Muhamad Fajri Ikhsan Qalby

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Cermin Pecah

Cermin Pecah

Buk! Buk! Buk!

Prang! Prang! Prang!

Suara sesuatu dipukul dan pecah sangat intens terdengar di rumah seorang pemuda bernama Randi, seolah-olah sedang digelar sebuah pertunjukan yang biasa kita saksikan di pentas seni.

Namun yang nyata terjadi bukanlah pertunjukan tari piring atau silat, melainkan suara pukulan Randi terhadap seorang lelaki parubaya dan cermin yang pecah berkeping-keping dilempar pemuda itu pada sosok yang jauh lebih tua darinya.

Randi bukanlah seorang preman pasar atau tulang jagal dari sebuah perkumpulan mafia atau kaki tangan rentenir, ia hanyalah seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di bangku perguruan tinggi. Sedang yang ia hajar tanpa ampun itu adalah salah seorang dari beberapa orang yang paling ia benci, tidak lain adalah ayah tirinya.

"Dasar pecundang! Tak kusangka ibuku dulu mau saja menikahimu! Tipuan macam apa yang kau ucap pada ibu? Dasar penipu rendahan!" Ungkap Randi dengan penuh kemarahan.

Yang dimaki-maki diam membisu, tidak menjawab, karena ia terlihat tidak peduli, dia bahkan tidak lagi membalas pukulan ataupun ucapan kasar dari Randi. Padahal beberapa menit yang lalu ia masih sempat menangkis dan membalas pukulan pemuda itu, namun karena Randi pun memukul dan menerjang pria tua yang malang itu dengan kekuatan yang berkali lipat akibat kemarahannya yang tak terbendung, setelah itu pun Bejo, panggilan akrab pria parubaya tak lagi membalas.

Randi terus menghantam Bejo dengan kata-kata kasar dan kekuatan fisiknya tanpa belas kasihan, seakan pemuda itu berniat membunuhnya. Namun hal ini terjadi bukan tanpa alasan, Randi mengamuk karena satu-satunya manusia yang ia percaya itu sudah meninggal, dan ia pun menyalahkan Bejo sebagai penyebab kematian ibunya. Ya, ibunya, hanya beliau manusia yang masih dipercaya Randi setelah semua pengkhianatan yang dilakukan orang-orang yang berada disekitarnya atas dirinya.

Ibu Randi wafat setelah menjalani penderitaan dalam penyakit radang paru-paru yang diidapnya, itu semua terjadi karena Ibu tua itu terpaksa harus terus bekerja tanpa istirahat demi pendidikan Randi dan "kebutuhan" mabuk-mabukan pria hina yang bernama Bejo tadi. Sudah lama Randi menyimpan dendam dan amarahnya pada ayah tirinya itu yang tidak lebih dari sebuah beban atau babi yang kerjanya hanya menghabiskan uang hasil "kerja rodi" ibunya.

Setelah sekian lama Randi memukuli bajingan itu tanpa henti, akhirnya Randi pun meninggalkan Bejo yang sudah bersimbah darah akibat pukulan dan tendangannya. Ia memutuskan untuk pergi jauh dari rumah reyot yang menjadi tempat baginya untuk berteduh. Ia mau pergi berjalan sejauh apapun asal ia tidak lagi melihat wajah pecundang tadi.

Ia terus berjalan tanpa lelah, karena ada seorang pecundang lain yang akan ia temui. Ya, siapa lagi kalau bukan ayah kandungnya yang bernama Joko, pengkhianat pertama dalam hidup Randi.

Berjam-jam Randi terus saja berjalan, tak peduli panas terik matahari yang membakar kulitnya. Sampai ia tiba di sebuah rumah yang terletak tak jauh dari pantai, tak salah lagi itu adalah rumah orang yang dicari oleh Randi, yaitu Joko.

Ia mengucapkan salam dan mengetuk pintu rumah itu, lalu dibukalah pintu itu oleh orang yang ada di dalam yang ternyata adalah Joko itu sendiri, dengan ditemani seorang anak laki-laki berusia sekitar tujuh tahun, sekitar umur itulah Randi menelan pil pahit pertama dalam hidupnya.

Joko pun mengajak pemuda tadi untuk duduk di tepi pantai yang dilindungi oleh deretan pohon kelapa, karena Joko merasa tidak enak jika ia berbicara dengan anak kandungnya itu di depan putra kecil dan istrinya yang tampak jauh lebih muda darinya. Setelah Joko dan Randi duduk beberapa saat, Randi pun memulai pembicaraan.

"Ibu sudah wafat."

Joko pun diam mendengar kalimat pertama yang dilontarkan putranya.

"Dan aku memutuskan untuk tidak lagi tinggal di rumah itu, aku sudah tidak punya lagi orang yang bisa dipercaya."

"Lalu kamu sekarang mau kemana? Bagaimana kalau kamu sementara tinggal di rumahku."

"Aku tidak sudi tinggal di rumah seorang pengkhianat!" Tukas Randi

"Kalian memangnya tidak berpikir sama sekali ketika dulu kalian memutuskan untuk berpisah? Apa hidupku akan bahagia setelah kalian berpisah atau hidupku justru hancur pada saat itu juga, apa kalian tidak memikirkan itu?" Randi melanjutkan kalimatnya.

"Ketika aku ditanya : 'apakah aku merindukan ayah kandungku?' aku selalu menjawab : 'apakah mereka memikirkanku ketika mereka memilih untuk berpisah?' atau 'kau mencoba untuk menghakimiku yang tidak mengerti apa-apa ketika itu?'."

"Kau tahu, setelah itu seiring berjalannya waktu, semua orang memutuskan untuk menyalahkan aku yang tidak bisa apa-apa pada saat kalian berpisah, termasuk kalian berdua yang terlalu egois dan tidak mengakui kebodohan kalian sendiri, aku disalahkan, dibenci, disudutkan, dan dicampakkan semua orang, apakah ada yang menolongku? Atau setidaknya berusaha menyelamatkanku dari 'neraka' itu? Tidak ada!" Randi mengakhiri kalimatnya.

"Memang benar, kami terlalu bodoh untuk memikirkan masa depanmu, apakah kamu bahagia atau justru sengsara dengan hal itu. Kami justru mengabaikanmu dan bersikeras dengan keputusan egois kami." Joko berujar miris.

"Kenapa kau baru menyadari itu jauh setelah kalian membuat keputusan ceroboh itu? Apa kalian tidak pernah berpikir? Tindakan kalian itu ibarat sebuah cermin yang kalian pecahkan, apa kalian mampu memperbaikinya? Tidak!" Randi menimpali.

"Maaf, saat ini aku hanya ingin menyampaikan kabar itu padamu, mungkin kau tidak terlalu sedih dengan kematian Ibu, tapi aku hanya ingin menegaskan, setelah aku pergi dari sini, jangan coba-coba mencari keberadaanku, aku sudah tidak mau menemui siapapun lagi, aku ingin hidup sebagaimana yang aku inginkan tanpa gangguan siapapun, Ayah." Randi pun beranjak pergi setelah mengatakan itu. Randi terus bergerak menjauh meninggalkan pria yang sedari tadi duduk bersamanya, seorang lelaki yang menggendongnya dan mengusap kepalanya ketika ia masih kecil.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post