Hampir tiga minggu pembelajaran daring. Tak kunjung ku jumpai nama Yudi dalam presensi setiap kelas Sosiologi berlangsung. Rasa penasaran membawa bertanya pada teman-teman se-kelas. Tak seorangpun tau ke mana Yudi pergi. Mungkin anak ini tak punya paket data hati ini mencari alasan sendiri.

Investigasi mulai dilakukan. Sudah lima hari kuperhatikan status online di akun WhatsApp Yudi aktif sekitar jam 8- 11 malam. Bah.. ternyata ia memiliki koneksi internet. Ku coba menyapa dan menanyakan kabar. Pesan ku hanya dibaca. Tiga hari terus seperti itu. Ku coba menelepon Yudi. Tapi panggilan ku tak di jawab. Kepala ku memanas. Ada kekesalan dengan pola tingkah anak ini. Ternyata sikap cueknya selama ini di dunia nyata terbawa juga di dunia maya.Hari ke tujuh penelusuran tentang Yudi berlangsung. Tak ada perkembangan yang baik. Pesan ku hanya dibaca dan dibalas singkat. "Iya Bu,", "Siap Bu".

Kembali ajakan semangat dan motivasi dilontarkan. Tapi kali ini responya berbeda. Emoticon wajah dengan air mata menghiasi pesannya. Pesannya kali ini panjang dan dalam. Yudi harus bekerja sebagai buruh bangunan sejak beberapa bulan lalu. Orang tuanya mengalami masalah ekonomi. Sejak pagi sudah pergi dan kembali sore hari. Aku hanya dapat menahan perasaan dengan mata berkaca-kaca. Tak sempat mengikuti daring di pagi hari. Sore pun telah lelah. Yudi pun sebenarnya sedih tak bisa ikut daring tapi ia harus memilih daring atau membiarkan Periuk ibunya terguling. Ia baru dapat online malam hari karena paket data malam yang murah yang mampu ia beli. Kami berdiskusi mencari solusi. Hingga akhirnya ia bersedia mengambil modul ke sekolah untuk belajar mandiri di rumah.