Erza Surya

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketupat Kamis

Ketupat Kamis

Sejak mewabahnya virus corona di nusantara, maka pemerintah daerah mulai mempersiapkan diri dengan melaksanakan gotong royong membersihkan lingkungan instansi masing-masing. Tak ketinggalan dengan instansi Imah.

Mengingat kegiatan bersih-bersih ini dilakukan di hari kamis, maka rabu malamnya Imah sudah sibuk mengaduk-aduk lemari untuk mencari pakaian olahraga yang akan dikenakannya di kamis, keesokannya.

Imah merasa kalau pakaiannya itu dilipat dan ditaroh di lemari kamarnya. Namun, setelah berkutat agak setengah jam mencarinya, pakaian itu tak juga ditemukan.

"Mak, mana pakaian olahraga Imah yang dilipat kemaren? Kan Imah sudah menaroh ke dalam lemari." Imah malah melanjutkan kegiatan mengaduk-aduk lemari emak.

"Eeehhh, Kau. Kenapa lemari Mak yang diaduk. Mana pula pakaian Kau itu terselip disitu. Udah sana, Kau cari dikeranjang pakaian di sudut kamar itu. Mana tau Kau tak ingat, belum disetrika." Mak mengusir Imah ke sudut ruang kamar.

"Mana sih, Mak. Tak ada, ini. Duh, mana ya? "

"Kau lihat itu, yang berwarna hijau, bukannya itu pakaianmu. Makanya kalau melihat pakai mata dan pelan-pelan saja. Ini selalu terburu-buru." Omel Mak sukses menyadarkan Imah. Apalagi baju itu memang yang ditunjukkan emak.

Esoknya, Imah berangkat ke kantor dengan setelan olahraga lengkap. Tak lupa pula ia mempersiapan sabun cuci tangan dan tisu. Emak yang menyaksikan Imah, hanya geleng-geleng kepala saja, apalagi anaknya itu tak pula sarapan sebelum berangkat. Diingatin, jawabnya malah kenyang dengan segelas susu yang diseruputnya sebelum berangkat.

Setelah selesai pengarahan oleh kepala dinas, Imah dan teman-temannya segera melaksanaka kegiatan yang sudah dibagi-bagi perkelompok. Imah kebagian menyapu ruangannya bersama tiga orang temannya. Sebelum jam 11.00 WIB, mereka sudah menyelesaikan pekerjaan dengan tubuh penuh peluh.

Imah segera bergerak ke westafel untuk mencuci tangan dengan sabun yag sudah disediakannya dan tak lupa pula mengelapnya dengan tisu. Ia merasa perlu berjaga-jaga. Apalagi tubuhnya sudah sebulan ini panas, dan beberapa hari saja yang bersuhu normal, semua akibat cuaca panas yang tak bisa ditahan tubuhnya.

"Mah, Kau bawa makanankah?" Raniemulai percakapan di antara mereka bertiga yang kelelahan.

"Tidak. Kau Ami?" Imah malah bertanya pada temannya yang satu lagi.

"Tak juga," jawab Ami.

"Ah..., lapar. Ehh, sekarangkan kamis. Bagaimana kalau kita beli ketupat di pasar mingguan?" Tiba-tiba Imah ingat kalau setiap kamis, ada pasar tradisional yang buka, dan hanya berjarak 3 kilometer saja dari kantor.

"Ya, benar. Pergilah Kau berdua ke sana!" Nunik berkata sembari mengeluarkan uang dari dompetnya.

"Assiaaap. Kau yang bayarin!" sambut Ami dan Imah berbarengan. Mereka malah ketawa serempak.

Meski cuaca panas, mereka berdua tetap pergi berbelanja. Apalagi perut mereka juga lapar, selain itu kantin yang biasanya jualan nasi tak pula buka.

Di pasar kamisan itu, Imah dan Ami membeli ketupat kuah sayur rebung dan nangka, kemudian disiram kuah sate. Imah jadi ingat denga emak di rumah. Jadi, ia pun membelikan sebungkus buat beliau. Apalagi, siap zuhur, Imah boleh pulang cepat oleh atasan mengingat pandemi virus yang terjadi.

Sepulang dari pasar itu, Imah memberikan belanjaannya pada Nunik yang menunggu. Dan ketupat untuknya dan untuk emak, dimasukan ke kantong yang berbeda. Imah tak jadi memakan ketupatnya, ia jadi ingat untuk makan bersama emak saja. Jafi ia hanya menemani Nunik dan Ami. Lagian se jam lagi mereka juga akan pulang.

Sesampai di rumah, Imah mendapati emak di teras kegerahan. Ia mengambil kunci motornya setelah motor dimatikan. Tak lupa meletakkan helm, dan belanjaannya.

"Assalamu'alaikum. Mak, Imah membeli ketupat pasar kamis tadi." Imah menyodorkan bungkusan yang dibawanya.

"Tumben Kau ingat sama emak." Emak membuka kantong dan berlalu ke daam rumah mencari dua piring dan sendok. Tak lupa pula beliau sekalian membawa dua gelas air minum.

"Makan kita lagi, Mak! Imah sengaja tak memakannya tadi karena ingin makan bersama emak." Imah membuka ikatan plastik ketupat ia dan emak.

"Sejak kapan Kau begini. Biasanya tak pedulian Kau makan. Asal lapar langsung tancap." Suara mak agak bergetar. Ia terharu juga dengan ana gadisnya itu. Apalagi emak mulai dihinggapi ketakutan akan ditinggal sendiri di rumah itu, mengingat Imah sudah sepantasnya bersuami.

"Yaelaahhhh, Mak. Meski Imah tu.makan sendiri, tapi sebenarnya Emak tu selalu diingat. Tak selera makan Imah kalau tak sama Emak." Imah menyuap kepingan terakhir ketupatnya.

"Kau, lagi-lagi bicara sambil makan. Selesai ini angkat piring dan gelas kotor. Nanti sehabis istirahat kau cucilah." Perintah emak adalah hal mutlak yang tak boleh dibantah.

Hampir saja Imah lesu, jika saja saat itu mak menyuruhnya mencuci langsung piting dan gelas kotor. Soalnya ia belumlah lagi beristirahat, mana gerah pula lagi. Ah, emak emang yang terbaik, deh.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ngelihat bahasa sepertinya dari Kalimantan timur kah. Ketupat bikin laper

19 Mar
Balas

Lihat ft ketupat kamis, jd kepingin ..Dah keluar nih air liur buu..

19 Mar
Balas

Imah... Imah.

19 Mar
Balas



search

New Post