NASEHAT BIJAK MUSIM DURIAN
Libur tengah semester telah datang. Andi, anak pak Mahmud yang sekarang berada di bangku kelas satu SMP bersukaria sambil merencanakan liburan ke kota. Namun, ayahnya punya opsi liburan ke desa tempat kakeknya tinggal.
"Kenapa ke desa, ayah?" Tanya Andi dengan lemas, karena rencananya tidak sesuai harapan.
"Ikut saja dulu, kamu tidak akan menyesal nak" Jawab ayah singkat.
"Ayah juga rindu kakekmu di desa, kakek pasti senang liat cucunya sudah besar, Andi" lanjut ayah meyakinkan.
"Iya, ya yah" menundukan kepala pasrah.
Andi dan ayahnya Pak Mahmud mulai berkemas. Mereka berangkat siang ini dengan sepeda motor, agar sampai desa sebelum magrib. Karena medan jalan yang ekstrim dan banyak pesawangan.
Sesampai didesa, nenek menyabut mereka dengan hangat. Sambil melepaskan lelah jauhnya perjalanan, nenek menghidangkan ketan tambah durian.
"Mana kakek, nek" tanya Andi sambil menyantap ketan durian.
"Kakekmu dikebun durian, sebentar lagi juga pulang kok", nenek menjelaskan.
"Tuh, kakekmu datang (menunjuk)" nenek mengisyartkan ke arah kakek yang sedang membawa durian dengan ogak (keranjang rotan).
Andi membantu menurunkan beban kakek sambil berbisik " kek, nanti malam kita kekebun durian ya?"
"Hmmm...Boleh ngak ya?, kakek lelah" Kakek bercanda. Lalu kakek setuju.
Malam pun tiba, setelah shalat isya kakek dan Andi pun menyiapkan senter, parang, kain sarung multi fungsi yang di lilitkan ke leher layaknya menyandang tas samping. Sampai di kebun, durian sudah banyak jatuh ke tanah. Segera mereka memungutnya dan membawa ke pondok kayu beratapkan dua helai seng dan berlantaikan dua bilah papan. Mereka bercengkrama sambil menunggu durian jatuh.
"Andi, biasa musim durian tiba. Kakek punya banyak 'dunsanak' (saudara). Karena, pembeli yang datang dari luar desa mempunyai jurus agar mendapatkan harga murah bahkan bisa tidak mengeluarkan uang sepersen pun, mereka selalu mengaku dan memanggil kakek saudaranya. Ada yang megaku saudara se suku, kakek buyutnya asal desa ini, dan lain lain. Padahal, diluar musim durian mereka tidak pernah kenal, bepapasan pun tak ditegur, apalagi berkunjung ke rumah kakek. Panggilan saudara tidak bagus kalau hanya ada maunya saja. Tapi, kakek punya pemungkas jitu nya sekarang. Ketika mereka datang kakek panggil mereka 'Bos' sebagai pujian, anggap mereka orang sukses yang banyak uang." Kakekpun mulai mengalir ceritanya. Persis seperti ayah.
"Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonya ya kek?" Tanya andi dengan senyum menyeringai. Memandingkan kakek dengan ayahnya.
"Tidak selalu, andi" kakek menyangkal. "Bagaimana kalau pohon itu tumbuh di tepi jurang? Jatuhnya pun bisa jauh kan?" Kakek balik bertanya.
"Hehe.., iya juga ya kek." Jawab andi sambil mengaruk-ngaruk kepala seolah banyak ketombe.
"Ksiiik Dooom.." durian mulai jatuh dari pohon yang bergesekan daun, dengan refleks si andi menghidupkan senter dan mengejar arah sumber bunyi tempat durian jatuh. Eh, ternyata satu ruangnya bolong sisa gigitan tupai, satu ruang lagi busuk disarangi ulat buah. Andi kecewa dan tidak bersemangat membawanya ke pondok. Lalu di tinggalkan begitu saja.
"Dapat, andi?" Tanya kakek memastikan.
"Dapat, tapi saya buang kek". sambil menjelaskan kondisi durian yang barusan jatuh.
"Andi, kamu pernah dengar cerita pertarungan Hamid dengan penasehat raja?"
"Pernah, kek. Dulu Ayah cerita tentang Hamid pemuda pemberani di desa yang berseteru dengan penasehat raja" Andi menjelaskan.
Kakek kembali bercerita. "Dulu, waktu musim durian tiba, Hamid dan empat sahabatnya, Mamat, Abdul, Saleh dan Ilham pergi ke kebun durian. Mamat mulai membahas sang Penasehat yang cerdas membuat siasat, namun sayang kepiawaiannya itu dia gunakan untuk misi jahat. Jadi, Mamat sangat membecinya.
"Hamid, menanggapi dengan santai. Kita ibaratkan Penasehat itu dengan durian busuk ini, jangan kamu buang durian ini lantaran ada busuk satu atau dua ruangnya. Kamu akan rugi, sebab ada ruang yang lain masih bisa kamu makan. Meskipun penasehat itu jahat, kita tetap berteman denganya dan kita ambil sisi baik dari nya."
"Aah, kakek nyindir saya ya?" Andi memotong cerita kakek dan ingat durian tadi dia buang. Kakek tersenyum, melanjutkan cerita agar Andi tidak tersinggung.
"Hamid memulai diskusi ringan dan meminta pendapat empat sahabatnya tadi. Pelajaran apa yang bisa kalian ambil dari buah durian?
Mamat, mulai memaparkan pendapatnya. Menurut saya, durian itu mengingatkan kita untuk 'Lebih mengutamakan isi daripada kulit' bentuk durian tidaklah menarik, seluruh bagian kulitnya berduri. Tapi di dalamnya terdapat isi yang manis, lezat, yang disukai banyak orang.
Luar biasa, Abdul pun tidak mau kalah. Ia bependapat, bahwa durian 'Selalu mengutamakan momentum yang tepat untuk jatuh', Buah durian jika belum tua atau masih muda, sulit sekali untuk dibelah. Kita akan kesusahan dan kelelahan untuk mengupasnya. Sekalipun bisa, kita membutuhkan energi dan kekuatan ekstra. Namun jika sudah matang, amat mudah kita membelahnya. Artinya, setiap hal memerlukan waktu, jika belum sukses atau belum berhasil, jangan berputus asa, tetap berusaha berproses, yang pasti semua akan indah pada waktunya, bersabar, tetap usaha, pasti jalan kita akan di buka oleh Allah.
"Saleh pun angkat bicara, bagi saya buah durian mengajarkan, 'Kenikmatan hidup lebih sedikit daripada penderitaan'. Setelah buah durian terkupas, coba pisahkan antara lapisan durian yang bisa dimakan dengan biji durian tambah kulitnya, lalu timbang. Lebih berat mana? Pasti lebih berat biji dan kulitnya dibanding isi. Dan tentu kita tidak bisa membeli durian hanya lapisannya yang enak saja, harus satu buah secara utuh.
"Ilham pun terus berpikir, agar dapat ilham mengemukan pendaptnya tentang buah durian. Akhirnya dia sepakat dengan pernyataan Hamid diawal 'Jangan membuang teman seutuhnya meskipun dia memiliki sifat jelek, karena pasti ada sisi baiknya yang bisa kamu ambil'.
“Terima kasih kek, banyak sekali mutiara hikmah dari cerita kakek malam ini. Benar apa yang di katakan ayah. Saya bersyukur menghabiskan liburan semester bersama kakek di desa.” Ungkap Andi di akhir cerita kakeknya.
“Andi, kamu perlu melatih kepekaan mu dalam setiap peristiwa yang terjadi. Jika kamu hanya melihat dengan mata kepala, paling yang nampak hanya materi, jika kamu hidup hanya mengikuti perasaan, paling yang nampak senang, susah, suka atau duka. Tapi kamu harus terbiasa melihat dengan hati, maka akan tampaklah hikmanya". Begitu lah kakek membuat Closing Statement.
Erpalzi
Surantih, 10 Maret 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Teringat durian Langgai...he heMungkin lagi musim sekarang, bersamaan dengan cerita ini.Semangat Pal..!
Haha Alun musim lai pak..Cuman teringat masa lalu ajo pak..