Filosofi Lagu Gundul-Gundul Pacul
TantanganGurusiana hari ke-154
Filosofi Lagu Gundul-Gundul Pacul
Lagu Gundul-gundul Pacul merupakan lagu daerah yang berasal dari Jawa Tengah yang diciptakan oleh R. C. Hardjosubroto. Namun konon lagu ini merupakan gubahan Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja pada tahun 1400-an. Atau ada pula pendapat yang menyatakan bahwa lagu Gundul-gundul Pacul ini adalah karya dari Raden Umar Said (Sunan Muria). Terlepas dari polemik tentang siapa sebenarnya pencipta lagu Gundul-gundul Pacul, lagu ini mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia berupa rambu-rambu leadership bagi para pemimpin negeri ini.
Gundul berarti kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan atau kemuliaan seseorang, sedangkan rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka, gundul artinya kehormatan tanpa mahkota.
Pacul adalah alat pertanian yang terbuat dari lempeng besi segi empat. Jadi kalimat gundul-gundul pacul memiliki arti bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia pembawa pacul yang bertugas untuk mencangkul, yakni mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Orang Jawa sendiri memiliki filosofi khusus tentang pacul. Pacul berasal dari kata papat kang ucul atau empat yang lepas. Maksudnya adalah kemuliaan seseorang akan sangat tergantung pada empat hal, yakni bagaimana seseorang menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya. Mata seharusnya digunakan untuk melihat kesulitan rakyat, telinga digunakan untuk mendengar aspirasi rakyat dan nasihat bijak, hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan, dan mulut digunakan untuk menyampaikan kebenaran dan keadilan. Jika keempat hal tersebut tidak mampu dijaga dengan baik oleh seorang pemimpin maka lepaslah sudah kehormatannya.
Kemudian arti gembelengan yaitu besar kepala, sombong, dan suka bermain-main dalam menggunakan kehormatannya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat, tetapi dia malah menggunakan kekuasaannya hanya sebagai sarana untuk memuliakan dirinya, menggunakan kedudukannya untuk berbangga-bangga di antara manusia, dan menganggap kekuasaan itu hadir karena kepandaiannya.
Selanjutnya arti nyunggi-nyunggi wakul-kul maksudnya adalah membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya. Wakul sendiri menyimbolkan kesejahteraan rakyat, kekayaan negara, sumber daya alam dan manusia, dan sebagainya. Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul di kepalanya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap sebagai kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat. Pemilik bakul (rakyat) tentu saja lebih tinggi kedudukannya dibandingkan pembawa bakul (pemimpin/penguasa) karena ia hanyalah pembantu si pemiliknya. Dan sekarang banyak sekali pemimpin yang masih gembelengan, melenggak-lenggokan kepalanya dengan sombong, mereka pun bahkan bermain-main dengan kedudukannya.
Akibat dari semua itu akhirnya wakul ngglimpang segane dadi sak latar (bakul terguling dan nasinya tumpah kemana-mana). Artinya, jika pemimpin berani gembelengan maka sumber daya akan tumpah kemana-mana, tidak terdistribusi dengan baik dan kesenjangan muncul dimana-mana. Nasi yang sudah tumpah ke tanah sudah tidak bisa untuk dimakan lagi karena kotor. Maka gagal sudah tugasnya dalam mengemban amanah rakyat.
Disarikan dari Buku “Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki” karya Emha Ainun Najib
Indramayu, 18 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semangat berliterasi, lancar dalam beraktivitas dan semoga sukses selalu. Amin.
Terima kasih pak edi