Sepekan yang Mencekam
#Tagur 365 Hari ke 4
Sejak diketahuinya salah satu rekan guru yang terpapar Covid, saya amati rekan-rekan lainnya merasa resah. Keresahan tersebut menurut saya sangat logis, mengingat sebelumnya sebanyak 15 rekan sekantor mengikuti takziyah ke luar kota. Satu diantara peserta takziyah adalah rekan yang sudah dinyatakan positif Covid. Hal ini baru diketahui setelah ada pemberitahuan dari Puskesmas, lima hari setelah takziyah.
Setelah ada informasi langsung dari puskesmas ke sekolah, hari itu juga sekolah menindaklanjuti dengan menyampaikan laporan ke dinas pendidikan kabupaten. Selain memberikan laporan sekolah juga mengajukan permohonan izin agar semua guru melaksanakan pekerjaan dari rumah.
Layanan administrasi sekolah juga dinyatakan ditutup selama 3 hari. Penutupan layanan administrasi dilakukan karena sekolah akan melakukan penyemprotan dengan desinfektan. Pemberian layanan administrasi di sekolah dilakukan dengan cara bergilir, melalui piket tenaga administrasi.
Sekalipun kantor buka, layanan administrasi dilakukan dan kepala sekolah tetap melaksanakan tugas dari kantor, tetap saja suasana sekolah sangat sunyi. Lebih-lebih jika dilihat dari luar, seolah-olah tak berpenghuni.
Hari-hari berikutnya Puskesmas Singorojo 2 melaksanakan tracking. Selanjutnya mengajukan data peserta takziyah ke Dinkes. Hari berikutnya tes swab dilaksanakan. Sejak saat itu rekan-rekan dicekam ketakutan. Bukan ketakutan karena sakit pada saat diswab, tetapi ketakutan karena dampak sosial setelah mereka diswab dan tindakan setelahnya.
Benar saja. Pagi-pagi sekolah yang biasanya cukup ramai dengan gurauan para guru beberapa hari ini mendadak senyap. Tidak ada canda tawa para guru, mereka dilanda keresahan. Resah kalau kemungkinan terburuk terjadi.
Beberapa diantaranya ada yang curhat langsung dengan saya. Ada yang menyatakan tidak berani keluar dari rumah karena khawatir menularkan kepada tetangga. Ada juga yang mengaku tidak bisa melakukan apa-apa. Ada yang tidak mau bertemu dengan anggota keluarga dalam satu rumah khawatir tertular. Bahkan salah satu guru ada yang merasa ketakutan ketika mendengar suara sirine ambulans melewati jalan di dekat rumahnya. Dalam pikirannya terbayang ambulans itu datang untuk menjemputnya. Mereka merasa khawatir terhadap sesuatu yang belum tentu terjadi pada dirinya.
Begitu dahsyatnya dampak psikologis kehadiran corona bagi mereka. Dampak psikologis ini juga melanda rekan-rekan yang tidak mengikuti takziyah. Karena begitu satu orang dikabarkan terpapar, berita itu cepat menyebar kemana-mana. Mereka yang tidak mengikuti takziyah juga khawatir dijauhi tetangga-tetangganya. Suasananya sungguh mencekam. Suasana ini sudah berlangsung selama sepekan. Kalau dibiarkan terus barangkali mereka bisa dilanda depresi. Ini tidak boleh terjadi.
Dalam beberapa kesempatan saya sering memberikan motivasi agar tidak perlu khawatir. Kekhawatiran yang berlebih justru akan menurunkan imun tubuh. Jika sudah begitu justru akan mempermudah berbagai virus masuk ke tubuh kita. Saya juga sering memberi motivasi kepada rekan-rekan agar berpikir positif. Karena sesuatu yang akan terjadi pada kita tergantung pada pikiran kita. Ternyata apa yang saya lakukan belum cukup efektif meredakan kekhawatiran yang melanda mereka. Tekanan akan hadirnya dampak sosial lebih kuat pada diri mereka. Kalau sudah begitu saya hanya bisa berharap mudah-mudahan hasil swab bagi rekan-rekan segera keluar dan dinyatakan negatif semua.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga corona segera berlalu.
Aamiin.