Fadlun Duifa

Guru Ladang Untuk Beramal dan Mengeskplor Potensi...

Selengkapnya
Navigasi Web
MENEKAN TINDAK KEKERASAN PESERTA DIDIK TERHADAP GURU DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (KITAB TA’LIM MUTA’ALIM ) ( Studi Kasus Pemukulan Peserta Didik Terhadap Guru, Yang Berujung Kematian di SMA Negeri 1 Torjun Sampang  ) Oleh Fadlun Duifa, S.Pd SMA Negeri 1 Torjun Sampang Jawa Tim

MENEKAN TINDAK KEKERASAN PESERTA DIDIK TERHADAP GURU DENGAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (KITAB TA’LIM MUTA’ALIM ) ( Studi Kasus Pemukulan Peserta Didik Terhadap Guru, Yang Berujung Kematian di SMA Negeri 1 Torjun Sampang ) Oleh Fadlun Duifa, S.Pd SMA Negeri 1 Torjun Sampang Jawa Tim

Berbicara tentang tindak kekerasan di sekolah, selama ini yang terpikir dalam benak kita adalah tindak kekerasan yang berhubungan dengan peserta didik, baik yang berhubungan dengan pendidik atau antar teman peserta didik. Namun sedikit sekali di bahas dan dikaji adalah kekerasan terhadap pendidik.

Mengapa kekerasan terhadap pendidik penting untuk dikaji, minimal ada 3 alasan tentang hal itu, yang pertama adalah peristiwa terbaru dan mengemparkan meninggalnya seorang guru akibat penganiyaan yang dilakukan oleh peserta didik ( kebetulan peristiwa itu terjadi di sekolah penulis ), kedua adalah tingginya kekerasan secara verbal yang selama ini dihadapi oleh guru ( khususnya disekolah penulis ), ketiga adalah ancaman verbal yang sering dilontarkan wali peserta didik terhadap pendidik.

Tindak kekerasan yang terjadi di sekolah penulis SMA Negeri 1 Torjun sangat di sayangkan, mengapa hal itu harus terjadi padahal kalau dilihat dari latar belakang daerah SMA Negeri 1 Torjun yang masuk diwilayah kabupaten Sampang, yang nota bene punya latar belakang kabupaten yang religius karena banyak pondok pesantren. Kemudian di tambah norma adat masyarakat yang sangat menjungjung konsep “ Bupak, Bebuk, Guruh, Ratoh “ yang artinya bapak , ibu, guru dan raja. Konsep norma adat ini sangat berarti bagi masyarakat Madura umumnya dan masyarakat kabupaten Sampang, kareana menemapatkan posisi terhormat posisi guru setara dengan orang tua bahkan raja / peminpin daerah.

Sedangkan dari sisi hukum posistif dan perundang – undangan profesi guru sudah mendapatkan proteksi dan perlindungan hukum yang pasti dalam menunaikan tugasnya. Hal lain yang tidak kalah dahsyatnya adalah konsep pembetukan prilaku peserta didik yang berorientasi pada pembentukan karakter. Pemerintah sejak tahun 2010 mulai mencanangkan grand design yang di kembangkan tentang pembentukan karakter kemudian secara masif di galakan ke sekolah – sekolah sejak tahun 2011. Bahkan pemeritah membuat peraturan Presiden no 87 tahun 2017, dengan tujuan yang cukup mulia yaitu menciptakan generasi emas di tahun 2045 dengan jiwa pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan masa depan.

Latar belakang religius, norma adat, undang – undang perlindungan guru dan pencanangan pendidikan karakter tidak mampu menekan tindak kekerasan terhadap guru. Peristiwa yang menimpa guru Budi tetap terjadi, Berdasarkan hasil investigasi langsung penulis akan peristiwa kekerasan tersebut penulis menarik beberapa akar masalah. Pertama sejak awal guru sudah membuat kesepakatan ( kontrak belajar ), Kedua ada aksi kenakalan peseta didik dalam hal ini mengganggu teman lain yang sedang mengejakan tugasnya. Ketiga guru berupaya melakukan teguran secara verbal terlebih dahulu. Keempat guru berupaya melakukan teguran secara fisik dengan cara membubuhkan cat dipipi peserta didik dan memukulkan buku absen sebagai peringatan. Kelima ada prilaku terhadap guru, prilaku kekerasan terhadap guru dengan tindakan pelaku yang menangkis dan meninju guru.

Dari beberapa akar masalah, seperti : kontrak belajar,kenakalan peserta didik, teguran verbal,teguran fisik, dan kekerasan terhadap guru. Penulis mencoba mengaitkan dengan PP No 74 Tahun 2008 Tentang Guru, Undang – Undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Undang – Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional serta perlindungan hukum terhadap profesi guru. Kemudian di korelasikan untuk di carikan solusinya dengan Pendidikan Karakter Berbasis Kitab Ta’lim Muta’alim.

Kajian diatas dapat disimpulkan oleh penulis, bahwa yang menjadi masalah pada kajian penulisan artikel adalah ternyata keberadaan pendidikan karakter dan undang – undang prlindungan guru tidak mampu menekan tindakan kekerasan pada guru , oleh karenanya penulis menawarakan solusinya adalah pendidkan karakter berbasis kitab ta’lim muta’alim dalam rangka perlindungan profesi guru atas tindakan kekerasan terhadap guru.

Kontrak Belajar

Sebagai seorang pendidik pak guru Budi sudah mengupayakan pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran dengan mengunakan metode Learning Contrak (Kontrak Belajar ). Berdasarkan beberapa pendapat tentang kontrak belajar mengatakan bahwa kontrak belajar adalah berupa kesepakatan yang dibuat oleh pendidik dengan peserta didik yang berorientasi pada pencapaian kompetensi yang sudah di sepakati baik yang dilakukan di dalam kelas atau luar kelas, untuk mendapatkan nilai yang maksimal yang di berikan guru dalan setiap pembelajaran.

Pak Budi membuat kesepaktan dari awal tentang tugas – tugas yang harus diselesaikan peserta didik, peserta didik di berikan ruang dan bagian yang harus diselesaikan untuk di lukis. Sedangkan perjanjiannya masing masing peserta didik tidak boleh menggangu atau mencorat – coret punya temanya yang lain.

Dari sudut pandang PP No 74 tahun 2018 bab 1 ayat 1 tentang guru dikatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Secara sah dan legal bapak guru budi sudah menunaikan tugasnya dengan benar dan di lindungi undang – undang, tapi apa yang salah dari prilaku peserta didik ( pelaku ) yang didapati dari kasus ini, pelaku melanggar kontrak belajar yang sudah dibuat dengan prilaku mengganggu pekerjaan temannya yang lain. Ini jelas bertentang dengan pendidikan karakter yang sudah dicangkan pemerintah. Padahal sudah kita ketahui bersama bahwa konsep pendidkan karakter sudah tersirat dalam pencapaian kompetensi sikap yang sudah ada dalam kurikulum kita ( sikap menghomati, menghargai dan lainnya ). Tapi mengapa masih muncul prilaku peserta didik yang menyimpang dari sikap karakrer tersebut.

Solusinya adalah pendidik harus menamkan pemahaman karaker itu secara utuh, angkat pemahaman peserta didik bahwa dalam ajaran agama kita, salah satunya dalam kitab Ta’lim Muta’alim, dijelaskan dalam bab sabar dan tabah dalam belajar, peserta didik kita paham tentang konsep sabar dan tabah dalam belajar. Dalam kitab tersebut di jelaskan bagaimana seorang peserta didik menjadikan sabar dan tabah itu menjadi pangkal dalam segala hal. Seadangkan yang menjadikan penghalang munculnya kesabaran adalah hawa nafsu. Sisi agama perlu kita angkat dalam pembelajaran karena karakter kearifan lokal suatu daerah sangat menentukan pembentukan karakter. Karakter kearifan lokal di SMA Negeri 1 Torjun bersifat relijius.

Kenakalan Peserta Didik

Mentalitas dan motivasi peserta didik menjadi dasar utama kemauan peserta didik untuk belajar. Kasus yang menimpa pak guru Budi dengan kelakuan peserta didik yang cenderung agresif dalam pembelajaran. Agresif yang di makasud adalah peserta didik ( pelaku ) tersebut suka mengganggu temannya yang sedang mengejarkan tugasnya. Sedangkan pelaku cenderung lalai terhadap tugasnya sendiri.

Menurut perspektif teori tentang kenakalan,dari jurnal Psikologi Pendidikan dan perkembangan vol 01.no 02 tahun 2012, seorang penulis Iga Serpianing Aroma mengatakan kenakalan remaja dapat di gambarkan sebagai kegagalan dalam pemenuhan tugas perkembangan. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang dimiliki orang lain seusianya selama masa perkembangan.

Dari pendapat diatas dapat kita konfrontir dengan pendidikan karakter yang sudah di kembangkan di sekolah, yaitu bersahabat dan komunikatif. Nilai bersahabatnya seperti apa yang dimiliki oleh pelaku kalau pelaku cenderung menggangu temannya.Seperti apa penyikapan seorang guru menghadapi situasi seperti ini kalau di kaji dari sudut pandang perundang undangan.

Undang – undang no 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen pasal 6 mengatakan

Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Kalau kita cerna undang – undang tersebut, seorang guru mempunyai kewajiban mendidik peserta didiknya berahlah mulia, konsep ahlaq mulia yang dicanangkan oleh pemerintah tertuang dalam kurukulum pendidikan karakter,seperti karakter relijius, jujur,toleransi, disiplin, kerja keras,kreatif, mandiri,demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta dmai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli social, tanggung jawab.

SMA Negeri 1 Torjun menjadi salah satu Sekolah Adiwiyata Mandiri tingkat nasional pada tahun 2014, artinya secara kasat mata sekolah ini sudah mempunyai karakter pedui pada lingkungan. Sederhanya pada tumbuhan saja sangat peduli apalagi pada manusia. Akan tetapi mengapa masih terjadi aksi kenalan di SMA Negeri 1 Torjun. Pertanyaan itu akan terjawab kalau kita mencari akar permasalahan munculnya kenakalan tersebut.

Akar permasalahan yang di temukan oleh penulis karena tidak diajarkanya adab belajar di sekolah sebagaimana pembelajaran adad yang diajarkan di pondok pesantren melalui proses pembelajaran dari kitab ta’lim muta’alim. Dalam kita tersebut diterangkan tentang bab tentang memlih ilmu, guru, teman dan ketabahan ilmu,. Penulis mencoba mencerna tetang bagaimana dalam kitab tersebut memilih teman yang punya watak durhaka, pemalas dan lain.

Pesan yang ingin di sampaikan dalam kitab tersebut seharusnya untuk menghindari kenakalan pesertta didik maka arahkan peserta didik untuk berada dalam komunitas yang bisa memilah dan memilih teman dalam belajar, karena aksi kenakalan peserta didik bisa di pengaruhi oleh lingkunngan atau dengan siapa dia bergaul atau berteman.

Teguran Verbal

Kasus yang menimpa bapak guru Budi bukan langsung terjadi pemukan begitu saja, namun sebagai seorang guru pak guru Budi tidak serta merta melakukan teguran fisik kepada pelaku ( peserta didik ), saat pelaku melakukan pelanggaran dalam pembelajaran guru Budi sudah menegur secara lisan akan tetapi pelaku ( peserta didk ) tidak mengindahkan.

Teguran verbal yang dilakukan oleh guru budi sudah benar menurut Peraturan Pemerintah, PP No 74 tahun 2018 Bagian Kedelapan Penilaian, Penghargaan, dan Sanksi oleh Guru kepada Peserta Didik Pasal 39 menyebutkan Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan Guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.

Artinya ketika peserta didik melakukan pelanggaran dengan cara menggangu temannya dan melanggar kesepakatan yang suadah ditetapkan maka langkah yang dilakukan pertama kali olh seorang guru adalah melakukan teguran secara verbal, dengan memberikan arahan dan nasehat suapaya bisa memperharikan tugas yang sudah ditetapkan supaya target hasil pembelajaran tercapai.

Bagaiman hukum teguran verbal yang dilakukan seorang pendidik menurut pandangan kitab Ta’lim Muta’alim, dalam Bab Kasih Sayang dan Nasehat mengatakan, orang alim hendaknya memlilki rasa sayang, mau memberikan nasehat serta jangan dengki. Dengki tidak bermanfaat, justru membahayakan diri sendiri. Syaikhul Islam Burhanuddin ra berkata : Putra sang guru dapat menjadi laim, karena sang guru itu selalu berkehendak agar muridnya kelak menjadi ulama ahli Al – Qur’an. Kemudian atas berkah I’tikad bagus dan kasih sayangnya itulah putra menjadi alim.

Uraian diatas itulah yang harus menjadi konsen para guru untuk senantiasa meluruskan cara – cara kita mendidik supaya tepat dan tidak keluar dari jalur. Karena selama dalam proses pembelajaran mengunakan jalur – jalur yang dilakukan seperti para alim ulama dan salafus sholeh, maka akan terhindar dari hal – hal tidak di inginkan.

Teguran Fisik

Sebagai seorang pendidik juga sebagai manusia biasa juga punya batas kesabaran sebagai manusia, yang terkadang pengaruh psikologi pribadi seorang guru juga berpengaruh saat melakukan proses pembelajaran. Kejadian teguran fisik yang dilakukan oleh pak guru Budi dengan cara hendak memukulkan buku absen kepada pelaku ( peserta didik ) merupakan langkah terakhir yang di dilakukan seorang guru.

Hal tersebut dilakukan karena pelaku ( peserta didik ) sudah dianggab keterlaluan, saat di berikan teguran secara verbal pelaku tidak mengindahkan bahkan semakin menjadi, akhirnya diambil tindakan sesuai kesepakatan dengan cara memberikan cat di pipi pelaku ( peserta didik ), kemudian pelaku mengelak jadi kenak mata pelaku ( peserta didik ), hal tersebut menjadikan pelaku semakin menjadi dan mengomel.

Guru Budi merasa apa yang dilakukan pelaku semakin jauh dari tindakan kesopanan kepada guru maka oleh guru Budi hendak di pukul menggukan buku absen yang guru Budi pegang. Berdasarkan kejadian tersebut seperti apa undang – undang dan peraturan pemerintah melindungi guru dalam tindakan teguran fisik tersebut.

Peraturan Pemerintah, PP No 74 tahun 2018 Bagian Kedelapan Penilaian, Penghargaan, dan Sanksi oleh Guru kepada Peserta Didik Pasal 39 ayat 2 menyebutkan, bahwa Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik Guru, dan peraturan perundang-undangan.

Bentuk teguran fisik yang dilakukan oleh guru Budi, merupakan interpretasi dari pasal 39 ayat 2, yaitu pemberian sanksi dengan cara sanksi yang sudah menjadi kesepakatan dan teguran yang di lakukan secara reflek yaitu hendak memukul dengan buku absen. Karena kalau di lihat dari perilaku pelaku, bentuk sanksi mendidik semacam apa baik lisan atau tulisan. Dalam hal ini peraturan pemerintah tidak menjelaskan dan merinci secara gamblang.

