Kumpulan Cerita Tentang Pengasuh Anak-anakku
Si Bou Carlos
Sebut saja namanya “Ana” tetapi anak-anak saya memanggilnya dengan sebutan “Bou Carlos”. Kami mengenalnya dari seorang teman sekantor bapaknya anak-anak. Kebetulan si Bou Carlos tidak mempunyai pekerjaan dan baru saja datang dari kampung. Istri teman sekantor bapaknya anak-anak menampung si Bou Carlos untuk sementara sampai dia mendapatkan pekerjaan.
Malam itu kami menjemputnya dari rumah penampungannya sementara. Setelah sepakat dengan beberapa ketentuan aturan dirumah, kami membawanya pulang. Awalnya anak-anak sangat kaku dan butuh waktu untuk beradaptasi dengan pengasuhnya yang baru. Hari pertama, kedua dan seterusnya sampai kurang lebih dua mingggu, aku selalu memberikan contoh apa-apa saja yang harus dilakukannya dirumah. Pekerjaan apa-apa saja yang harus diutamakan dalam mengurus anak. Dengan catatan, urusan memasak, tidak pernah saya serahkan kepada pengasuh.
Minggu demi minggu berlalu tanpa terasa anak-anakku sudah mulai terbiasa dengan si Bou Carlos. Namun aku merasakan ada hal yang mengganjal. Aku mencurigai sesuatu. Setiap pulang bekerja, aku merasakan hal sesuatu yang berbeda dirumah. Dan ini sungguh tidak nyaman. Hingga beberapa hari saat kecurigaanku, aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya langsung “eda, apakah eda merokok dirumah ini?”. Spontan dia menjawab “ ga kok, ga pernah”. Dari wajahnya aku melihat ada kebohongan. Selain kamar mandi yang aromanya sudah tidak enak, kamar tidur anak-anak juga sudah terasa tidak enak. Terasa sesak didada. Kembali kuulangi pertanyaanku dengan nada yang cukup tenang. “eda, tolong jujur saja, apakah eda merokok. Aku ga marah kok. Tolong jujur saja”, tanyaku dengan harapan akan satu jawaban pasti. Tak lama kemudian, dia menjawab “Iya….aku suntuk”.
Sesaat aku lega karena dia sudah mengakui perbuatannya. Namun masalah belum selesai. Jika sudah berani merokok didalam rumah, berarti itu sudah menjadi kebiasaan. Aku tidak mau anak-anakku sakit karena merokok. Merokok itu berbahaya bagi anak-anakku. Perlahan-lahan aku melakukan pendekatan. Sebelum menceramahi, aku bertanya sedikit tentang keluarganya dikampung. Dari cerita yang panjang lebar, aku mengerti bahwa dia butuh seseorang yang bisa memberinya semangat hidup.
Ternyata dia adalah seorang perempuan yang ditinggalkan oleh suami dalam keadaan hamil muda. Usai kandungannya saat itu masih berumur tiga bulan. Ntah apa masalah sebenarnya, yang jelas dia ditinggakkan sendiri berjuang hingga melahirkan anaknya yang bernama “Carlos”. Sebelum bekerja dirumah, dia sudah menitipkan anaknya kepada orangtuanya dikampung. Saat itu anaknya masih berumur 10 bulan. Dengan terpaksa, Si Bou Carlos harus meninggalkan anaknya demi bertahan hidup. Bertahan tinggal dikampung juga tidak akan merubah nasib ekonomi keluarga, dan terpaksa harus pergi jauh.
Dengan gaji yang terbatas setiap bulannya Si Bou Carlos wajib mengirimkan uang untuk kebutuhan anaknya dikampung. Tetapi sayangnya, jika pengiriman terlambat sedikit saja maka orangtuanya selalu mengancam akan menelantarkan anaknya. Semula aku tidak percaya akan perlakuan orangtuanya. Selalu mengancam. Dengan jujur akhirnya si Bou Carlos bercerita bahwa sebenarnya itu bukan orangtua kandung melainkan mama pengganti alias mama tirinya. “Eda, tabunglah sedikit hasil dari gajimu da”, kataku padanya. Setiap bulan, tiada gaji yang tersisa untuk Si Bou carlos. Dan tampaknya dia pun mengikhlaskannya demi anaknya.
Dibalik kesusahannya, Si Bou carlos adalah seorang wanita yang penuh canda tawa. Sekilas orang tidak akan tahu bahwa dia selalu berada dibawah tekanan kondisi keluarga dikampung. Orangnya lihai dalam bekerja, tidak mengenal lelah. Selalu ceria didepan anak-anakku. Dan Puji Tuhan, setelah sekian lama, akhirnya dia memutuskan untuk berhenti merokok. Apa yang kami makan, dia makan juga. Saat acara makan diluar, dia ikut juga. Saat beribadah ke Gereja, dia ikut juga. Tidak pernah kami mengasingkannya. Kami menganggapnya seperti saudara kandung.
Dua tahun lamanya si Bou carlos betah bekerja dirumah. Tidak ada jarak diantara kami, selayaknya seperti kakak dan adik kandung. Hingga sampailah pada saat si Bou Carlos mengundurkan diri dengan alasan ingin pulang ke kampung halaman. “Eda, aku pulang aja kekampung. Aku mau mengurus bapakku yang sudah sakit-sakitan”, bujuknya kepadaku. Entah itu alasan yang sebenarnya atau tidak, tetapi yang aku yakini adalah bahwa dia sudah tidak kuat lagi dengan berbagai ancaman dari ibu tirinya. Dan akhirnya dia memutuskan untuk berhenti bekerja.
Sedih tidak terbendung, namun si Bou carlos tetap harus pulang. Tidak boleh ditawar-tawar lagi. Bergegas aku dan suami membelikannya tiket pulang. Sedikit oleh-oleh untuk anaknya, dan tidak lupa cenderamata untuknya dari anak-anakku. Terima kasih Bou Carlos, selama ini sudah berbaik hati merawat dan menjaga anak-anakku.
Bersambung.....
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap Bunda. Bisa dibukukan nih
Amin..terima kasih bunda. Mudah-mudahan.