FADILLAH RAHMI

WRITER INSPAIRING 18 HARI MEMBAKAR DOSA Fadillah Rahmi Nasution S.Sos* Meletakka...

Selengkapnya
Navigasi Web
Refleksi Awal Tahun,Guru Bersertifikasi

Refleksi Awal Tahun,Guru Bersertifikasi

Dikeluarkannya kebijakan sertifikasi guru,seyogyanya mampu meningkatkan kinerja dan profesionalitas para pendidik. Namun hal yang mengejutkan mendengar hasil penelitian dari World Bank ternyata tunjangan sertifikasi yang diberikan kepada guru tidak mampu meningkatkan kualitas pendidikan dan profesionalisme guru. World Bank menyebutnya double for nothing. Alih-alih tampil menjadi guru professional sebagaimana amanat undang-undang. Kompetensi guru pun tidak meningkat secara merata pada guru di Indonesia. Sadisnya dari hasil penelitian ini World Bank merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia untuk menghapus kebijakan sertifikasi guru.

Lalu ke mana larinya aliran dana sertifikasi yang diguyurkan pemerintah kepada para guru? Pernah P4TK melakukan survei sederahana kepada para guru berprestasi. Ternyata hanya 14% saja guru menggunakan tunjangan sertifikasi untuk peningkatan kompetensi. Sebagian besar menggunakan tunjangan sertifikasi untuk mencukupi kebutuhan hidup yang bersifat tertier. Mulai dari membeli perhiasan, tanah, mobil dan kebutuhan konsumtif lainnya. Pantas saja World Bank meminta Indonesia menghentikan tunjangan sertifikasi ini. Sebab uang untuk membayar sertifikasi bersumber dari hutang negara dari World Bank.

Lalu apakah salah jika guru menggunakan dana tunjangan profesi untuk kebutuhan hidup dan menunaikan impiannya? Tentu saja tidak,jika diikuti dengan pengalokasian dana untuk peningkatan kompetensi juga. Undang-undang mengamanatkan 20% tunjangan sertifikasi guru seharusnya digunakan untuk peningkatan kompetensi 80% lagi untuk kebutuhan yang lain. Artinya masih banyak dana yang bisa digunakan untuk pemenuhan keinginan dan impian guru.

Jika ditelisik ke ranah realita tak jauh beda. Masih banyak guru-guru yang enggan melakukan investasi ilmu. Mulai mengikuti pelatihan-pelatihan berbayar sampai dengan melengkapi perlengkapan mengajar seperti laptop,gadget,aplikasi premium atau membeli buku untuk menunjang performa guru ketika mengajar. Sebagian guru masih menganggap itu tidak penting dan belum prioritas. Belum lagi bicara tentang karya semisal menulis buku,artikel atau jurnal sendiri. Belum dianggap sebagai suatu kewajiban. Padahal semua karya tersebut menunjang kenaikan pangkat dan angka kredit guru. “Jalan tol” untuk memenuhi syarat kenaikan pangkat menjadi pilihan dibanding berjibaku menghasilkan karya sendiri.

Marilah kita melakukan refleksi diri terhadap profesi kita sebagai guru di awal tahun ini. Pantaskah kita menerima sertifikasi yang diperuntukkan untuk guru professional yang senantiasa meningkatkan kompetensi diri? Kita sering mengeluh ketika tunjangan ini tidak hadir pada waktunya. Sementara kita urung untuk menampilkan diri sebagai guru pembelajar yang menjalani profesi sesuai dengan perkembangan zaman. Mari menjadi guru professional yang terus belajar jika kita masih berkenan mengajar. Sehingga kita menjadi layak mendapatkan tunjangan profesi dan berkah untuk kehidupan kita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post