Apakah teguran fisik termasuk sanksi yang mendidik atau tidak, kalau memang guru boleh melakukan sanksi, sampai dimana batasan perlindungan hukum yang diberikan kepada guru. Kalau dilihat dari PP no 74 tahun 2018 Bagian Kesembilan Perlindungan dalam Melaksanakan tugas dan Hak atas Kekayaan Intelektual Pasal 40, ayat 1 menyebutkan, guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, Organisasi Profesi Guru, dan/atau Masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing. Ayat 2 yang dimaksud adalah Rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh Guru melalui perlindungan:hukum,profesi, dan keselamatan dan kesehatan kerja.

Sedangkan dalam kitab Ta’lim Muta’alim, dalam bab 4 mengagungkan ilmu dan ahli ilmu, pada pembahasan mengagungkan guru menguraikan termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati pada sang guru. Ali ra berkata “ Sayalah menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajariku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekaan ataupun tetap menjadi hambanya.

Utamanya adalah melakukan hal – hal yang membuat hati seorang guru ridho, menjauhkan amarahnya dan menjungjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama. Begitulah kitab Ta’lim Muta’alim menggabbarkan bagaimana ahlaq atau sikap seorang peserta didik pada gurunya. Teguran fisik yang dilakukan oleh guru Budi tidak akan pernah terjadi kalau pelaku ( peserta didik ) memahami posisi dirinya sebagai pesrta didik yang seharusnya sangat hormat dan sopan pada guru.

Sebagai seorang guru sebisa mungkin dalam setiap pembelajaran memahamkan akan pentingnya menghormati guru, dengan cara memahamkan bahwa ajaran agama kita menganjurkan akan hal itu. Guru sebenarya tidaknya menunikan tugasnya dengan cara pemenuhan kompetensi pengetahuan, akan tetapi pemenuhan kompetensi sikap butuh menjadi perhatian seriusa. Karena sukses tidaknya pembelajaran bergantung sikap belajar peserta didik. Kalau sejak awal peserta didik menempatkan posisinya pada posisi yang benar sebagai peserta didik, maka di akan sadar akan posisinya sehingga akan hornat dan sopan pada guru. Ketika sikap sopan dan hormat sudah dimiliki peserta didik maka konsentrasi dan semangat belajar peserta didik akan muncul. Sehingga pembelajaran bisa berjalan dengan lancar.

Kekerasan Terhadap Guru

Kekerasan adalah perbuatan keras yang ditujukan kepada orang lain,diri sendiri, atau barang, dengan menggunakan kekuatan, ancaman, atau paksaan baik dengan alat maupun tanpa alat (Lydia Herlina M 2008;87). Kekerasan muncul dikarenakan seseorang merasa lebih kuat, superior atau lebih lemah, infertior( minder ), sama saja. Jadi intinya kita mengingkari prinsip kesetaraan dan bertindak diskriptif ( I.M Hendrarti 2008 : 2 ).

Munculnya tindak kekerasan terhadap guru Buidi kemungkinan disebabkan pelaku (peserta didik ) merasa lebih kuat. Bukan berarti mau mendiskriditkan guru Budi kalau di lihat dari sisi fisik, guru Budi perawakanyanya kurus dan kecil sedangkan pelaku ( peserta didik ) perwakannya lebih altletis dan lebih berisi. Secara kasat mata pelaku ( peserta didik ) mersasa dirinya lebih kuat sedangkan guru Budi diangagb lebih lemah.

Sebenarnya pemerintah suadah melakukan langkah antisipatif terhadap hal – hal yang berkaitan dengan perlindungan guru, sebagainya tercantum dalam undang – undang no 14 tahun 2005, Bagian ketujuh tentang perlindungan pada pasal 39 ayat 3 yang berbunyi Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakupperlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuann tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

Sedangkan dari bingkai pendidikan karekater pemerintah sudah mencanang untuk menekankan pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran. Salah satu subtansi nilai/ karakter yang ada pada SKL SMA adalah karakter santun, sikap santun yang dimaksud adalah berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun. Artinya nilai – nilai karakter sebenarnya tidak hanya dijadikan konsep saja, akan tetapi dikemukakan dalam pembelajaran.

Namun kenyataanya walaupun guru di lindungi secara hukum dan di perkuat dengan pendidikan karakter, pertanyaan mengapa masih terjadi tindak kekerasan terhadap guru. Jawabannya adalah kurikulum kita hanya menjadikan pendidikan karakternya hanya terisrat saja dalam pembelajaran. Tersirat artinya hanya menjadi target pencapaian kompetensi pada penilaian sikap, tidak menginternalisasi pada perubahan prilaku atau karakter peserta didik.

Kesimpulan yang bisa diambil dari pokok bahasa diatas adalah bahwa munculnya tindak kekerasan yang dilakukan oleh perserta didik terhadap guru, dikarenakan pemahaman pendidikan karakter tidak menginternalisasi dalam kehidupan sehari – hari. Adanya undang – undang guru dan dosen serta tentang peraturan pemerintah tentang guru tidak mampu melindungi guru dari tidak kekerasan terhadap guru. Karena undang – undang dan peranturan pemeritah tersebut belum rinci dan ditail, sehingag multi tafsir bagi guru dalam melaksanakan tugasnya.

Dari hal tersebut butuh solusi perlindungan guru, tidak hanya dari sisi perlindungan hukum saja namun di butuhkan pembangunan karakter yang terintegrasi dengan pembelajaran tidak hanya tersirat tapi tersurat dalam pembelajaran artinya pendidkan karakter dijadikan pelajaran dan masuk dalam kurikulum dan ada dalam jadwa pelajaran. Sebab selama ini target pencapaian pendidikan karakter hanya tersirat pada pemenuhan subsatansis nilai/ karakter hanya pada SKL untuk implemetasinya hanya pada penilaian sikap yang hanya bersifat normatif saja.

Tawaran solusinya adalah pendidkan karakter berbasis kearifan lokal dengan mengunakan Kitab Ta’lim Muta’alim sebagai yang dijadikna sebagai rujukan dan diajarkan di proses pembelajaran tatap muka. Darimana jadwal proses pemebelajaran tatap muka didapatkan, peluangnya adalah di jadwal pendidikan muatan lokal.

Kitab itu berisi tetang apa ilmu dan keutamaannya, niat diwaktu belajar, memilih ilmu dan ketabahan mencari ilmu,mengagungkan ilmu dan guru,bersungguh – sungguh mencapai cita – cita,ukuran belajar dan tata – tertib dalam belajar, bertawakkal, waktu belajar, kasih sayang dan nasehat, mengambil pelajaran,mendatangkan rejeki dan menjauhkan rejeki. Sungguh lura biasa isinya kalau dikaji.

1. Sebagai peserta didik harus mampu menempatkan dirinya dengan tujuan dan tanggung jawabnya,dengan memegang teguh nilai dan karakter yang benar. Seorang peserta didik harus mengetahui adab dan ahlaq dia berinteraksi dengan ilmu pengetahuan, berinteraksi dengan guru dan berinteraksi dengan teman.

Sebagai pendidik harus mampu memahamkan pendidikan karakter yang di korelasikan dengan kearifan lokal sehingga pendidikan kakater itu bisa menginterlaisasi dalam diri peserta didik dan dapat merubah karaker yang baik di masyarakat

Pemerintaha harus mampu melihat kenyataan yang ada bahwa pendidikan karakter tidak hanya terisrat dalam pembelajaran, akan tetapi harus menjadi satu mata pelajaran yang utuh, yang kemudian masuk kekurikulum dan dia ajarkan di kelas, setara dengan mata pelajaran yang lainya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sip, Buat Pak KS dan semuanya ..

03 Jul
Balas



search

New Post