Bersama Kita Bisa
Pribahasa Minang mengatakan duduak surang basampik-sampik duduak Basamo balapang-lapang. Dalam bahasa Indonesia duduk sendiri bersempit-sempit duduk bersama berlapang-lapang.
Pribahasa ini mengandung arti bahwa apabila sebuah masalah kita hadapi sendiri tanpa ada yang membantu terasa berat dan sulit, tapi apabila ada orang lain yang membantu maka Masalah itu akan terasa ringan.
Realisasi dalam kehidupan kita bermakna bahwa sebagai makhluk sosial kita butuh bantuan orang lain. Maka Allah menyuruh kita memelihara hubungan baik dengan manusia lainnya. Yang lebih dikenal hablumminannas.
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah kejadian. Dalam sebuah kolam ikan hiduplah dua ekor ikan lele kampung yang berpostur tubuh besar dan kekar. Dalam kolam yang sama juga terdapat sepuluh ekor ikan puyu yang berpostur tubuh kecil-kecil.
Sebagai makhluk hidup yang sama-sama mencari makan dan hidup dalam satu kolam terdapatlah persaingan dalam mendapatkan makanan. Pemilik kolam memberi makan berupa pelet dua kali dalam satu hari yakni pagi dan sore. Ikan lele merasa berkuasa dan selalu merebut makanan itu dengan cepatnya, sehingga ikan puyu sering tidak mendapatkan makan.
Suatu hari ikan puyu bermusyawara bagimana cara akar makanan tidak hanya dikuasai oleh lele. Dalam musyawarah itu ketua ikan puyu berpendapat,
"Besok saat tuan memberi kita makan, kita berkeliling mengitari makanan tersebut. Jika lele datang kita cepat menghalangi dengan cara mengembangkan sirip kita yang tajam ini. Apabila lele melawan, kita belai badan lele itu dengan sirip dan sisik kita yang tajam." Itu saran dari ketua puyu.
"Aku takut. Nanti aku dimakannya." Kata puyu paling kecil.
"Tidak usah takut, kami semua mengawalku." Kata puyu yang lain serempak.
Pagi itu tuan pemilik kolam, datang memberi makan. Alangkah terkejutnya ia karena lele paling besar ditemukan sudah menjadi bangkai. Bangkai lele tersebut koyak-koyak bagian tubuhnya. Lukanya seperti disayat sembilu. Dalam mulutnya terdapat seekor puyu yang tidak bisa ditelannya. Rupanya puyu tersebut dimangsa oleh lele. Saat puyu berada dalam mulutnya, sirip puyu itu melukai bagian dalam mulutnya. Sisik puyu yang tajam juga mengoyak lidah lele. Ia mati terkapar.
Dari cerita ini dapat kita petik pelajaran, dalam hidup bermasyarakat kita hendaklah saling menghargai. Musyawah untuk mufakat merupakan jalan terbaik untuk menyelesaikan sebuah masalah. Dalam musyawarah hendaklah saling mendengarkan dan menghormati.
Padang, 19 Desember 2020
#H-8
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar