#Tagur 365 Hari kesembilan

Kemarin sekolah kami heboh. Kehebohan terjadi karena adanya berita bahwa teman dari sekolah lain yang kebetulan juga mengajar di sekolah kami positif terpapar Covid -19. Info tersebut kami peroleh dari petugas Puskesmas yang kebetulan sedang melaksanakan kegiatan PHBS di sekolah. Informasi tersebut memang akurat karena didukung hasil Swab.

Begitu info tersebut beredar, teman-teman banyak yang merasa khawatir. Kekhawatiran mereka cukup beralasan. Pasalnya beberapa hari sebelum hasil Swab keluar, guru tersebut telah mengadakan kontak dengan teman-teman di sekolah kami ketika melaksanakan takziyah.

Oleh petugas dari puskesmas sekolah dimintai data tentang peserta takziyah. Peserta yang ikut takziyah ada 12 orang, ditambah 1 orang ruan rumah. Guna mengantisipasi kemungkinan -kemungkinan yang tidak diharapkan sekolah meminta semua guru melaksanakan WFH. Guru yang mengikuti takziyah diwajibkan melaksanakan karantina mandiri sambil menunggu apakah harus mengikuti swab.

Mendengarkata swab, beberapa teman sempat panik. Kepanikan mereka bukan karena ketakutan di Swab. Ketakutan lebih disebabkan adanya sanksi sosial masyarakat. Hal ini terjadi karena sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa Swab adalah bencana bagi mereka. Dikatakan bencana karena penderita akan dikucilkan. Sekalipun anggapan itu salah, tetapi teman-teman sudah terlanjur percaya. Oleh karena itu pemerintah perlu mengedukasi masyarakat agar tidak memiliki anggapan yang leliru.