Seribu Kata untuk Batik (Tantangan Menulis hari ke-4)
Belum lama rasanya diri ini mengenggam berbagai bungkusan baju khas Indonesia. Bungkusan itu selalu ramah dijinjing ke tempat kerja atau ke tempat keramaian lainnya. Bermacam motifnya, corak, serta warna yang dihadirkan menjadikan batik memiliki penggemar tersendiri di negeri tercinta ini. Selain itu, perpaduan warna dan model yang semakin kekinian membuat batik masih menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Setahun sudah pertemananku dengan batik dimulai. Hal ini berawal dari kegemaran menyambangi berbagai toko di pusat perbelanjaan. Sembari berjalan, dalam hati telah terbakar api semangat untuk memulai sesuatu hal yang baru. Hanya satu yakni memulai satu usaha sendiri tanpa dibayangi oleh orang tua. Belajar mandiri, salah satu alasan yang dipegang selama memulai pencarian. Ya, pencarian atas sesuatu yang akan dipasarkan dan menjadi sumber rezeki lainnya.
Pertimbangan memilih batik tentu berat sekaligus menantang. Pengalaman yang dulu tidak mengenakkan ketika memasarkan produk pakaian memacu diri mencari sesuatu hal unik. Hal unik ini perlu ditelusuri agar barang yang dijual tidak terkesan pasaran alias dianggap elegan. Kata "kombinasi" pun muncul menjadi kunci pertama saat memori batik terlintas dalam ingatan.
Hati memang tidak pernah salah memutuskan. Pencarian pertama dapat dikatakan melegakan hati. Berbekal modal seadanya, baju batik sebanyak 5 potong nekat dibeli berasas keyakinan bahwa barang itu unik. Rasa ragu sebenarnya masih menghinggap meski lagi-lagi harus dipatahkan oleh argumen ibunda tercinta bahwa produk yang dibeli adalah tepat. Kepuasan telah bersemayam dalam diri sambil menyiapkan mental baja untuk berjuang pada keesokan hari.
Motor dipacu dengan penuh kebanggaan ketika pulang. Melewati arah yang biasa tanpa merasa khawatir ada sesuatu yang akan menerjang. Perasaan tidak enak tiba-tiba menyergap tanpa permisi. Detak jantung ikut latah membuat kekhawatiran menjadi-jadi. Firasat buruk menjadi nyata saat sesosok laki-laki berseragam menghentikan motor yang tengah melaju.
Ia dengan percaya diri memintaku mengeluarkan segala kelengkapan berkendara. Tanpa rasa curiga kuturuti permintaanya. Ia langsung menyita surat-surat yang kumiliki dengan berdalih aku telah melakukan pelanggaran lalu lintas. Aku tidak langsung percaya karena saat itu konsentrasiku terkuras habis oleh batik yang baru saja dibeli. Aku menghela nafas kemudian mengiyakan bahwa aku bersalah. Aku berusaha tenang sambil menghela nafas lebih dalam lagi.
Di saat terhimpit seperti itu aku hanya bisa pasrah. Batinku juga menyebut nama-Nya seraya memohon keajaiban. Aku tidak berusaha melawan sampai suatu keajaiban terlontar dari mulut laki-laki itu. Ia meminta damai dengan membuat aku mengeluarkan sejumlah nominal. Jujur uang yang dimiliki sudah habis untuk modal baju batik. Aku kembali melakukan nego hingga disepakati nominal diantara kami.
Beruntung saat itu aku beralasan untuk pergi ke anjungan tunai mandiri. Aku ambil uang sejumlah yang dibutuhkan. Aku mengambil uang dua lembar berwarna biru. Kesepakatan yang dibuat adalah satu lembar uang berwarna merah. Aku tidak menyangka bahwa Tuhan juga masih baik kepadaku dengan mengirimkan sinyal-sinyal kecerdikan. Aku menggulung kecil satu lembar uang berwarna biru. Gulungan itu langsung kuberikan dengan melakukan barter atas surat-surat yang disita. Gerakan itu kulakukan dengan begitu cepat.
Syukurlah semua berjalan lancar. Satu lembar uang lainnya pasti masih sangat kubutuhkan untuk kebutuhan lainnya. Selesai itu aku kembali merenung. "Belum juga untung udah buntung" keluhku dalam hati. Kuakui saat itu aku sedih karena aku belum untung sepeser pun tapi harus keluar uang untuk membayar tilang. Aku kadang mengutuki diri sendiri atas keteledoran yang dilakukan. Akan tetapi nasi telah menjadi bubur.
Aku berkeyakinan bahwa pepatah itu harus kuolah agar rasa penyesalan ini tidak terlalu lama bertengger. Aku beranggapan bahwa bubur itu harus menjadi istimewa. Dengan mengucap basmallah aku memohon ridho-Nya untuk memulai usaha jualanku keesokan hari. Semoga laku dan laris. Amin.
Di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Kalimat itu menjadi sebuah kenyataan pada hari-hari berikutnya. Aku berjuang keras menawari batik pada rekan kerjaku. Rasa ego, malu, dan gengsi telah kubuang dari awal. Semua cacian, hinaan, dan ejekan mulai menjadi makanan sehari-hariku. Hal itu tidak membuatku mundur karena tekadku sudah bulat untuk membuka usaha atas diriku sendiri.
Aku jadi sering bermain ke pusat perbelanjaan. Bisa dikatakan aku memiliki pemasok batik dengan harga bersahabat kualitas membanggakan. Aku dengan pemasok batik tersebut juga memulai sebuah pertemanan baru. Pertemanan atas bisnis serta saling tolong menolong sesama kaum muslimin. Satu lagi, pertemanan ini dibangun atas saling percaya tanpa saling menjatuhkan.
Keajaiban lain yang tidak pernah disangka adalah temanku dengan begitu percaya mengizinkan beberapa baju batiknya dibawa oleh diriku. Padahal pertemuan kami begitu singkat bahkan bisa dihitung dengan jari. Aku sempat menolak karena ragu begitu cepatnya kepercayaan ini terjalin. Aku juga sempat menghindar dengan menunjukkan beberapa uang yang nominalnya sedikit. Ia tetap kekeh untuk aku membawa barang jualannya. Ia bilang ingin aku belajar untuk berwirausaha.
Saat itu aku benar-benar percaya bahwa jika memang kita punya niat, pasti Tuhan akan memberikan jalan. Siapa yang menyangka langkah kakiku digerakkan oleh-Nya untuk bertemua dengan temanku itu. Subhannalah. Semua memang telah digariskan begitu indahnya tanpa ada yang tahu sedikit pun.
Peristiwa itu lebih memacu semangatku untuk kembali berjuang di jalan ini. Setiap orang yang lewat di hadapanku tidak luput dari upaya persuasifku. Tujuannya satu agar orang itu membeli baju batikku. Mencoba bersikap baik memang tidak mudah apalagi ketika niat baik itu selalu disangkakan buruk untuk suatu motif. Namun, biarlah anggapan seperti berlalu dengan cepat. Hal terpenting adalah kita belajar, bersabar, dan berdoa.
Aku senang baru kali ini aku bisa menjual produk hampir 1 kodi. Prediksi ini di luar dugaan diriku. Hasil ini tentu melewati jatuh bangun yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Ini pengalaman yang begitu mengharukan dan mahal.
Meskipun begitu, perasaan bahagia itu tidak bertahan lama karena kehadiran sosok tamu. Tamu ini begitu meresahkan tidak hanya bagi diriku tapi bagi umat manusia. Kehadirannya tampak kasat mata walau efek samping yang ditimbulkan bisa merenggut nyawa seseorang. Tamu itu bernama Corona, virus impor dari kota Wuhan yang menggegerkan umat di dunia. Semua rencana berubah begitu drastis, tanpa persiapan apalagi tameng perang.
Awal Maret 2020, Corona mulai menerjang semua aspek seperti pendidikan, bisnis, dan sosial. Semua mendadak lesu dan diam-diam mati menggulung tikar. Aktivitas tatap muka seperti biasa ditiadakan beralih pada moda lainnya secara daring. Bencana dimulai hingga tak jarang air mata berjatuhan.
Aku tidak bisa lagi bertemu dengan temanku itu. Istilah kerennya semua tempat umum diberlakukan sistem lockdown. Impianku pun terbayang runtuh tanpa sisa. Pencapaian yang telah kutargetkan semua terasa ambyar. Aku menghela nafas kembali. Mencoba merenung kembali untuk mencari hikmah atas peristiwa ini.
Setidaknya aku harus bersyukur memiliki pengalaman yang begitu bermakna dengan batik. Ia bukan hanya sekedar pakaian, warisan Indonesia, atau pula pakaian khas nusantara. Bagiku, ia adalah simbol yang mengajarkan bahwa hidup harus bergerak bukan diam. Hidup haruslah berjuang bukan pasrah. Hidup jugalah yang menyadarkan bahwa keadaan bisa selalu berubah tanpa ada yang bisa menjamin kenyamanan.
Terima kasih batik. Tetaplah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar