KETIKA ANAK-ANAK BERTERIAK 'AJARI KAMI INDIKATOR!'
KETIKA ANAK-ANAK BERTERIAK "AJARI KAMI INDIKATOR!"
Oleh : Er Supeno, S.Pd
“Memangnya indikator itu apa, Yah?” tanya Kakak, sebutan anak pertama kami di sebuah diskusi kecil di penghujung hari.
Sebuah diskusi yang cukup alot dengan anak-anak perihal refleksi belajar mereka di awal pekan ini. Suasana terasa sedikit memanas sebab saling beradu argumentasi. Sedikit ngotot tapi tidak sampai panas hati.
“Indikator itu kalau misalnya kalian mengelap kaca, kalian tidak cukup mengatakan hasilnya sudah bersih”
“Tanda bersih itu apa, sih?” tanya saya balik.
“Bersih itu kinclong”, saut adiknya.
Saya pun berpikir sejenak, lalu menanggapi.
"Contoh lain ketika cuci piring. Lalu permukaanya kalian usap dengan jari terasa keset, tidak licin, menghasilkan bunyi seperti di iklan cairan pencuci piring itu, loh.
"Itu pertanda hasil cucian piring bersih".
“Indikator kalian anggap saja sebagai tanda. Kaca yang bersih itu tidak ada debu yang nempel di jari jika kalian usap dengan jari. Kira- kira begitu, nak”.
"Kami sudah berusaha mencuci piring, menyapu, membersihkan rumah", sanggah mereka. Tidak jauh berbeda pada saat orang dewasa dipertanyakan hasil pekerjaannya, tidak jarang terdengar menggunakan alasan, "Kami sudah bekerja semaksimal mungkin, jadi hargailah". Tentu saja menghargai upaya sudah sepatutnya dilakukan, dengan catatan upaya tersebut berhasil dan berdaya guna.
Menyampaikan sebuah pesan kepada anak-pra remaja itu butuh cara tersendiri. Tak selalu berbuah kesuksesan dan kadang berujung pada salah persepsi baik dari orang tua maupun anak. Tentu tidak mudah apalagi kalau salah satu pihak mulai menyebutkan "tapi kan, Yah" Sebuah ekspresi yang biasanya ditunjukkan sebagai bentuk ketidak-setujuan terhadap penyampaian orang lain.
Anak- anak ini sepertinya tengah berupaya mengirimkan sebuah pesan kuat bahwa mereka ingin dihargainya jerih payahnya. Bangun pagi pukul 03.30 WIB, kendati terlambat 15 menit dari alarm pertama berbunyi. Bangun dini hari, mandi, sholat dan seterusnya kadang sampai menjelang sore itu butuh motivasi tersendiri bagi anak-anak, pun bagi sebagian orang dewasa.
Alasan bahwa anak-anak giat belajar saya rasa cukup beralasan dengan bukti kesungguhan bangun pagi. Inilah sebab utama mereka tidak mau disebut tidak belajar. Waktu berinteraksi dengan buku, gawai, dan guru yang dijalani dari pagi seolah sebagai sanggahan bahwa yang orang lain katakan tidak benar.
Anak-anak sepertinya bukan sekadar dipahamkan pentingnya rentang waktu belajar, namun lebih kepada apa yang sudah didapatkan sebagai hasil berlama-lama berinteraksi dengan guru dan sumber belajar. Pemahaman anak akan sebuah materi menjadi satu indikator mendasar sebelum sampai kepada tingkatan menerapkan, menganalisa, menilai, dan terakhir mengkreasikan sesuatu, baik yang baru atau sebagai hasil modifikasi sesuatu yang telah ada.
Sebagai orang tua tentunya saya tidak menginginkan anak terjebak dalam pola pikir “yang penting kan prosesnya, jangan dilihat hasilnya”. Inilah yang akan membuat aktifitas belajar tidak "ngefek" menghasilkan perubahan perilaku, keterampilan, dan pengetahuan anak.
Mestinya guru dan orang tua bermitra membangun pemahaman anak bahwa belajar itu butuh disiplin mengerjakan hal-hal paling penting. Jika tidak, ia akan terjebak pada kesibukan tanpa hasil, kecuali kelelahan dan kebosanan. Sebagaimana berlama-lama membaca buku, namu tidak memperoleh pemahaman mendalam apa isi buku yang dibacanya tersebut.
Demikian pula bahwa belajar itu harus disertai penanda yang jelas apa itu belajar yang sukses. Kesuksesan apabila dihasilkannya pemahaman serta kemampuan, demikian juga perubahan sikap. Itulah bertindak berdasarkan indikator kesuksesan.
Dengan demikian pada saat orang tua mendampingi anak-anak belajar di rumah, alangkah baiknya turut serta memeriksa pemahaman dengan menanyakan " Ayah juga ingin tahu apa isi buku yang kamu baca. Apa sebenarnya yang menarik, sih?"
Jika konsisten dijalankan, Insya Allah, tunggu dan lihatlah akan terjadinya perubahan!

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kesuksesan belajar adalah tanggung jawab bersama guru dan orang tua. Salam literasi, sukses selalu.
Betul Pak Edi Sutopo. Sebagai ortu, kami sangat terbantu mendidik anak. Salam dan terima kasih atas kunjungannya.
Kereeeen pak tulisannya ...
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan saya, Bu Rohayati. Salam sukses Bu!
Mantap Pak. Terima kasih atas ilmunya.Sukses selalu buat Bapak
Sukses untuk Bu Samsinar. Terima kasih menyempatkan waktu membaca tulisan ini, ya Bu.
mantafff...
Mesti banyak belajar dari Bu Widayani. Ide dari keseharian bersama anak-anak di rumah, Bu.