar seperti tidak ada kesedihan. Seusai makan bersama Annisa , Amak dan Tek Isna kembali ke Desa Simpang . sebelum berpisah dengan Neneknya, Annisa dinasehati oleh nenek “Annisa kamu yang rajin sekolahnya ya, patuhi kata Atuk Solok dan Istrinya. Semoga kamu jadi orang yang berguna kelak” . “Insya Allah Nenek”. Jawab Annisa.

Sekitar pukul lima sore Atuk Solok ating menjemput Annisa dengan menggunakan motor yang kemaren juga. Sementara itu Annisa sudah siap untuk balik ke Mudiak. Semua sanak saudara sudah berkumpul dihalaman termasuk beberapa orang tetangga. “Mari kita berangkat Annisa”. Ajak Atuk Solok. Annisa bersalaman dengan semua anggota keluarga besarnya, terakhir ia bersalaman dan memeluk Amaknya. Ada rasa sedih berpisah dengan Amak dan anggota keluarga yang lain. Tanpa terasa air mata Annisa sudah membasahi pipi. Saat berpelukan Annisa membisikan pada Amaknya “Makkk, sekali-kali nanti Amak tetap harus kunjungi Annisa ke Solok ya “. “Insya Allah Nak”. Jawab Amak. “Benar ya, Makk”. Sambil mengusap kepala Annisa Amak berkata “Iya, Amak usahakan. Kamu harus rajin belajar, nurut sama Atuk Solok dan Nenek ya”. “Doakan Annisa ya Mak”. “pasti Amak akan selalu doakan kamu, Annisa. Lihat Atuk sudah kelamaan menunggu, ayo naik motornya”. Perintah Amak. Annisa naik dibelakang dibonceng Atuk kembali. Annisa mengucapkan salam dan melambaikan tangan sampai belokan dipersimpangan jalan. Dalam perjalanan itu Annisa banyak diam. Dalam hati ia berkata “Kapan aku akan kembali kesini, untuk bertemu Amak lagi ya ?. Aku tidak tahu. Amakkk, aku akan selalu merindukanmu ....” . Demikian yang terucap dihatinya.

Saat azan magrib Annisa dan Atuk sampai di rumah keluarga Nenek Rosni. Selesai solat magrib adik-adik Wandi, Doni, Yeyen, Rita dan Lili sudah berkumpul di runga tengah. Adik perempuan Nenek dan adik laki-laki beliau juga ikut duduk bersama termasuk Nenek dan Atuk. “Bagaimana Rosni, besok kita jadi beraangkat kembali ke Solok ?”, Tanya Atuk pada Nenek. “Bagaimana kalau diundur sampai lusa Uda, karena rencana kami besok mau berkunjung ke ladang. Kata adik-adik manggis sedang berbuah “. “oh begitu. Boleh”. Jawab Atuk. Mendengar kalau besok akan ke ladang, kami anak-anak gembira sambil berteriak “Ye...ye..., kita besok ke lading....., memetik buah manggis”. “Kak Annisa jadi juga kita keladang memetik manggis”. Kata Yeyen. Annisa hanya tersenyum menanggapi perkataan Yeyen. “Besok kita bawa nasi ya Mak Wo”. Pinta Doni. “Ya , kita akan makan di ladang”. Jawab Nenek yang dipanggil Mak Wo oleh Anak-anak adik belliau. “Rita boleh ikut Mak Wo ?. Tanya rita yang usianya paling muda . “Rita tidak usah ikut”. Kata ibunya, Tek Mimi. “Kamu nanti kecapaian, siapa yang akan menggendong ?. kata Tek Mimi lagi “Aku kuat Ibu jalan sampai ke ladang tanpa digendong. Aku kan sudah besar ?”. kata Rita bersemangat. “Janji kamu nanti tidak akan minta-minta digendong Rita ?”. Tanya Lili . “Janji Uni Lili. Aku akan jalan sampai ladang dan tidak akan nangis minta gendong”. Rita bersikeras ingin ikut. “Baiklah, besok semua anak-anak ikut. Dengan syarat jalan kaki pulang pergi tanpa ada yang minta digendong”. Nenek memutuskan sambil memandang pada Rita. “horeee, aku ikut ke ladang......”. kata Rita dengan wajah gembiranya. Kesepakatan telah diambil . kemudian mereka lanjutkan dengan makan malam bersama. Nenek menyuapi Ayek terlebih dahulu. Sepertinya selera makan Ayek sudah lebih banyak dari awal nenek ating beberapa hari yang lalu. Annisa ikut senang melihat Ayek yang sudah beransur pulih.

“Naik ..., naik,,, kepuncak bukit, tinggi – tinggi sekali...... naik...., naik... kepuncak bukit tinggi – tinggi sekali.... kiri...., kanan kulihat saja banyak pohon pohonan. Kiri... kanan kulihat saja banyak pohon-pohonan:. Itu adalah suara Annisa dan adik-adik sepupunya yang menyanyi disepanjang jalan menuju ladang. Terkadang terdengar canda tawa mereka bersama. Atuk, Nenek, dan adik laki-laki beliau Uda Anas berjalan di belakang anak-anak. Mereka sudah tahu jalan ke ladang. Mereka tidak takut tersesat. Nenek membawa bungkusan besar yang dijujung diatas kepala. Atuk membawa parang dan karung ,sedangkan uda anas membawa air satu cerek besar. Annisa dan Yeyen juga ikut membawa cerek yang berisi air berukuran sedang. Cerek itu tangkainya dimasukan kedalam sebuah kayu. Kedua ujung kayu dipegang masing-masing oleh Annisa dan Yeyen. Setiap berpapasan dengan orang-orang di jalan mereka selalu menanyakan kemana kami akan pergi. Terkadang Nenek yang menjawab. Terkadang salah seorang diantara kami anak-anak yang menjawab.

Sesampai diladang yeyen berkata pada Annisa “Kak Annisa kita sudah sampai. Mari kita letakan air ini di dalam pondok”. “Mari”. Jawab Annisa. Rupanya diladang dibuatkan pondok kecil tempat beristirahat. Annisa memperhatikan sekeliling ladang. Ada sekitar sepuluh pohon manggis yang sedang berbuah lebat. Pohonnya belum terlalu tinggi. Kami anak-anak dapat meraih dahan pohon yang ada buahnya. Wandi, Doni, serta uda Anas sudah sampai di atas pohon manggis. Manggis yang telah matang dan dapat diraih oleh tangan mereka, mereka petik dan langsung dimasukan ke dalam mulut mereka. Begitu juga Llili, Rita berlarian menuju pohon manggis dan berusaha meraih manggis yang matang dengan tangan sambil melompat-lompat. Selain manggis ladang juga ditanami pohon rambutan. Ada sekitar sepuluh batang pohon rambutan. Buah rambutan masih kecil-kecil. Lalu juga ada pohon duku serta beberapa pohon durian. Disebelah barat ditanami pohon karet . wahhh, ternyata ladang nenek luas juga. Ternyata pohon manggis dan pohon rambutan bibitnya Atuk yang membeli di Solok. Annisa baru ingat kalau di Simpang juga ada beberapa pohon rambutan yang ditanam sekita pekarangan rumah. Itu juga dari Atuk.

“kak Annisa tolong diraih dahan yang itu...”. kata Rita sambil menunjuk kearah dahan yang agak tinggi. Annisa segera membantu Rita. Dari belakang pondok nenek membawa penggalan panjang, lalu diberikan pada Atuk. Uda Anas memanjat pohon manggis dan memetik buah-buah manggis yang telah matang lalu memasukan ke dalam karung yang dibawa Atuk dari rumah tadi. Yeyen dan Lili asyik bermain tebak-tebakan isi manggis yang mereka dapat. Terkadang tertebak oleh Yeyen. Terkadang tidak tertebak oleh Lili. Tawa mereka berderai bila tertebak ataupun tidak tertebak. Annisa, Rita, Lili, dan Yeyen ikut membantu mengumpulkan manggis yang berjatuhan yang dikait Atuk dari bawah. Akhirnya tiga karung besar penuh terisi manggis. Kami semua beristirahat di pondok sambil memakan manggis. “mari kita makan. Hari sudah tinggi. Terlalu banyak makan manggis nanti kalian sakit perut, karena perutmu dalam keadaan kosong”. Kata nenek. Kami pun menuruti ajakan Nenek. Kami makan pakai sambal lado ikan teri dengan sayur daun ubi yang direbus sama campuran rimbang. Juga ada ating ayam yang dimasak oleh Etek Aida kemaren. Kami makan sangat lahap, mungkin sudah sangat lapar.padahal tadi sebelum makan kami agak merasa kenyang karena banyaknya manggis yang kami makan.

Selepas lohor kami baru turun dari ladang. Ketiga karung itu dibawa memakai gerobak. Uda Anas dan Atuk bergantian mendorong gerobak sampai rumah. Annisa dan anak-anak Eteknya melanjutkan aktivitas mereka dengan bermain petak umpet sampai waktu asyar ating. Setelah azan selesai Tek Aida memanggil semua anak-anak untuk segera solat. Kami semua bubar. Annisa Yeyen, Rita dan Lili langsung mandi sore di sungai sekitar sepuluh meter dari depan rumah Nenek. Selesai mandi mereka baru solat asyar. Lili menghidupkan televise. Acara ating Republik Indonesia baru buka yang diiringi lagu Indonesia Raya. Pengacara lalu membacakan susunan acara sampai pukul 24.00. hari ini. Seperti biasa acara ating selalu dibuka dengan tayangan film kartun untuk anak-anak. Ada film scobyduuu, film donal bebek, film superman. Annisa dan adik-adiknya asyik menonton film kartun sampai pukul setengah enam sore. Malam hari Annisa membantu Nenek menyiapkan pakaian mereka , memasukan semua pakaian Atuk, Nenek dan Annisa ke dalam tas. Selesai solat isya anak-anak langsung tertidur pulas. Mungkin karena mereka seharian sudah kecapaian pulang dari ladang .

Meski pagi ini udaranya sangat dingin,namun Annisa tetap mandi. Dari pukul setengah lima nenek sudah membangunkan Annisa. Sedangkan nenek katanya bangun dari pukul empat pagi. Annisa memperhatikan nenek dan Atuk rupanya sudah selesai mandi. Maka cepat annisa membawa langkahnya menuju kamar mandi. Meski air juga terasa sangat dingin , Annisa tetap megguyurkannya ketubuhnya. Selesai mandi nenek mengoleskan minyak kayu putih kepunggung dan perut Annisa. Kata beliau agar tidak masuk angin karena udara yang dingin. Selesai azan berkumandang, mereka melaksanakan kewajiban sebagai muslim menghadap Sang Pencipta Alam Semesta. Setelah itu kami turun dari rumah keluarga Nenek yang sebelumya telah meminta izin dan maaf pada Ayek. Annisa menghampiri Yeyen, Lili, dan Rita yang masih terlelap dengan nyenyak. Sambil menggoyang-yoyangkan tubuh yeyen Annisa berkata “ Yeyen, Uni berangkat lagi”. “Mmmm,”. Ia menjawab dengan mata masih tertutup . “Yeyen, Lili, Rita, Uni berangkat. Bangunlah sebentar” Annisa membangunkan sekali lagi. “ Lili, membuka matanya sambil menguap. Kemudian diperhatikannya Annisa sudah rapi .”Uni berangkat Lili”. Kata Annisa pamit pada Lili. “Ya , Uni. Sampai jumpa lagi”. Kata Lili sambil mendekati Annisa dan saling berpelukan. Tidak beberapa lama kemudian datanglah bus yang akan membawa Annisa, Atuk dan Nenek kembali ke Solok. Sampai di Simpang rupanya Amak , Mak Tuo, Pak Tuo, dan Tek Isna, menunggu kedatangan bus yang kami tompangi. Mereka hanya ingin mengucapkan salam perpisahan. Hanya dari balik kaca jendela mobil saja kami bersalaman. Pas sampai bersalaman dengan Amak, Annisa kembali meneteskan air mata. “ingat ya Annisa nasehat Amak yang kemaren”. Hanya kata-kata itu yang terucap oleh Amak saat mencium pipi Annisa. “Ya , Mak, Insya Allah Annisa akan ingat nasehat Amak” jawabnya. Setelah semua penumpang naik di Simpang, kembali bus yang kami tompangi melaju melanjutkan perjalanan sampai ke tujuan.

SAAT YANG MENDEBARKAN

Tahun ini Annisa sudah duduk dibangku kelas enam dan sudah memasuki semester kedua. Prestasi Annisa di sekolah tidak terlalu menonjol dan tidak pula terlalu kurang. Ia selalu rajin mengulang pelajaran setiap hari baik ada pekerjaan rumah ataupun tidak ada pekerjaan rumah yang diberi Bu guru. Murid-murid kelas enam termasuk murid yang rajin dan cerdas. Saat ini wali kelas enam benama Bu Masni. Usia beliau mungkin sudah mendekati lima puluhan namun raut wajahnya seperti masih berumur tiga puluhan. Wajahnya teduh dan suaranya juga lembut. Bu Masni jarang sekali marah. Beliau baru akan marah pada muridnya yang berbicara atau tidak menyimak saat beliau menjelaskan pelajaran atau ada muridnya yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah, atau ada yang melanggar disiplin sekolah atau ada yang berkelahi.

Saat upacara bendera hari senin kemaren Ibu Kepala sekolah yang bernama sudah menyampaikan kalau ujian EBTANAS kelas enam tinggal lebih kurang satu bulan lagi. Beliau meminta kepada murid kelas enam untuk lebih giat lagi belajarnya. Sehubungan dengan itu maka Bu Masni meminta kami membuat kelompok belajar di rumah yang beranggotakan paling banyak lima orang. Annisa satu kelompok dengan Anita, Siti, Imelda dan Rina. Mulai hari ini kami akan belajar berkelompok di rumah setiap hari secara bergilir yang dimulai dari rumah Imelda, siti, Annisa, Rina dan Anita. Belajar dimulai dari pukul tiga sore sampai pukul empat sore. Sesampai di rumah Annisa menyampaikan tentang ini kepada nenek Rosni “Nek, mulai hari ini Annisa dan teman-teman akan belajar sore di rumah teman secara bergiliran. Hari ini di rumah Imelda Nek”. “Rumah Imelda dimana Annisa ?”. “di simpang Piliang Nenek”. Jawab Annisa. “Ini di suruh ibu lho nek, karena sebentar lagi kami akan mengikuti ujian EBTANAS”. Annisa menjelaskan. “Boleh, asal belajarnya sungguh-sungguh ya. Jangan hanya ngobrol saja tak ada hasil”. Kata nenek lagi. “Tidak nenek . kami hanya focus pada belajar, tidak membicarakan yang lain-lain”. “Baiklah Nenek izinkan”. Jawab nenek akhirnya. “Makasih Nek”. Ucap Annisa.

