Fadillah Rahmi Nasution

WRITER INSPAIRING 18 HARI MEMBAKAR DOSA Fadillah Rahmi Nasution S.Sos* Meletakka...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rumah Tanpa Ibu

Rumah Tanpa Ibu

Anaknya kocak dan ramah. Semangat belajarnya lumayan baik. Aktif dalam kegiatan belajar dan ekstrakurikuler di sekolah. Penampilannya selalu ceria. Berbeda dengan nasibnya. Ia harus menjalankan peran ibu saat usianya masih tergolong belia.

Sebenarnya sudah sejak kelas X, Ia mengatakan bahwa ibunya memiliki hubungan gelap dengan laki-laki selain ayahnya. Aku hanya tertegun mendengarnya. Ku nasehati agar ia bersabar dan tetap bersikap baik dengan ibunya. Pertengkaran di rumah antara ibu dan ayahnya selalu membuatnya kesal dan protes. Namun anak ini bersikap dewasa. Tak begitu terpengaruh dengan pertikaian ayah dan ibunya. Walau aku tahu hatinya perih.

Ia tetap tampil ceria dan semangat belajar. Walau sesekali kulihat lelah di wajahnya. Semua pekerjaan rumah dan mengurus ke tiga adiknya dilakukannya dengan sabar. Sementara ayahnya bekerja dari pagi hingga sore.

Sejak pembicaraan tahun lalu. Tak pernah lagi ia kabarkan soal ibunya. Sampai tiba siang itu saat istirahat. Genangan air membasahi matanya. Ia bercerita bahwa ibunya telah pergi tiga bulan lalu dengan teman lelakinya. Hubungan ibunya semakin hari semakin dekat dengan laki-laki muda yang dikenal ibunya melalui sosial media.

Seluruh tabungan dan perhiasan ibu dibawa. Toko baju di pasar dijual. Ibu pergi bersama lelaki pujaan hatinya dengan membawa uang hampir 100 juta. Ayahnya sudah berupaya mencari dan meminta ibu kembali. Tetapi ibu menolak dan memilih hidup bersama lelaki pilihannya.

Hatinya sangat hancur. Ia menceritakan seolah tak percaya dengan keputusan orang tuanya. Ia protes mengapa ibunya tidak mempertimbangkan anak-anaknya. Kini sudah tiga bulan rumah kami sepi tanpa ibu. Seluruh pekerjaan rumah dilakukannya dengan sabar dibantu adik-adiknya yang masih SMP dan SD.

Ia merangkap sebagai kakak dan ibu untuk adik-adiknya. Wajahnya kelihatan lebih tua dari umurnya yang belum 17 tahun. Bebannya tak mengurangi semangat belajarnya. Walau kadang ku perhatikan ia melamun di sudut kelas. Mulut yang menguap dengan mata hampir terpejam sesekali terlihat darinya saat guru menjelaskan.

Kadang ku tanyakan kabar Ibunya. Ia hanya tersenyum dan menggeleng. Aku tak banyak bicara. Ku tepuk lembut bahunya. Senyum semangat kuberikan padanya. Motivasi sederhana kusampaikan, “kamu kuat Nak”.

Ada saatnya kita guru hanya mendengar dan melihat. Tak perlu banyak bicara. Biarkan hati yang bicara dan pandangan penuh cinta, kepada mereka yang tak beruntung nasibnya.

#Tantangan Menulis gurusiana

#Hari ke-15

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post