Eva solina

Guru SMP N 1 Barumun Tengah, Padang Lawas. Memilih berbicara lewat tulisan karena kewalahan mengungkapkan kata dengan berbicara. 25 Years old A w...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hujan Dan Cabai, Terimakasih!

Hujan Dan Cabai, Terimakasih!

" Abang gak kerja hari ini ya? " Tanyaku sumringah. Aku berlari ke kamar meminta jawaban atas pertanyaan retorik tersebut. Dalam hati aku berterimakasih pada hujan karna aku bisa menghabiskan waktu dengannya hari ini walau cuma selonjoran menonton dan bercanda sesekali. Hari ini hari jum'at, hari paling singkat disekolah karna pembelajaran hanya berlangsung sampai jam 11:40 membuat hari terasa lebih panjang. Hari ini hujan dan panjang, satu dua jam kami selonjoran dan menonton. Kami saling menimpali rencana beberapa jam kedepan. " Kita tanam cabai yok " ajaknya, " Kita beli polibetnya dulu kepasar tapi yah, sekalian servis sepeda motor habis itu makan pecal depan BRI ya" jawabku. Tapi mataku masih menatap film Korea yang sedari tadi diputar begitu pun ia yang masih asik main game Free Fire-nya.

" Paling bentar lagi tidur, katanya mau nanam cabai?" Celetuk suami melihat aku yang sudah mulai ngantuk. Aku tersenyum meng-iya-kan. Aku berdiri dan memakai jilbab " Ayok beb, Kita beli polibet " seruku karna tak ingin menumpuk lemak dengan tidur sepanjang hari.

Sepeda motorku kami tinggalkan di bengkel dan melaju kepasar. Setelah memilih polibet yang sesuai dengan ukuran yang kami mau kami beranjak ke warung pecal depan BRI selagi menunggu hujan reda.

Kupesankan dua porsi pecal tapi miliknya lebih banyak karna ia memang fans berat pecal. Dia selalu request agar aku belajar membuat pecal yang enak seperti di warung- warung tapi entah kenapa aku tak pernah bisa membuat pecal yang pas di lidah. Kadang terlalu banyak bumbu, kadang terlalu asin dan lain-lain. Aku suka membuat berbagai jenis makanan tapi untuk pecal aku kurang tertarik. Suami selalu menjadi juri di galeri dapurku, dia persis seperri chef Juna. Haha

Aku kewalahan menghabiskan seporsi pecalku karna kekenyangan dan suami menolak untuk menghabiskan porsiku meski ia sangat suka, bagaimana tidak kewalahan? Kami sudah menghabiskan satu bungkus biskuit coklat, enam batang choki choki dan nextar coklat kesukaanku selagi menonton dirumah tadi. Setelah selesai menghabiskan porsi masing-masing kami melaju ke bengkel menjemput sepeda motorku tadi sembari pulang kerumah.

Kuparkirkan sepeda motorku di halaman belakang rumah berniat mencucinya setelah mengisi polibet. Kupinjam cangkul tentangga sebelah untuk mengambil tanah isi polibet karna kami hanya punya parang didapur. Namun akhirnya kami harus menggunakan parang tersebut menggali tanah karena canggul tak tersedia. 15 belas polibet besar selesai kami isi dalam beberapa puluh menit, cukup singkat dan menyenangkan. Kami berbincang, berdebat dan berseloro untuk hal-hal kecil yang berujung pada tawa kecil. Menyenangkan.

Kutinggalkan ia dan membiarkan ia menata letak polibet agar tak menghalau jalanku menjemur pakaian sebab ia lebih mahir menata rapi benda dibanding aku. Hehe. Kuambil air, sampo, bros dan kain pencuci sepeda motor. 5 menit selesai kubersihkan seadanya dan lanjut mencuci pakaian. Hari ini aku tak perlu masak sebab kami masih punya sisa gula ikan tadi pagi.

Kubantu ia sesekali kemudian beranjak mandi lebih dahulu. Kuoleskan lipstik, pensil alis seadanya. Kusisir rambut dan menyemprotkan parfum penutup ritual didepan cermin. Suamiku ingin aku tetap merias wajah meski hanya dirumah. Itu hal yang wajar sebab kami berjumpa sangat singkat dalam satu hari.

Pagi sekali aku sudah harus berangkat kerja dan meninggalkannya sebab ia berangkat kerja tak sepagi jadwalku. Namun aku pulang lebih awal, itulah sisi enak dari profesiku sebagai seorang guru. Meskipun begitu aku masih punya jadwal mengajar les sore untuk mengisi sunyi rumah mendapati suami sudah berangkat kerja. Ia biasa pulang habis magrib dan sudah cukup lelah kadang minta disuapi. Makan malam adalah yang paling kutunggu setiap harinya. Makan malam selalu kuusahakan mengikuti seleranya seperti terong bom-bom bakar, pakkat, gulai ikan lain-lain.

Aku duduk di pintu dapur menikmati pemandangan cabai besar yang sudah ditata rapi. Kutatap suamiku yang masih sibuk dengan parang entah memotong apa. Ia suka bercocok tanam sebagai pembunuh waktu senggangnya. Disini ia tak bisa bermain volly dengan temannya seperti di kampung kami. Aku senang dan tenang. Ada ia disisiku, mengabiskan waktu, ini sangat berarti. Terimakasih hujan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren..Romantis ala ala kita tak kalah dengan drakor. Semoga cabainya bersemi indah seperti yang menanam, dan panennya nanti bisa dibagi kepada yang koment pertama kali, cihuuyyy...

31 Jan
Balas



search

New Post