Selesai mengerjakan tugas rumah membantu nenek memasak, mencuci piring, menyapu rumah dan mengambil air minum barulah kemudian Annisa berangkat menuju rumah Imelda dengan jalan kaki. Jarak rumah Annisa dengan rumah Imelda sekitar lima ratus meter. “Nenek, Annisa berangkat”. “hati-hati di jalan “. Jawab Nenek.

“Assalamualaikum”. Annisa sampai di depan rumah Imelda. Disana sudah ada Siti dan Anita. “Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh”. Mereka bertiga serentak menjawab. “Maaf, aku terlambat sedikit teman-teman” kata Annisa. “Kami juga belum lama tiba”. Kata Anita. “Assalamualaikum”. Terdengar suara Rina mengucap salam dari luar. “Waalaikum salam”. Jawab mereka berempat. “Masuk Rina, kita belajarnya di sini”. Ajak Imelda. Kami belajar di ruang belakang rumah Imelda. “Mari kita mulai teman-teman “. Ajak Siti. Hari ini kami membahas materi IPA dan IPS Setelah membaca kemudian kami melakukan Tanya jawab secara bergantian . selama satu jam kami belajar yang terkadang diiringi canda bila ada yang lucu. Kegiatan ini kami lakukan sampai mendekati hari ujian. Semua murid kelas enam bersemangat belajar. Disekolah, dibelajar kelompok, dan belajar sendiri saat malam di rumah. Jika ada materi pelajaran yang masih kurang kami mengerti saat belajar kelompok, keesokan hari kami akan minta Ibu guru menjelaskannya kembali. Begitulah Annisa dan teman-teman sekelas mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian akhir kelas enam yang dikenal dengan sebutan EBTANAS.

Hari yang dinantipun tiba . murid-murid sekolah Annisa melaksanakan ujian EBTANAS di sekolah inti yang telah ditentukan pihak Dinas Pendidikan Kecamatan yaitu ke SD Inpres Bawah Bungo. Lokasi sekolah ini memang cukup jauh dari rumah dan sekolah Annisa dan teman-temannya. Jaraknya lebih kurang satu kilo meter. Kemaren hari Minggu Annisa dan teman-teman telah mencek lokasi sekolah tersebut beserta kelas tempat mereka duduk melaksanakan ujian. Mereka bersepakat untuk berangkat senin pagi lebih cepat dari yang biasa agar tidak terlambat sampai dilokasi ujian. Ujian EBTANAS dilaksanakan selama tiga hari. Setiap hari selama ujian disore hari semua teman-tema Annisa tetap melaksanakan belajar kelompok seperti biasa. Mereka tak kenal lelah. Tujuan yang ingin mereka wujudkan semua murid kelas enam lulus dengan nilai yang baik.

Lonceng jam terakhir pelaksanaan ujian berbunyi. “Horeeeee, Horeeee,,Horeeeee”, semua murid-murid keluar kelas bersorak kegirangan. Wajah –wajah tegang mereka beberapa hari ini mencair seperti gunung es. Ada perasaan lega yang mereka rasakan. Semua murid-murid segera menuju pulang ke rumah masing-masing. Annisa, Siti, Desi, Imelda berjalan berbarengan “Teman-teman kita jajan es krim dulu yuk”, ajak Imelda. “Ayo”, jawab Siti. “maaf, aku ngak lah. Uangku sudah habis jajan waktu istirahat tadi”, kata Annisa. “Ayolah Annisa, aku masih punya uang lebih. Biar aku yang traktir kamu”, kata Desi. “baiklah , aku ikut. Tapi sebelumya aku ucapkan terimakasih dahulu ya Desi”, kata Annisa lagi. Jadilah mereka mampir di warung penjual es krim. Selesai jajan barulah mereka pulang ke rumah masing-masing dan berjanji besok jumpa kembali di sekolah.

Meski ujian akhir telah selesai, namun murid kelas enam tetap diwajibkan ating ke sekolah guna mempersiapkan acara perpisahan dengan adik-adik kelas dan para guru. Acara perpisahan itu rencananya akan dilaksanakan lima belas hari yang akan ating jatuhnya pada hari Sabtu. Acara perpisahan itu diisi dengan menampilkan berbagai bakat mulai dari menyanyi, menari, ating dan drama pendek. Semua murid kelas enam harus ikut minimal dalam satu pertunjukan. Untuk nyanyi, ada paduan suara yang diikuti semua murid kelas enam. Ada vocal grup yang beranggotakan tujuh orang murid. Lalu ada drama pendek yang diperankan oleh sepuluh orang siswa dan ada ating yang perankan oleh tiga orang siswa. Tidak ketinggalan beberapa tarian minang akan mereka pertunjukan seperti tari piring dan tari rantak. Dan juga ibu wali kelas enam minta agar ada kata perpisahan dari salah seorang murid kelas enam . Kegiatan-kegiatan itu yang mereka latih selama empat belas hari . selain murid kelas enam kelas lima sampai kelas satu juga mempersiapkan satu pertunjukan yang akan ditampilkan dalam acara perpisahan itu.

Dihari ke tiga belas yang jatuh dihari Jumat, semua murid SD Pertiwi sibuk termasuk para guru. Menghias pentas dikerjakan bersama oleh murid kelas empat dan lima yang diawasi oleh beberapa orang guru. Murid-murid yang ikut mengisi acara diminta latihan untuk terakhir kalinya dan juga diawasi oleh beberapa orang guru. Ibu kepala sekolah sibuk menyiapkan dan mengantar undangan ke kantor dinas kecamatan serta ke sekolah lain yang berada dalam rayon yang sama. Persiapan ruangan dan pentas baru selesai setelah pukul empat sore. Semua sudah tertata dengan ating indah dengan beraneka hiasan dan bunga-bunga. Murid-murid yang ikut mengisi acar diminta ating lebih awal untuk berhias yang akan dibantu oleh beberapa orang guru.

“Nenek pukul berapa nanti ke sekolah. Jangan sampai terlambat ya , Nek”, kata Annisa saat sedang sarapan. “Dalam undangan pukul Sembilan ya. Insya Allah nenek berangkat pukul delapan tiga puluh”, jawab nenek Rosni. “Atuk tidak ikut Tuk ?”, Tanya Annisa pada Atuknya yang sedang memakai sepatu. “Nenek saja yang ating ya, Atuk hari ini masuk kantor harus pagi. Maaf ya Annisa , Atuk tidak bisa ating”, Kata Atuk lagi. “Tidak apa-apa Tuk. Yang penting salah seorang orang tua atau wali ikut menghadiri. Begitu kata ibu guru kemaren”, jelas Annisa lagi. Atuk pamit terlebih dahulu yang kemudian diikuti Annisa juga pamit pada neneknya. Annisa berangkat berbarengan dengan Nela tetangga baru yang juga adik kelasnya. Dijalan Annisa bertemu Desi dan Tono.

Sesampai di sekolah murid-murid yang ikut acara perpisahan telah banyak yang ating. Ibu guru yang akan merias mereka pun juga sudah ating. Dengan sigap dan cekatan ibu guru bekerja . Semua undangan sudah ating mulai wali murid kelas enam , guru dari sekolah satu rayon, Pak Lurah, dan Bapak pengawas. Semua siswa dari kelas satu sampai kelas enam dipersilahkan masuk dan duduk pada kursi yang telah disediakan. Tepat pukul Sembilan pagi acara dibuka oleh dua orang murid kelas lima selaku pembawa acara. Acara dibuka dengan pembacaan alquran oleh teman Annisa Ade . kemudian nyanyi selamat ating oleh wakil-wakil murid kelas satu sampai kelas enam. Setelah berbagai kata sambutan mulai dari kepala sekolah, Pak Lurah sampai pada Bapak Pengawas barulah acara hiburan ditampilkan. Tepuk tangan penonton yang riuh rendah setiap selesai satu penampilan membawa kebahagiaan dan kepuasan tersendiri bagi murid-murid yang tampil.

Penampilan yang terakhir adalah sepatah kata perpisahan dari salah seorang murid kelas enam yang diwakili oleh Desi. Annisa dan teman-temannya tak dapat menahan air mata mereka saat Desi mengucapkan kata-kata “ Terimakasih Bapak, ibu guru kami atas semua ilmu yang diberikan pada kami. Kami yang dahulu ating tidak tahu apa-apa, namun sekarang dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dari yang tidak paham menjadi paham. Akhlak kami yang dahulunya jelek sekarang sudah menjadi lebih baik. Tidak bosan-bosannya Ibu-ibu dan Bapak guru membimbing dan menunjuk ajari kami. Jasamu tak dapat kami balas Bapak dan Ibu guru. Hanya doa yang akan kami titipkan untukmu sepanjang hidup kami. Semoga Dia Allah jualah yang akan membalas jasa-jasamu Ibu Bapak Guru kami. Sebagai kenangan dari kami terimalah sebuah bingkisan dari kami murid-muridmu. Kok sagumpa tolong gunuangkan. Kok satitiak tolong lauikan”. Semua murid kelas enam naik ke pentas diikuti ibu dan bapak guru untu menerima cendramata. sambil berurai air mata kami murid kelas enam bersalaman dengan semua majelis guru. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu “Himne Guru”.Setelah semua acara selesai dilakukanlah makan siang bersama orang tua, guru , murid, dan para undangan.

Selesai makan siang para undangan pulang , semua siswa kembali merapikan dan membersihkan lingkungan sekolah. Barulah sekitar pukul lima sore kegiatan bersih-bersih itu selesai dikerjakan. Sebelum pulang ibu kepala sekolah berpesan kepada murid kelas enam agar ating hari senin pukul sepuluh pagi untuk melihat pengumuman kelulusan.

Seperti yang diminta kepala sekolah. Pukul sepuluh semua murid kelas enam sudah hadir semua. Namun sampai pukul sebelas belum juga ada tanda-tanda pengumuman akan dikeluarkan . semua murid kelas enam merasa cemas dan takut, kalau-kalau mereka tidak lulus. Murid perempuan duduk berkelompok-kelompok dan saling membicarakan kegelisahan mereka. Begitu juga dengan Annisa dan teman-temannya. “Desi, bagaimana kalau nomorku tidak keluar ?”, Tanya Siti yang terlihat jelas diwajahnya rasa takut . “Aku juga tidak tahu, bagaimana nasibku. Apakah aku lulus atau tidak ?”, Annisa juga menyampaikan kekawatirannya. “Aku juga takut menunggu pengumuman ini”, kata Upik . “Tenang teman-teman. Kita sudah berjuang sesuai kemampuan kita. Ada baiknya kita berdoa, semoga kita semua lulus”, Desi menenangkan teman-temannya.

“Anak-anak. Silahkan lihat hasil kelulusan kalian pada kertas yang telah ibu temple pada kaca jendela kantor ini”, tiba-tiba terdengar Ibu Masni wali kelas enam member pengumuman. Serentak murid kelas enam berhamburan mendekati kantor dan melihat kaca jendela yang dimaksud. Mereka berdesak-desakan mencari nomor ujian mereka masing-masing. Bagi murid yang telah melihat nomor ujiannya ada pada kertas itu bersorak kegirangan. Bagi mereka yang belum menemukan semakin cemas hatinya. Annisa belum menemukan nomor ujiannya bersama beberapa orang teman lainnya. “Ya Allah... mana nomorku. Apakah aku tidak.....,” tiba-tiba matanya tertuju pada nomor yang dimaksud. “Alhamdulillah, Aku lulus...”, ia keluar dari kerumunan itu dan mendekati teman-temannya yang lain. “Siti, Upik, Imelda, Eva, Desi, Aku lulus....”, dengan gembira mereka saling berjabatan tangan. Rupanya semua murid kelas enam SD Pertiwi lulus seratus persen. Lalu mereka bersama masuk kantor majelis guru mengucapkan terimakasih pada para gurunya. Setelah itu mereka pulang ke rumah masing-masing dengan wajah bahagia diiringi senyum dibibir.

“Desi kamu mau masuk ke SMP mana?”, Tanya Upik . “Rencananya aku mau masuk ke SMP 4”, jawab Desi. “Aku juga”, kata Eva. “aku juga ke SMP 4 “, Imelda ikut memberitahukan. “Kamu Annisa ?”, Tanya Desi. “Aku juga, biar kita tetap bersama”, jawab Annisa. Mereka sepakat akan mendaftar di SMP yang sama.

“Atukkk, Nenekkk, Alhamdulillah Annisa lulus...”, itu kata yang pertama disampaikan Annisa sewaktu sampai depan pintu rumah. “Syukur Alhamdulillah..., kamu lulus Annisa”. “Selamat cucu Atuk lulus. Atuk turut senang”, Atu dan nenek merasa bahagia mendengar berita kelulusan Annisa. “Kamu mau masuk SMP mana Annisa ?”, Tanya Atuk. “Annisa masuk ke SMP 4 saja Atuk. Teman-teman banyak yang melanjutkan ke sana”, jawab Annisa. “Boleh Atuk, Nek ?”. “Boleh ya Nenek”, kata Atuk pada Nenek Rosni. “Boleh..., kapan mendaftarnya nanti Nene kantar”, kata Nenek lagi. “Makasih Nenek, Atuk. Sudah mau menyekolahkan Annisa”, katanya lagi. “Atuk akan sekolahkan kamu sampai perguruan tinggi Annisa. Agar kamu punya ilmu yang tinggi dan hidupmu nanti berguna bagi ating manusia”. Mendengar pernyataan Atuk itu Annisa merasa terharu, meski ia belum mengerti apa itu perguruan tinggi.

BERSAMA KEMBALI

Matahari pagi bersinar cerah dari ufuk timur. seisi alam menyambut dengan riang gembira. Meski dari sore kemaren hujan turun membasahi bumi, namun pagi ini burung-burung bernyanyi dengan rianganya menyambut pagi. Hari ini merupakan hari pertama Annisa dan teman-temannya duduk di bangku SMP. Memakai baju putih dan rok dongker. Wajah-wajah mereka berseri dan penuh harapan menuntut ilmu disekolah yang baru, teman-teman baru, dan ibu bapak guru yang baru. Bel panjang berbunyi. Semua siswa khusus kelas satu diminta berkumpul dilapangan. Kepala sekolah mengumumkan kalau selama tiga hari siswa baru akan dilakukan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Kegiatan akan dilakukan di dalam ruang dan diluar rungan. Semua siswa baru wajib mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan akan dipandu oleh kakak-kakak dari OSIS guru-guru pembimbing yang telah ditunjuk. Selama dalam proses kegiatan siswa baru harus telah mengenal teman-teman baru, kakak-kakak kelas, serta para guru. selama tiga hari kegiatan diikuti dengan penuh semangat. Memasuki hari ke empat barulah mereka mulai melakukan kegiatan belajar. Ternyata Annisa hanya satu kelas dengan Upik dan Tono dari sekolah yang sama. Siti, Rina, dan Desi berada di kelas yang sama. Begitu juga Eva, Anita, dan Joni mereka satu kelas. Mereka sekarang harus berbaur dengan teman-teman dari sekolah yang berbeda. Annisa duduk sebangku dengan teman baru yang bernama Maya. Upik sebangku dengan Santi. Tono duduk dengan Marfel teman barunya. Dikelas yang baru kami punya seorang wali kelas yang cantik. Orangnya putih tinggi dengan rambut ikal sebahu. Beliau mengajar matematika .beliau bernama Ibu Surya Idea.

Ibu Surya menyampaikan kepada kami. “Sekarang kalian semua adalah siswa siswi SMP 4 . jadi kalian harus menjaga nama baik sekolah kita. Jaga persatuan. Kamu semua meski berasal dari sekolah dasar yang berbeda-beda,tapi mulai sejak masuk dan diterima disekolah ini kamu semua adalah bersaudara. Tidak boleh saling berkelahi. Bisa dipahami?”, demikian yang disampaikan wali kelas kami . Kemudian dibentuklah struktur kelas . ketua kelas terpilih anak yang bernama Yanto. Wakil ketua bernama April. Bendahara terpilih Annisa. Sekretaris Yuni dan keamanan terpilih Dodi.

Meski Annisa tidak satu kelas lagi dengan teman-teman yang dari satu SD dahulu. Sekali-sekali terkadang mereka melakukan pertemuan. Misalnya saat jam istirahat. Mereka berjumpa dan saling berbagi cerita satu dengan lainnya. Atau mereka saling bertukar informasi tentang pelajaran.

Sepulang sekolah Annisa mampir ke rumahnya Santi guna menyelesaikan tugas kelompok mata pelajaran IPS. Annisa pulang ke rumah agak terlambat dari yang biasanya. Sesampai di rumah nenek bertanya “mengapa kamu terlambat pulang Annisa?”. “Maaf nenek. Annisa menyelesaikan tugas kelompok pelajaran IPS untuk besok di rumah Santi”. “Di mana rumahnya”, Tanya nenek lagi. “Di Lubuak Sikarah Nek. Kalau pulang dulu , rasanya terlalu capek balik lagi nenek. Makanya kami menyelesaikannya langsung sepulang sekolah”, jelas Annisa. “benar, kamu tidak sedang berbohong pada nenek ?”, nenek menatap wajah Annisa. Seperti sedang menyelidiki. “Benar Nek, Annisa tidak bohong”, jawab Annisa sambil menatap neneknya sesaat. “Annisa, nenek tidak suka pada anak yang suka bohong ya. Kamu sudah bertambah besar. Sebagai anak perempuan kamu harus menjaga langkahmu, sikapmu, dan perkataanmu. Agar hidupmu selamat dan cita-citamu kelak tercapai”. “ya ,nenek. Annisa mengerti”, jawabnya lembut. Seperti itulah nenek Rosni mendidik Annisa. Beliau akan langsung memberikan nasehat pada Annisa dengan lembut bila ada sesuatu yang harus beliau tegur.

Malam hari selesai belajar, Annisa dipanggil Atuk. “Annisa, sini sebentar. Ada yang ingin Atuk sampaikan”. Tiba-tiba Annisa kaget. Dalam hatinya apakah tentang ia yang pulang terlambat siang tadi yang akan disampaikan Atuk ?. mungkin aku akan kena marah oleh Atuk. “Duduk Annisa”, pinta Atuk. Annisa duduk dekat nenek. Annisa menundukan kepalanya. Ia tidak berani menatap Atuk. Hatinya ciut dan bersiap-siap menerima amarah dari Atuknya. “Annisa.”, Atuk mulai bicara. “Annisa tadi amakmu menelpon di kantor pada Atuk”. Mendengar kata Amak spontan Annisa mengangkat kepalanya “Apa kabar amak tuk?”, Tanya annisa . “Amakmu meminta kita pulang besok ke kampong. Amak dan Bapakmu mau rujuk kembali”. Mendengar kata rujuk, sebenarnya Annisa belum mengerti maksud perkataan itu. Sepertinya Atuk memahami apa yang ada dipikiran annisa lalu beliau melanjutkan “rujuk itu sama artinya amak sama bapakmu akan bersama kembali membangun rumah tangganya. Untuk acara itu maka kita perlu pulang kampong menyaksikan akatnya . bisa kamu minta izin agak dua hari meninggalkan sekolah ?”, Tanya atuk . “kita berangkat kapan Tuk ?”, Tanya annisa.”Besok pagi”. “kalau begitu Annisa buat surat izin untuk sekolah dan titip sama tisa untuk disampaikan pada guru yang mengajar besok di kelas”, kata annisa. “itu lebih baik”, jawab atuknya. Mulailah annisa menulis surat izin kemudian menemui Tisa , minta tolong disampaikan ke kelasnya besok. Lalu menyiapkan segala sesuatu untuk kepergiannya besok pagi.

Sudah lama pula Annisa tidak bertemu Amaknya. Terakhir amak ating sekitar enam bulan yang lalu. Saat itu amak tidak pernah membicarakan tentang niat beliau akan rujuk kembali bersama bapaknya. Annisa merasa senang amak dan bapaknya dapat bersama kembali. Tentulah nanti Annisa dapat merasakan seperti teman-temannya kebanyakan, berkumpul bersama kedua orang tua dan kedua saudaranya. Begitu yang ada dalam pikiran Annisa. Sesampai dikampung orang-orang di rumah sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu . Amak , Nenek, atuk, pak Tuo, mak Wo , tek Isna dan mamak-mamak menyambut kedatangan Atuk Solok dan istri beserta Annisa. Sesampai dikamar meletakan tas, annisa berkata pada Amaknya “Mak..., annisa senang amak sama bapak bersama kembali. Tapi mengapa baru sekarang mak ?”, kata annisa sambil duduk dipinggir tempat tidur. Amaknya juga duduk disamping annisa “sebenarnya sudah lama amak memikirkannya annisa. Tapi itulah keputusan ini amak ambil baru beberapa hari belakangan ini”. “bila amak sama bapak nanti sudah bersama lagi, annisa tinggal bersama amak dan bapak ya mak”. “nanti kita bicarakan lagi ya annisa kata amak. “bapak mana mak ?. annisa tidak lihat bapak dari tadi “. “bapakmukan masih di rumah nenekmu di Melayu”, jelas amak. “kapan bapak ke sini Mak”, Tanya annisa lagi. “nanti selesai solat isya”, jawab Amak. Lalu annisa pergi keluar kamar membantu pekerjaan yang bisa dilakukannya.

Ruangan lepas rumah gadang terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh dua tonggak besar di tengah. Kedua ruangan itu kini sudah terhidang beraneka makanan mulai dari nasi, lauk pauk, seperti ating, kalio, gulai, ating ikan, serta kue-kue .Lengkap dengan alat makan. Bagian paling ujung disediakan ruangan kosong untuk acara akat. Dihalaman terdengar suara sangat ramai. Rupanya rombongan bapak sudah ating. Mereka dipersilahkan duduk ditempat yang telah disediakan. Rupanya dalam rombongan itu sudah ada pak penghulu. Annisa sibuk dikamar memperhatikan amaknya yang sedang di rias oleh seseorang yang disebut tukang salon. Annisa senyum-senyum sendiri sambil memandang amaknya. “kenapa kamu senyum senyum sendiri Annisa ?, Tanya amak yang menampak annisa dari cermin. “Amak cantiiiik sekali”, puji annisa. Amaknya hanya tersenyum menanggapi pujian anaknya. Tiba-tiba seseorang masuk . rupanya Tek Isna “Kak, sudah siap. Sudah boleh keluar. Penghulu sudah menunggu”. Annisa menggandeng tangan amak menuju tempat penghulu dan bapaknya. Sampai dekat bapaknya annisa menyalami beliau dan duduk dekat bapaknya. Kedua saudaranya juga sudah duduk didekat bapak.

