Tak Selamanya Kedelai Rasa Keledai
Ada yang mengusik pikiran Imah siang ini setelah pulang dari SPBU mengisi BBM motornya. Ia sengaja ke sana karena membeli dari pengecer sangat memboroskan uang. Pagi tadi, sehabis sarapan ia berangkat sendirian. Sementara emak berangkat pula ke sawah sebelum panas matahari terlalu terik.
Di SPBU, ia melihat ibu-ibu penjuak makanan. Di dalam tempat makanannya yang terbuat dari anyaman bambu berbentuk nyiru bundar, ada pisang kepok rebus, ada kacang tanah rebus, dan ada pula kacang kedelai rebus. Bergemuruh perut Imah melihat makanan itu, apa daya uangnya lupa dibawa, di saku hanya ada uang untuk membeli pertamax untuk motor dan sisanya nanti untuk membeli minyak goreng titipan dari emak.
Dengan berat hati, ia berlalu dari jadapan si penjual yang mata merayu dengan sungguh agar dagangannya dibeli. Apalagi keadaan sekarang membuat dagangannya tidak selaku biasanya. Banyak dagangan yang bersisa dibawanya kembali pulang. Jika terlalu banyak, maka akan dibagi-bagikan ke tetangga.
Di perjalanan, bayangan kacang kedelai tadi masih mengganggu, sampai-sampai gadis itu harus selalu menelan air ludahnya dan bersabar. Ia bertekad untuk mencicipi makanan tersebut.
Sesampai di rumah, ia mendapati emak baru pulang dari sawah. Dua ikat genjer beliau bawa pulang untuk sayur nanti sore. Dengan demikian, uang bosa dihemat lagi. Apalagi di sekeliling rumah banyak sayuran.
Setelah mendudukkan dirinya di sebelah emak yang meminta minyak goreng titipannya, gadis itu mulai berkata, "Mak, tadi di SPBU Imah melihat ada penjual kedelai rebus, mau membeli, tapi gltak bawa uang. Mana kartu ATM tinggal di sini," ia melirik ke emak, "Mak, kita beli yuk!"
Emak menghela nafasnya, "Kau kalau sudah soal makanan, agak heran Mak. Tak pernah berhenti menginginkan ini itu. Kenapa badan kau itu tak bertambah juga, ha?"
"Imah menjaga berat badan dengan baik, Mak. Imah olahraga juga. Jadi makanya tetap bisa langsing. Tapi permintaa yang tadi, Mak maukan?" rayunya, "sudah lama sekali Imah tak makan kedelai itu. Kalau tak salah terakhir saat masih kelas dua SD, itu pun sama ayah," matanya mulai berkaca-kaca mengingat ayahnya.
Emak tak tahan melihat putrinya itu bersedih. Entah kenapa beliau selalu saja mau memperturutkan permintaan anaknya itu, walau seringnya beliau berkata seperti orang marah terus. Tapi itu hanyalah trik emak agar gadisnya itu tak cengeng.
"Ah, tak usahlah kau ingat yang lama. Sekarang bersiaplah kalau memang mau membelinya. Emak mandi dulu!" Perintah beliau.
Si gadis dan emaknya itu segera bersiap-siap. Apalagi kata emak sekalian saja singgah ke pasar membeli sembako. Apalagi jarak SPBU dengan pasar juga dekat. Setelah selesai bersiap, mereka pun berangkat, tak lupa masker menutupi mulut dan hidung.
Dua jam kemudian, mereka sampai lagi ke rumah. Apa yang dicari sudah didapatkan. Imah menyusun barang bawaan ke tempat penyimpanan masing-masing. Setelah itu ia mencuci tangan dan mengeringkannya.
"Mak, kita makan kedelai ini, yuk!" ajaknya pada emak yang juga selesai membersihkan tangan.
"Kau makanlah dulu. Ini emak mau bernafas sebentar," kata beliau mendudukkan diri di kursi melepaskan lelah.
"Mhhmmm, Mak. Ini kenapa rasanya seperti keledai saja," ia membuang yang barusan diambilnya, mengambil yang lain, "hmmm, ini agak enak," nilainya lagi.
"Hhheeeh, kau ini. Masa bilang kedelai rasa keledai. Aneh-aneh saja kau," kata emak.
" Yeee, Emak. Itumah ungkapan saja Mak. Keledai itukan dungu kata orang, dan asumsinya jelek, tak biak, dan tak enak, bolehlah dikata begitu," belanya terhadap semprotan emak tadi.
"Kalau begitu, tak selamanya kedelai akan rasa keledai. Tentu saja tiap-tiap biji itu tak bagus semuanya. Ada yang isinya keriput, sedikit membusuk atau apalah..., makanya rasanya itu tak enak seperti aroma wereng. Namun, untuk yang bijinya baik, rasanya enak," jelas emak ke gadisnya itu.
Si gadis yang diberi tahu hanya geleng-geleng saja. Ia tetap saja sibuk dengan kedelai itu, memilih biji yang enak, baru dimakannya.
"Habis ini, kau buang sampahnya, dna bersihkan lagi meja. Sekarang Emak mau bersiap untuk shalat zuhur!" perintah beliau.
"Yaaaa deh, Maaakk." Keluar lagi jawabannya yang malas itu.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar