Evi Nursari

Ibu dari 2 anak dengan profesi sebagai guru di Al Azhar Syifa Budi Cibubur Cileungsi. Menulis adalah hal yang menyenangkan saat mulut tak sanggup mengungkapkan ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengapa Guru? (Keterpaksaan yang Indah)

Mengapa Guru? (Keterpaksaan yang Indah)

"Siapa bilang jadi guru itu enak? Siapa bilang jadi guru mudah? Aku harus pontang-panting memberikan les privat sana-sini demi menutupi kebutuhan. Kebutuhan loh, bukan keinginan. Iya kebutuhan, karena honorku di sebuah sekolah untuk ongkos naik angkot sebulan saja tidak cukup."

Semakin aku merasa menyesal mengikuti keinginan orang tua. Akupun mulai mencari pekerjaan lain, bukan sebagai guru. Tentunya dengan niat mengumpulkan modal untuk membuka sebuah butik. Setiap hari aku semakin kuat berdoa. Doaku: diberikan jalan dan kemudahan mendapatkan pekerjaan yang terbaik.

Alih-alih bisa membuka butik, aku malah semakin sibuk menerima panggilan memberikan les privat. Alhamdulillah semua yang belajar denganku merasa puas, baik siswanya maupun orang tuanya. Daaan, promosi yang paling jitu itu ya dari mulut ke mulut. Yang merasa puas belajar denganku selalu merekomemdasikan aku ke teman-temannya (tanpa kuminta), Masya Allah...

Alhamdulillah jadwal les privatku padat merayap. Alhamdulillah aku ga perlu lagi kesal berada di dalam angkot yang ngetemnya sampai berakar. Karena Alhamdulillah, akhirnya bisa beli motor sendiri dari hasil keringat sendiri. Alhamdulillah, meskipun belum bisa membuka butik tapi aku sudah bisa produksi tas handmade dan orderan semakin menggunung. Alhamdulillah.

Semua itu nikmat dari Allah, jawaban dari doa yang selalu aku panjatkan setiap kali bersujud. Nikmat dan jawaban dari Allah yang sayangnya belum benar-benar aku syukuri. Mengapa? Karena aku masih sering menyepelekan profesiku sebagai guru. Aku masih saja mencoba profesi lain.

Tapi Allah Maha Pengasih, Allah Maha Penyayang. Aku dihadapkan pada pilihan yang sebenarnya sangat mudah: tetap menjadi guru atau profesi lain yang sangat menjanjikan secara finansial. Dengan sangat mudahnya aku lepas kesempatan emas itu tanpa rasa penyesalan sedikitpun: aku tetap memilih menjadi guru.

Masya Allah, aku baru menyadari, ternyata aku mencintai profesiku ini. Ada rasa rindu yang meronta saat lama tak jumpa dengan murid-muridku. Ada rasa yang tak bisa aku deskripsikan saat aku berada di tengah murid-muridku. Aku mencintai mereka, aku senang saat murid-murid mengelilingiku. Aku selalu menangis bahagia sekaligus sedih (karena akan berpisah) setiap kali murid-muridku lulus. Aku bangga saat melihat murid-muridku telah menjadi orang sukses.

Alhamdulillah, meski penghasilanku tidak besar tapi mimpi-mimpiku mulai terwujud. Alhamdulillah meski hanya seorang guru tapi aku bahagia. Alhamdulillah ilmuku bermanfaat bagi banyak orang.

Alhamdulillah, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Ya Allah ampunilah hambaMu ini yang kurang pandai bersyukur atas semua nikmat-nikmatmu. Ya Allah ampunilah hamba-mu yang sempat mendustakan semua nikmat yang telah engkau berikan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post