Rumah itu dipenuhi oleh orang-orang di desa Simpang. Mereka juga turut bersuka atas rujuknya warga mereka kembali. Alhamdulillah........, acara akat berjalan dengan ating. Kemudian dilanjutkan dengan membaca doa. Selesai berdoa semua para undangan dan tuan rumah yang laki-laki dipersilahkan makan. Kaum perempuan dapat giliran setelah bapak-bapak. Maka mulai malam itu bapak annisa sudah boleh tinggal di rumah keluarga besar Annisa. Malam itu Annisa tidur didekat neneknya (ibu dari amaknya). Karena sudah sangat kelelahan annisa tidur dengan sangat pulas sampai pagi ating.

Selesai sarapan, semua anggota keluarga besar berkumpul kembali diruang tengah rumah. Annisa duduk dekat amak dan nenek rosni sambil menyandarkan tubuhnya pada amaknya. Bapak annisa juga duduk dekat Pak Eteknya. Pembicaraan dibuka oleh Atuk solok. Beliau memberikan ucapan selamat pada amak dan bapak. Selanjutnya pembicaraan beliau banyak berisi nasehat pada bapak dan amak khususnya. Serta nasehat untuk semua keponakan beliau. Sebelum pembicaraan beliau tutup , Atuk Solok mempersilahkan jika ada yang ingin bertanya. Tiba-tiba annisa mengangkat tangannya “Atuk, boleh annisa bertanya ?. “Silahkan. Apa yang ingin kamu tanyakan annisa ?’, balik beliau yang bertanya. Atuk...., boleh sekarang annisa tinggal bersama amak dan bapak ?”, katanya. Semua memandang pada annisa tapi tidak mengeluarkan suara. “Kamu ingin tinggal di kampong kembali Annisa ?”, Tanya atuk memecah kesunyian. “Bagaimana dengan nenekmu Rosni, apakah kamu tidak kasihan meninggalkan beliau sendiri. Lalu bagaimana juga dengan cita-citamu ?’. mendengar pertanyaan itu annisa jadi tidak bisa menjawab. “kamu tetap tinggal sama Atuk Solok ya annisa”, amak bersuara. “Amak tidak ating pada annisa ya ?”, katanya lagi dengan suara yang terdengar serak karena menahan tangisnya. “bukan begitu nak. Amak ating padamu. Amak takut kalau kamu di ating mungkin amak sama bapakmu tidak akan sanggup menyekolahkanmu sampai tingkat perguruan tinggi”, kata amak lagi. Isak tangis annisa mulai terdengar oleh semua yang ada di ruang itu. Lalu terdengar nenek Rosni bersuara “kamu tidak senang selama ini tinggal bersama kami annisa ?. kami menyayangimu seperti anak kami sendiri. Nenek sudah sangattt saying padamu. Kamu tidak hanya cucu, keponakan, bagi Atukmu, tapi juga sebagai pengganti anak bagi kami. Insya Allah kami akan menyekolahkanmu sampai manapun kamu sanggup nanti”. Kemudian disambung oleh Atuk Solok “atuk beri kamu untuk berpikir satu hari ini Annisa. Apa pun keputusan akhirmu Atuk dan Nenek akan menerima. Bukan begitu Rosni ?, Tanya atuk pada istri beliau. Nenek hanya menganggukan kepalanya tanda beliau setuju dengan apa yang diucapkan Atuk.

Setelah pembicaraan itu, semua orang kembali pada aktivitas masing-masing. Atuk solok dan Nenek pulang ke rumah nenek di Mudiak. Rencananya besok atuk dan nenek ating kembali untuk mendengar jawaban annisa dan kembali ke Solok. Annisa duduk sendiri di belakang dapur dekat sumur. Annisa memikirkan kata-kata atuk Solok dan nenek rosni tadi. Disatu sisi hatinya ingin selalu dekat dengan amaknya ditambah lagi sekarang sudah ada bapaknya. Ia ingin merasakan berada dekat dengan kedua orang tua kandungnya. Selama ini ia selalu merasa iri pada teman-temannya yang ia lihat bercanda riang dengan kedua orang tuanya dan saudaranya, sepertinya mereka sangat bahagia. Annisa hanya ingin merasakan kebahagiaan yang dilihatnya dari teman-temannya itu. Namun disisi lain ia juga merasa senang selama ini berada dekat atuk dan nenek rosni serta teman-teman baik yang ada dilingkungan tempat tinggal mereka maupun teman-teman disekolahnya. Mulai ada rasa bimbang dihati annisa. Tiba-tiba “di sini kamu rupanya Annisa”, rupanya itu suara bapaknya annisa. Cepat-cepat ia menghapus air mata yang sejak tadi jatuh silih berganti. Beliau mengambil posisis duduk dekat dengan annisa. “Annisa boleh bapak bertanya ?”, katanya. Annisa hanya menganggukan kepalanya. “Apakah kamu tidak senang tinggal bersama Atuk Solok dan nenekmu ?”. lama baru annisa menjawab “Annisa senang tinggal bersama Atuk dan nenek Solok, bapak”. “Lalu mengapa kamu ingin tinggal bersama kami ?, Tanya bapak selanjutnya. “Bapak...., sebenarnya annisa hanya ingin merasakan bahagianya hidup bersama orang tua kandung. Dapat bermanja dengan amak...., seperti teman-teman annisa disana”. Tiba-tiba amak muncul dari dalam dapur. Rupanya beliau dari tadi menyimak dari dapur. Amak mendekati annisa dan memeluknya. Annisa balas memeluk amaknya sambil berurai air mata. “Amak mengerti perasaanmu Annisa.... kamu tidak salah nak. Amak dan bapaklah yang salah . meninggalkan kamu dan saudaramu karena keegoisan kami . maafkan amak annisa”, ucap amaknya. Bapaknya juga mengusap usap kepala annisa sambil berkata “Bapak juga minta maaf Annisa. Bapak salah. Egois. Tidak memikirkan kalian dimasa itu”. Maukah kamu memaafkan kami annisa ?, Tanya amaknya. Annisa hanya menganggukan kepalanya beberapa kali.

Beberapa saat kemudian amak berkata kembali “meskipun kami sudah bersama lagi, namun tidak ada salahnya bila kamu tetap tinggal bersama Atuk dan nenek di Solok. Kamu akan dapat mencapai cita-citamu. Kamu akan tetap jadi anak amak dan bapak meskipun kamu tinggal bersama atuk dan nenek. Kamu boleh ating ke amak dan bapak kapan pun kamu mau”. “ Bagaimana annisa kamu paham yang disampaikan amakmu ?”, Tanya bapaknya. “ya Pak, Amak, annisa paham yang amak sampaikan tadi”. Ucap annisa akhirnya. Annisa mengerti dengan keadaan ekonomi orang tuanya. Amak dan Bapak mengkawatirkan pendidikan dan masa depan annisa. Maka keesokan harinya jadilah ia kembali ke Solok bersama atuk dan nenek rosni. Atuk dan nenek senang mendengar keputusan annisa untuk tetap tinggal bersama mereka.

KABAR DUKA

Tanpa terasa bulan sudah berganti tahun. Saat ini annisa sudah duduk dikelas tiga SMP. Hubungannya dengan amak dan bapak serta saudaranya tetap terjalin dengan baik. Setiap liburan annisa selalu berada bersama keluarganya. Atuk dan nenek tidak pernah melarang bila annisa akan pergi kepada keluarganya. Selama berada ditengah keluarganya annisa selalu berusaha berada dekat amaknya. Tak sekejap pun ia ingin melewatkan kebersamaan dengan amak. Pergi kemana saja amak annisa selalu akan berada disisinya. Terkadang annisa minta amak tidur didekatnya. Amak pun merasa bahagia. Beliau tidak pula pernah melarang annisa untuk tidak ikut bersama beliau kemanapun ingin pergi. Ke ladang, ke sawah, ke pasar, memasak di dapur atau pergi mengunjungi keluarga yang lain. Amak sepertinya memahami keinginan anak perempuan satu-satunya. Annisa ingin melepaskan rasa kangen yang lama disimpan dihatinya.Setiap akan kembali ketempat atuk dan nenek selalu membuat annisa menangis meninggalkan amak. Beratttt hatinya meninggalkan amak. Seperti itu yang selalu terjadi selama lebih dua tahun ini. Terutama sejak orang tuanya kembali rujuk.

Tidak beberapa bulan lagi annisa akan menempuh ujian akhir. Setiap hari selama empat hari dalam seminggu pihak sekolah melakukan kegiatan jam belajar sore bagi kelas tiga. Sedangkan dipagi hari diadakan kegiatan belajar mulai dari pukul tujuh pagi. Dimalam hari annisa belajar sendiri mengerjakan tugas-tugas atau membaca buku. Hari-hari annisa sibuk belajar. Waktu untuk bermain sudah berkurang. Terkadang waktu untuk membantu nenek juga tidak sempat. Akan tetapi setiap ada kesempatan annisa selalu berusaha membantu pekerjaan neneknya.

Seperti biasa, pulang sekolah annisa baru sampai pukul tiga sore di rumah. Sesampai di rumah ia tidak menemukan nenek ataupun atuk. Tetangga memberitahu annisa kalau tadi nenek dan atuk pergi ke rumah sakit melihat ada family dari kampong masuk rumah sakit umum di kota ini. Sambil menukar pakaian annisa berpikir siapa orang yang dari kampong yang sakit ?. apakah keluarga nenek atau keluarganya. “Siapa yang sakit ?”, tanyanya pada diri sendiri. “bagaimana kalau aku pergi kerumah sakit ?”, katanya lagi. Lalu annisa memutuskan pergi ke rumah sakit dengan berjalan kaki. Jarak antara rumah sakit dengan tempat tinggal nenek tidak terlalu jauh. Paling habis waktu sekitar dua puluh menit. Maka berangkatlah annisa menuju rumah sakit umum. Sesampai disana ia mencari-cari disetiap ruang kamar. Namun ia tidak menemukan atuk ataupun neneknya. Ia bingung rumah sakit mana nenek dan atuk pergi katanya. Rumah sakit di kota ini hanya ada dua .satu rumah sakit umum dan yang satu lagi rumah sakit tentara. Apa mungkin rumah sakit tentara pikir annisa kemudian.

Annisa terus berjalan menyusuri trotoar . jarak ke rumah sakit tentara cukup jauh memakan waktu setengah jam berjalan kaki. “Siapa yang sakit ?”, pertanyaan itu yang selalu muncul dipikiran annisa. “apakah Ayek nenek yang sakit ?”, tanyanya lagi. Baru saja annisa memasuki pintu depan rumah sakit tentara, pandangannya tertuju pada sosok yang ia kenal. “Adra”. Saudara laki-lakinya. “mengapa adra disini. Siapa yang sakit “, masih bertanya dalam hatinya. Langkah kakinya ia percepat menuju saudaranya. “adra....., adra....”, panggil annisa. Orang yang dipanggil spontan menoleh. Annisa..., katanya. Annisa melihat raut wajah adra yang sedih. “siapa yang sakit adra ?”, Tanya annisa. Adra tidak langsung menjawab. Ia mengajak annisa berjalan menuju suatu tempat. Ruangan itu ruangan tunggu operasi. Di sana annisa melihat ada bapaknya, Tek Isna, atuk, nenek dan adri. Melihat kedatangan annisa bapaknya mengajak duduk. “Siapa yang sakit bapak ?”, kembali annisa bertanya. “Annisa kamu harus sabar ya. Di dalam sana dokter sedang melakukan operasi pada amakmu”. Baru saja bapaknya selesai berkata, annisa kaget bukan kepalang “Apaaaaa ?, amakkkk, amak kenapa pak ?”. air matanya tak dapat lagi ia bending bersamaan dengan tangisnya. “Sabar, annisa”, kata nenek. “amak sakit apa bapak ?”, suaranya terdengar agak keras mengulangi pertanyaan pada bapaknya. “amak kecelakaan sewaktu pulang dari pasar saat akan menyeberang ada mobil yang datang tiba-tiba yang sangat kencang”. Mendengar jawaban bapaknya, tangis annisa semakin keras sambil memanggil-manggil amaknya. Melihat annisa menangis demikian orang-orang berdatangan dan saling bertanya satu sama lainnya.

Tiba-tiba daun pintu kamar operasi itu terbuka. Dari dalam keluar beberapa orang dokter. Atuk segera mendekati salah seorang dari dokter dan menanyakan keadaan amak. Sang dokter meminta dua orang anggota keluarga masuk ke ruangannya. Maka masuklah bapak bersama atuk. Yang lain diminta atuk untuk tetap menunggu di sini. Nenek duduk dekat annisa sambil memegang tangannya. Tak lama setelah itu keluarlah bapak dan atuk dari ruang dokter. Wajah bapak Nampak menahan kesedihan. Lalu atuk memanggil nenek dan membisikan sesuatu pada nenek. Nenk kembali duduk didekat annisa lau beliau barkata “Isna, adra, adri, annisa , takdir Allah tak dapat kita menolaknya. Amak kalian..... telah.... dipanggil yang Allah. Innalillahi wainna ilaihi rajiunn”. “tidak nenek......, tidak....”, kata annisa dan segera berdiri menuju kedalam ruang operasi. “Amaaakkk, amakkkk”, panggilnya. Semua mengikuti langkah annisa masuk ke ruang operasi. Disana tubuh amaknya telah ditutup kain putih. Sambil menangis annisa membuka kain penutup wajah amak dan memeluk tubuh kaku yang ada dihadapannya sambil memanggil-manggil amaknya. Nenek berusaha menenangkan annisa. Namun pada akhirnya annisa kehabisan tenaga dan terjatuh . rupanya ia pingsan. Segera saudara laki-lakinya membawanya ke ruang lain untuk diobati. Sementara itu atuk dan bapaknya annisa mengurus administrasi dan persiapan ambulan membawa jenazah pulang ke kampong annisa. Nenek dan tek Isna pulang ke rumah nenek menyiapkan segala sesuatu untuk berangkat ke kampung. Atuk mencari mobil cateran yang akan membawa mereka semua ke kampung.

