Bahagia Jadi Guru Kebon (3)
Menjadi guru di daerah perkebunan memiliki tantangan tersendiri. Inilah yang dirasakan sejak lima belas tahun lalu mencecahkan kaki di Kecamatan Galang. Galang adalah daerah yang dikelilingi perkebunan sawit dan karet milik PTPN III dan beberapa perusahaan perkebunan swasta.
Masyarakat galang sebagian besar berprofesi sebagai pekerja perkebunan, petani dan pedagang. Di sini ada juga Asrama BRIGIF 7/RR dan Batalyon MK/ 212. Perkebunan dan Asrama militer ini memberikan pengaruh pada kehidupan masyarakat. Setidaknya menjadi karyawan perkebunan dan tentara adalah profesi yang diimpikan oleh sebagian murid ku.
Lima belas tahun yang lalu. Wajah berseragam putih abu-abu rata-rata tak memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hanya beberapa orang dari siswa ku yang ingin jadi sarjana. Pilihan mereka kebanyakan ingin bekerja. Pekerjaan idaman adalah menjadi karyawan perkebunan. Bagi yang orang tuanya mampu biasanya memilih menjadi tentara atau polisi.
Lain lagi dengan anak perempuan. Mereka rata-rata telah memiliki lelaki idaman dan siap melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Rendahnya minat mereka untuk kuliah terkadang bukan karena tidak memiliki biaya. Tetapi rendahnya minat dan terbatasnya wawasan tentang perguruan tinggi. Walau ada beberapa yang terbatas dari sisi pembiayaan.
Realitas sosial di atas membuat kita miris. Keinginan untuk meningkatkan kapasitas diri dengan melanjutkan perkuliahan sangat rendah. Seolah merasa cukup dengan kondisi yang ada. Seraing dijumpai siswa yang pintar dan punya kesempatan masuk perguruan tinggi tanpa tes. Namun urung menggapai mimpi menjadi mahasiswa sebab orang tua tak mengizinkan kuliah. Alasan lain khawatir membiarkan anaknya merantau menuntut ilmu. Alasan-alasan yang membuat hati miris.
Perjuangan berat bagi guru untuk mengubah paradigma berfikir mereka menjadi lebih maju. Budaya patrialki diselimuti tradisi feodalistik yang kental masyarakat perkebunan. Terlihat pada kehidupan sehari-hari para siswa. Budaya hidup cenderung pragmatis dan nrimo terhadap nasib. Rasa menangis melihat wajah-wajah penuh harap melihat dunia luar.
Ada keyakinan semua ini akan berubah. Berbagai motivasi dan informasi disampaikan. Kisah-kisah orang sukses dengan ilmu yang tinggi di utarakan. Keuntungan material yang akan didapat orang berilmu tinggi di hembuskan. Status sosial dan mobilitas sosial akan bergerak lebih cepat dengan ilmu dan kreatifitas. Kelas dijadikan tempat untuk mengubah pemikiran. Materi dan aktivitas pembelajaran menjadi sarana membangun mimpi dan harapan mereka. Kerja sama berbagi pihak yang ada di sekolah memberikan warna baru bagi para remaja ini.
Benar kata orang bijak. Usaha tak mengkhianati hasil. Lambat laun semakin banyak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bahkan ada beberapa yang berjuang menuntut ilmu di Pulau Jawa. Tentara, Polisi, ASN dan karyawan perkebunan, walau tetap menjadi profesi idaman namun tak lagi dominan.
Para siswi sudah banyak yang kuliah dan mendapat pekerjaan yang baik. Menikah mudah tak lagi menjadi tradisi. Jarang sekali dijumpai siswi yang putus sekolah karena harus menikah. Mereka sudah punya impian terhadap diri dan masa depannya. Mereka tidak hanya berhasil menata masa depannya. Tetapi juga mampu memberikan pengaruh pada adik-adik kelas untuk merancang masa depan dengan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.
#Tantangan Menulis gurusiana
#Hari ke-23
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar