fajri alifia

Pendidik yang masih belajar dan berproses untuk kebaikan bersama. Masih mencari yang terbaik untuk perubahan besar di masa yang akan datang....

Selengkapnya
Navigasi Web

CATATAN 1 SYAWAL

CATATAN 1 SYAWAL

Catatan 1 Syawal ini akan saya permulaan dengan sedikit merenungi setiap perjalanan yang telah dilewati. Mulai dari peran sebagai hamba Allah, seorang anak, kakak, guru, sahabat, dan saudara seiman. Ada banyak sekali pengalaman yang saya dapati dan perlu diambil hikmahnya selama perenungan dalam beberapa bulan terakhir ini.

Ramadhan telah pergi meninggalkan saya dan lainnya. Ramadhan memberi banyak kesempatan saya untuk belajar sabar, mengalah, dan mencoba menerima peristiwa di hadapan saya. Paling tidak, di tahun ini saya mesti sangat bersyukur karena masih bisa melaksanakan tarawih berjamaah di madrasah ataupun di masjid. Berbeda dengan tahun lalu, saya, ibu, ayah dan adik saya harus bergantian berjaga di rumah sakit. Tahun lalu, Ramadhan kami berbeda, sedikit sendu, karena prihatin dengan atmosfer di rumah sakit dan kondisi adik saya.

Di bulan ini pun, saya pelan-pelan mengamati bahwa tak selamanya tanya membuahkan jawaban. Terkadang kita perlu sesekali menghirup nafas dalam-dalam agar bisa dengan jernih melihat celah yang diberikan sang khalik. Meskipun bukanlah hal yang mudah, sebagai manusia biasa, seringkali hawa nafsu mendominasi hingga celah tersebut terlihat samar bahkan cenderung pudar.

Sebagai seorang anak, saya benar-benar harus belajar membagi waktu. Dalam sehari, saya perlu mengatur siasat agar profesi saya sebagai guru di sekolah, peran saya sebagai kakak perempuan di rumah, dan kewajiban saya sebagai umat muslim dapat terlaksana dengan baik. Sepulang dari sekolah, sebisa mungkin saya cepat sampai di rumah, agar bisa beristirahat sejenak dan membantu ibu memasak untuk persiapan berbuka puasa. Rutinitas itu hampir setiap hari saya lakukan selama bulan Ramadhan, sembari melakukan aktivitas lainnya, semisal bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian.

Di pagi hari setelah sahur, saya perlu membagi waktu antara melaksanakan ibadah salat, membantu ibu memasak sahur, mencuci piring, dan membersihkan rumah. Jujur saya masih agak keteteran karena kenyataannya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terkadang rasa kantuk masih bergelayut hingga tidak sadar saya sahur 15 menit sebelum waktu imsak berakhir. Walaupun ada kalanya saya bisa menyelesaikannya dengan tepat waktu. Kalaupun meleset, saya harus merelakan waktu tiba saya di sekolah telat 10-15 menit untuk menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum berangkat kerja. Begitulah.

Kalau boleh saya akui, iklim Ramadhan kali ini cenderung panas sehingga mengakibatkan kadar rasa mengantuk yang meningkat. Aktivitas tidur menjadi begitu menggoda ketimbang menyaksikan tontonan lewat gawai kita. Alhasil, selepas saya mengajar, saya menyempatkan istirahat sejenak 10-20 menit untuk memejamkan mata alias tidur. Saya mengatur posisi sedemikian rupa agar istirahat yang saya lakukan berkualitas. Kalaupun tidak sempat, saya juga berusaha memaksa mata saya agar tetap terjaga membaca Al-Quran.

Di sekolah, kami para guru, mesti berpindah tempat. Cukup menguras tenaga karena kami harus memindahkan peralatan kami di tengah kondisi kami yang masih berpuasa. Kami bersama yang lain mengangkat meja, kursi, dan segala peralatan yang biasa kami pakai untuk mengajar. Padahal, kami rasa, hal itu tidak terlalu urgensi, dan bisa dilakukan pasca lebaran. Tapi..mau bagaimana lagi.

Di sisi lain, kami juga perlu beradaptasi dan menemukan semangat mengajar kami di ruangan yang baru. Menyesuaikan juga dengan arah jalan kami dan lainnya yang mengalami perubahan. Perlahan tapi pasti kami mencoba menerima dengan lapang dada, demi kebaikan bersama.

Saat mengajar, tantangan lainnya datang dari para siswa. Mereka lebih menyukai aktivitas dalam keheningan yang tidak membutuhkan energi banyak. Mereka ketika bulan Ramadhan berubah kembali menjadi anak mageran. Di saat itulah, kami, para guru, harus memutar otak memikirkan strategi belajar yang tepat. Intinya, tujuan pembelajaran tetap tersampaikan, tetapi tidak membuang energi siswa saat belajar.

Akhirnya tercetuslah ide kreatif dari lisan saya kepada siswa. Kebetulan saat itu masih ada topik yang harus dipresentasikan oleh siswa. Kata kunci yang saya sampaikan adalah “Tolong kalian cari cara menyampaikan presentasi tetapi tetap hemat energi”. Saya sangat menyarankan hal ini agar mereka tidak perlu lelah untuk berbicara saat presentasi.

Waw,, masya allah..fantastis.. omongan saya diinterpretasi begitu beragam oleh siswa.

Di kelas pertama, mereka mengambil cara untuk membuat catatan suara (voice note) tentang bahasan materi presentasi. Kemudian, mereka hanya akan berbicara ketika membuka presentasi dan sesi tanya.

Mantap begitu kreatif…

Di kelas lainnya, mereka mencoba pengunaan AI atau biasa disebut Artificial Intelligence. Kumpulan salindia yang telah mereka buat tetap dipresentasikan di layar dan secara otomatis disampaikan langsung oleh AI. Intinya mereka tidak mengeluarkan energi sama sekali saat membahas materi. Selain itu, sebelum mengakhiri presentasi, mereka menambahkan permainan yang membangkitkan antusiasme siswa lainnya untuk menyimak materi. Alhasil, rasa haus tidak terasa dan mereka begitu bergembira karena tiba-tiba bel istirahat berbunyi.

Itulah hal baik yang saya temukan selama melakukan pembelajaran di kelas selama bulan Ramadhan. Anak-anak bisa mencari cara lain yang lebih kreatif dan effortless ketimbang mereka harus susah payah menjelaskan materi presentasi. Perlahan anak-anak juga dapat melatih dirinya untuk mengembangkan diri saat menyajikan presentasi yang menarik di depan kelas.

Di bulan puasa ini, saya benar-benar belajar sabar. Sabar menghadari perangai manusia yang begitu beragam. Di awal hari saya selalu berdoa agar sang khalik memberi saya perasaan lapang dada dalam menerima dan menanggapi perangai makhluk Allah yang lainnya. Hal wajar bilamana menemukan perbedaan pendapat dengan orang lain, kita akan menunjukkan reaksi membela argumen atau mengalah.

Ketika mulai marah atau terpancing sesuatu hal, saya menarik nafas dalam-dalam, berhitung 1-10 detik, membaca doa “Allahumma innaka afuwwun karim, tuhibbul ‘afwa fa’fu’anna ya karim. Artinya, ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan suka mengampuni. Karena itu, ampunilah aku.

Ajaib begitu magis. Mendadak emosi saya mulai hilang perlahan dan saya mulai mengalah. Saya kemudian berpikir, buat apa saya bersikeras membela pendapat saya jika orang yang saya hadapi mengerti baik benarnya sebuah perilaku tetapi bersikeras berdiri di jalan yang salah. Akhirnya saya pasrah dan kembalikan segalanya ke sang khalik. Saya selalu bergumam “Pengadilan Allah tidak pernah salah dan pandang bulu, semua akan dipertanggung jawabkan secara adil di hadapan-Nya”.

Menjelang lebaran, tradisi yang tidak akan pernah hilang adalah membuat kue lebaran dan memperbaharui rumah. Pada H-4 lebaran, saya diminta membuat kue lebaran, kue nastar. Saya mengiyakan permintaan ibunda saya. Dua hari kedepan saya juga diminta membuat kue lebaran lainnya, kue coklat dan sagu keju. Pada akhirnya saya kelelahan luar biasa. Tangan saya begitu keram mencetak satu persatu adonan kue sembari mengecek kue yang ada di dalam oven. Ini kali pertama saya melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain, bahkan ibu saya sendiri. Bismillah saya coba dan alhamdulillah cukup berhasil untuk taraf pemula seperti saya.

Sebenarnya ada banyak hikmah yang saya peroleh dalam proses membuat kue. Mungkin akan saya ceritakan di sesi yang lainnya.

Tradisi berikutnya adalah memperbaharui rumah. Mulai dari mengecat rumah, memperbaiki bagian rumah yang rusak hingga mengganti perabotan yang sekiranya sudah tidak enak dipandang. Berhubung waktunya yang sudah begitu dekat, saya tidak sempat mengecat rumah. Hanya membersihkan secara total peralatan yang selama ini terbengkalai tak terurus akibat sibuknya keseharian bekerja. Jujur, ini tantangan yang terberat karena sesekali harus bermusuhan dengan kawanan semut pengejar sisa-sisa makanan manis. Beruntung pada tahapan ini, pekerjaan kami lakukan secara kompak antara saya dan ibu saya.

Bersambung…

Catatan 1 Syawal bagian 2

Jakarta, 22 April 2023

Sabtu, 23:14

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Selamat Idul Fitri 1444 H. Mohon maaf lahir dan batin. Salam literasi

23 Apr
Balas

Terima kasih Pak Dede

01 May

Mantap ulasannya, sukses selalu Bu Alifia

23 Apr
Balas

Terima kasih bu Zuyyinah

01 May
Balas



search

New Post