Saat annisa sadar ia kembali berlari menuju ruang operasi, sambil menangis dan tetap memanggil-manggil amaknya. Adra cepat mengejar dan mengatakan kalau amak sudah berada dimobil ambulan. Annisa yang awalnya ingin berada dalam mobil ambulan itu karena dicegah oleh atuk maka diputuskan hanya atuk dan bapaknya annisa yang di mobil ambulan. Yang lainnya naik mobil cateran. Pukul Sembilan malam mobil ambulan mulai keluar dari rumah sakit yang diikuti oleh mobil cateran dibelakangnya. Bunyi sarine ambulan meraung-raung disepanjang perjalanan menuju ke kampung. Larinya yang sangat cepat memecah kesunyian malam. Annisa yang berada di dalam mobil cateran tetap dalam kondisi lemah dan menangis. Nenek dan tek isna selalu menyabarkannya. Baru pada pukul tiga dini hari rombongan membawa jenazah sampai dikampung. Orang-orang sekampung terbangun dari tidur mendengar bunyi ambulan dan berlarian menuju datangnya suara. Mereka akhirnya tahu kalau keluarga besar annisa sedang mendapat kemalangan. Maka seketika rumah gadang itu sudah dipenuhi orang-orang yang datang melayat. Mereka tidak menyangka kalau amaknya annisa akan pergi begitu cepat dan dengan cara yang tragis.

Semakin siang semakin banyak masyarakat yang dating melayat. Setelah semua persiapan selesai maka mulailah jenazah dimandikan. Annisa yang tidak berhenti-hentinya menangis ikut memandikan jenazah amaknya. Sampai saat jenazah akan dimasukan kedalam kubur Annisa memanggi-manggil amaknya kembali. Meski tubuhnya sudah letih, ia masih berusaha meraih tubuh amaknya yang akan dimasukkan ke kubur. Orang-orang segera memegang annisa dan membawanya agak jauh dari sana. Sampai semua orang sudah kembali ke rumah masing-masing, annisa tetap duduk disamping makam amaknya sambil menangis. Neneknya dan saudaranya ikut menungguinya. “annisa, sebaiknya kita pulang”, ajak nenek. Sambil membantu annisa untuk berdiri. “Nenek..., annisa biar tinggal di sini nek”, katanya. “tidak baik nak. Biarlah amakmu tenang di sana. Sebaiknya kamu bacakan doa untuk amak”, kata nenek membujuk annisa. “Ayo, annisa. Kita pulang “, ajak adra. Sambil memapah annisa. Dengan langkah yang amat letih dan sangat lambat, annisa melangkahkan kakinya meninggalkan tempat pemakaman itu.

Sudah satu bulan amak annisa berpulang menghadap sang pencipta. Namun annisa masih penuh duka. Sering ia menangis saat teringat amaknya tidak kenal tempat. Terkadang di sekolah saat belajar, ia sudah teriask-isak sendiri. Sahabat , teman-teman sekelas dan para guru dapat memaklumi perasaan annisa. Mereka akan menghibur dan menyabarkannya dengan kata-kata yang sejuk. Atau saat di rumah. Nenek yang akan menyabarkan annisa. Nenek selalu menyuruh annnisa untuk mendoakan amaknya . sebenarnya nenek dan atuk agak cemas melihat kondisi annisa sejak kehilangan amaknya. Ujian akhir semakin dekat, sedangkan annisa sulit berkonsentrasi dalam belajar karena selalu teringat akan amaknya. Maka disuatu malam setelah selesai makan nenek mengajak annisa bercakap-cakap diluar rumah. “Annisa, sini duduk kita di luar”, ajak nenek. Annisa mengikuti permintaan neneknya. “Annisa , nenek ingin bicara denganmu dari hati ke hati”. Annisa hanya diam menunggu perkataan nenek selanjutnya. “kamu sudah nenek dan atuk anggap seperti anak sendiri. Maaf annisa ,meski saat ini amakmu tidak ada lagi di dunia ini, anggaplah nenek dan atuk ini sebagai orang tuamu. Nenek sebagai pengganti amakmu”. Nenek diam sesaat lalu melanjutkan “nenek tahu, nenek tidak dapat menggantikan posisi amak di hatimu. Tapi maukah kamu berjanji menyayangi nenek sepenuh hati.seperti nenek menyayangi juga sepenuh hati. Nenek dan atukmu tidak punya anak. Kami berharap kamulah annnisa yang akan menjadi anak kami”, nenek berkata sambil menangis. Mendengar perkataan dan melihat neneknya menangis annisa juga ikut menangis. “saat ini kewajibanmu sebagai anak annisa adalah berdoa setiap selesai solat untuk amakmu. Karena dengan doa dari anak yang solehlah yang dapat sampai pada orang tuanya”, kata nenek selanjutnya. “nenek, terimakasih.... nenek mau mengasuh, menyayangi dan menyekolahkan annisa selama ini. Satu-satunya harapan annisa saat ini hanya pada nenek dan atuk . kalau pada bapak annisa tidak tahu”, kata annisa. Mendengar jawaban annisa selanjutnya nenek berkata “ujian akhir tidak lama lagi annisa, cobalah berkonsntrasi pada pelajaranmu. Kamu harus lulus untuk melanjutkan mencapai cita-citamu. Kalau kamu bersedih terus-terusan bagaimana kamu akan konsentrasi belajar, dan bagaimana kamu akan lulus nanti. Kalau kamu tidak lulus pastilah amakmu disana akan sangat sedih dan kecewa. Kamu tidak mau mengecewakan amakmukan ?”, kata nenek mengakhiri perkataannya.

Sejak percakapan dimalam itu, annisa memikirkan kata-kata neneknya yang sebenarnya itu adalah berupa nasehat agar ia tidak melupakan cita-cita yang diimpikan amaknya , anaknya bisa mencapai cita-cita yang diinginkan annisa kelak. Menjelang matanya terpejam mala ini annisa berbicara pada dirinya sendiri. “amakkk, annisa rindu sama amakkk. Oh tuhan mengapa begitu cepat dan sangat tiba-tiba kau memanggil amak ke hadapanMu. Padahal aku masih sangat inginn selalu bersamanya. Inikah takdirMu ya Rabb. Sambil menangis annisa berdoa “Ya Rabbi, ampunilah dosa dosa amakku. Berilah beliau tempat disisiMu. Lapangkan alam kuburnya. Jauhkan ia dari siksa kubur. Sayangi amakku ya Allah. Aamiin. Terakhir annisa menutup doanya dengan membaca alfatiha. Dalam hatinya annisa berkata “aku akan selalu titipkan doa-doaku untuk mengobati rinduku padamu amak”. Sampai akhirnya annisa tertidur lelap dengan senyuman dibibirnya.

Akhirnya annisa dapat menyelesaikan sekolahnya pada jenjang tingkat pertama. Ia melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA . selesai SMA ia dapat melanjutkan ke perguruan tinggi negeri di ibu kota propinsi. Seperti yang dicita-citakan amaknya ia dapat mencapai gelar sarjana dibawah asuhan nenek dan atuknya. Atuk dan nenek pun merasa bahagia dapat menepati janjinya pada annisa.

***

PROFIL PENULIS

Ernita .lahir di Padang, 22 Juli 1969. Pendidikan SI PGSD diselesaikan di Universitas Terbuka tahun 2016. Saat ini bertugas pada SD N 02 Lubuak Batingkok Nagari Koto Tangah Kecamata Harau Kabupaten Lima Puluh Kota.

Penulis dapat dihubungi di no WA 082391510075

SINOPSIS

Cerita ini menceritakan kisah seorang anak yang sejak kecil tidak berada dalam pengasuhan kedua orang tua kandungnya. Ia selalu rindu pada kasih sayang orang tuanya terutama ibunya dan berharap dapat berkumpul bersama keluarganya. Gadis kecil itu diambil dan di asuh oleh Mamak penghulu kaumnya yang kebetulan tidak mempunyai anak. Namun kerinduan pada ibunya selalu tersimpan dalam hatinya. Sampai akhirnya musibah datang ,yang memisahkan dirinya dengan sang ibu untuk selamanya. Hanya lewat doa-doa ia titipkan rindu itu untuk ibu tercintanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post