Eryka Syams

Bunda guru di SMA Muhammadiyah Cileungsi, sdh. 25th..mengajar B.Indonesia dan Seni Budaya. Memiliki putra 2 orang yg.sdh.beranjak dewasa. Kegiatan sekaran...

Selengkapnya
Navigasi Web

Artikel

KARTINI YANG HILANG

Oleh : Eryka Syams

Tiga hari libur tanpa ada pekerjaan rumah yang berarti, membuat aku menyesali lagi keadaanku. Bayangkan ! Bagaimana tidak, di hari libur begini aku hanya sendiri. Hobbyku masak tak bisa kusalurkan, mau masak untuk siapa ? Ayahnya anak-anak sebagai karyawan swasta tetap bekerja di hari libur begini. Karena sebagai teknisi, dia harus senantiasa ada jika mesin berjalan. Pernah kuingat, pukul 00.35 wib saat kami berada di jalan pulang, salah satu karyawannya menelpon menyatakan ada yang rusak. Suami memberitahukan bahwa ini dan itu yang harus diperbaiki. Lima menit kemudian karyawan itu menelpon lagi menyatakan tidak bisa. Alhasil aku harus nongkrong di parkiran perusahaan sampai suami selesai memperbaiki mesin. Itu makanya ayahnya jarang libur.

Anak-anak ? Ini... ya ini. Anakku dua, laki-laki semua. Dan keduanya sudah mahasiswa. Yang adik kuliah di Bandung, dan si abang kuliah di Depok. Menjelang menyelesaikan skripsinya si abang jarang di rumah. Padahal dulu semasa mereka kecil hingga remaja, betapa senangnya hatiku. Apa saja yang kumasakkan, habis disantap mereka berdua. Kalau minggu tiba, kubuatkan kue cubit, melihat mereka menikmati kue itu ada perasaan bangga dihatiku. Kadang kubuatkan goreng tahu dengan tepung, yang disajikan dengan bumbu pecal, wah.. jangan tanya, sepiring langsung ludes. Aku mengenal oncom begitu pindah ke wilayah Jawa Barat ini, tepatnya Cileungsi. Namun lidah anak-anakku seperti sudah mengenal lama makanan itu. Ketika kugoreng oncom bertepung, sama dengan tahu, kusajikan dengan bumbu pecal, seketika lenyap di meja makan. Kadang kubuat kick tape, kick pisang coklat, hari Minggu menjadi sangat berarti. Makanan daerah tak ketinggalan, sesekali mpek-mpek, tekwan, bakso...

Duuuhh... rindunya aku seperti dulu lagi. Dalam hal masakan, variasi yang kubuat memikirkan selera anak-anakku juga ayahnya. Selera mereka yang berbeda, membuat aku harus masak berbagai macam dalam sehari. Tentu ada yang bertanya, bagaimana dengan aktivitas mengajar ? Aku sendiri tak tahu, bagaimana aku dapat membagi waktu. Padahal aku mengajar dari pukul 07.00 sampai pukul 16.00 wib. Bersamaan dengan itu aku pun menjabat beberapa jabatan berturut-turut. Tiga belas tahun sebagai guru BP/BK, bukan hal yang mudah melakukan semua. Empat tahun sebagai Waka Lesiswaan, tujuh tahun sebagai Waka Al-Islam. Aku sendiri lupa bagaimana aku membagi waktu untuk semua itu. Sedangaku tak pernah memiliki asisten rumah tangga. Semua kulakukan sendiri. Kadang kumasakkan rendang kesukaan anakku, ikan mas lauk pavorit ayahnya. Kadang gulai pangek hati campur teri dan pete, hadir sebagai hidangan keluarga. Ikan lele pun menjadi santapan lezat ditemani sambal trasi. Tak pernah ada cerita aku harus membeli masakan matang. Tapi hatiku bahagia. Aku merasa menjadi ibu yang sempurna. Mencuci, menyetrika sendiri pakaian keluarga.

Kini, aku merasa sunyi. Ingin masak, buat siapa? Si abang sudah jarang makan di rumah. Sementara ayahnya, tak pernah lepas dari ikan. Apalagi hari libur begini, sejak Jumat sambung Sabtu dilanjut Minggu. Aku seperti kehilangan pekerjaan. Ingin masak buat siapa ? Ingin menjahit, mesin sudah ditaruh ayahnya depan kamar mandi belakang. Tentang yang satu ini, keahlianku menjahit baju. Ini terhenti saat aku mesti rehat dari musibah itu. Tahun 2017, bulan Maret sampai bulan Oktober, aku mesti bolak-balik terapi karna habis operasi. Tiga kali operasi, membuat aku vakum dari semua aktifitas. Termasuk menjahit. Dan kini juga imbasnya, aku tak dapat menjahit lagi karna mesin jahitnya sudah diasingkan. Bagaimana mungkin aku dapat kembali ke fitrahku yang dulu. Hari ini kurasakan sendi tubuhku pegal-pegal karna sudah dua hari aku tak ada aktifitas berarti. Hanya masak buat suami, selebihnya mencari-cari ide untuk menulis. Mungkin ini akan membuat kepuasan tersendiri bagiku saat anak-anak sudahberanjak dewasa. Tiga anakku yang lain, telah dijemput Sang Maha Kuasa ketika mereka dalam rahim. Andai mereka ada, usia mereka 14 tahun, 12 tahun dan 8 tahun. Andai mereka ada, tentu hari-hariku tak kan sesepi ini. Ah... untuk apa aku sesali. Mungkin ada rencana Allah yang terbaik buatku.

Bilik Sunyi, 21042019; 07:46 wib.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post